(part 2)
editing : Roeslandy
“ Aku masih terdiam mengingat apa yang Atar ceritakan padaku tadi sore di halte. Ah, Atar… andai aja kamu ceritain semuanya dari dulu. Tapi memangnya aku bisa bantu apa kalo dia ceritain tentang kisahnya dari dulu? Paling juga Cuma turut prihatin. Eh eh, tapi kan seenggaknya dia jadi punya teman buat berbagi? Aih,, si Anez ke-GeeR-an. Terus kalo udah punya teman berbagi mau apa,, jangan-jangan ntar malah Anez temenan sama Atar gara-gara rasa kasihan. Hehe,,editing : Roeslandy
‘ Pantesan aja, yang namanya Atar susah ditebak jalan pikirannya. Kadang baik banged, tapi kadang membingungkan. Mendadak nggak mau ngomong, mendadak jutek. Mungkin saat seperti itu dia lagi teringat sama masa lalunya kali ya?
“ Berbagai pikiran datang menyergap kedalam otakku, mulai dari rasa nggak percaya, kasihan, sampai nyalah-nyalahin si Atar. Kaya’ nggak ada cewek laen aja. Kesenengan amat tuch si Lia, udah bikin sakit ati eh masih di pikirin juga. Mending kan buat mikirin yang lain yang lebih berguna. Mikirin Anez misalnya, lho…lho…
“Dan malam ini pun aku tak bisa tidur karena masih teringat semua yang diceritakan oleh Atar,bener-bener nggak habis pikir. Koq masih ada aja cewek seperti itu. Aduh,, mendadak kepalaku terasa pusing. Masa sich Cuma gara-gara dngerin ceritanya Atar bisa bikin kepala sesakit ini? Ah nggak tau dech,, tidur aja kali ya…
“Aku bingung, Nez. Rasanya duniaku terhenti ketika Lia mengatakan hal itu kepadaku.” Ucap Atar mengawali pembicaraannya denganku siang ini. Hari ini aku bertemu dengannya lebih awal. Tampaknya banyak sekali yang akan dibicarakannya. Aku hanya terdiam di depannya mendengarkan kata demi kata yang meluncur dari bibirnya.
“Jujur sebenernya aku masih sangat mengharapkan Lia, dia yang telah membuatku menjadi lebih baik seperti sekarang ini. Tapi…” Atar menghentikan perkataannya. Tampak keraguan dan kebingungan dari raut wajahnya.
“Tapi kenapa, Tar? Memangnya Lia sudah bener-bener nggak mau balik lagi sama kamu?” tanyaku demi melihat Atar Cuma terdiam dan tak melanjutkan ceritanya. “Mm,, sebenernya apa sich yang bikin dia memutuskan untuk pergi dari kamu? Setelah semua usaha susah payah yang dilakukannya buat kamu, kenapa dia mau pergi?” hati-hati aku bertanya kepada Atar mengenai penyebab kepergian Lia. Atar tak segera menjawab pertayaanku. Diam.
“Lia Cuma kasihan sama aku, sebenernya sudah sejak lama dia ingin meninggalkanku. Ada orang lain,, “ sekali lagi Atar membiarkan kalimatnya tergantung. Duh bikin penasaran aja. Nggak nyangka, masa setelah kegigihannya membantu Atar sampai meraih sukses dan keinginannya. Eh giliran dah baik malah ditinggal?
“Ya kamu usaha dong Atar,, gimana caranya biar dia bisa balik lagi sama kamu.” Sahutku mulai jengkel melihat keputus asaan yang tersirat di wajahnya.
“Kamu pikir selama ini ngapain aku ada di halte ini? Setelah dia meninggalkan aku malam itu, aku sudah pernah menghubunginya. Aku bilang ada yang ingin ku bicarakan dengannya dan aku menunggu kedatangannya di halte ini. Ku katakan aku akan selalu datang kemari sampai dia mau menemuiku. Tapi nyatanya.. sampai aku bertemu denganmu pun dia tak pernah datang Nez…”
“Orang itu, teman lamanya. Sudahlah… jangan mengingatkanku dengan semua itu. Terlalu berat untukku, Nez.” Lanjutnya kemudian mencoba mengakhiri pembicaraan. Aku maklum, mendadak Atar berubah jadi orang yang dingin. Ingin rasanya melihat Atar yang biasa, bukan Atar yang ini.
“Baiklah, kita tinggalkan saja topik yang ini. Tapi aku Cuma mau bilang, Tar. Mungkin Lia memang yang terbaik buat kamu, tapi bukan yang paling baik. Diantara yang terbaik selalu akan ada yang lebih baik lagi, karena kita Cuma manusia. Nggak pernah ada yang sempurna. Mungkin, Lia Cuma batu loncatan buat kamu Atar. Batu loncatan agar kamu menjadi lebih baik. Suatu saat nanti kamu pasti mendapatkan perempuan yang lebih dari Lia. Percaya dech…” Atar Cuma tersenyum mendengarkan penuturanku. Duh, memangnya aku salah ngomong ya.. bikin takut aja nie orang.
“Makasih ya, Nez. Mungkin kamu benar.Lia itu Cuma jalan. Kalo nggak ada Lia mungkin aku nggak akan pernah menjadi seperti sekarang.” Jelasnya kemudian. Ugh lega… kirain mau marah gara-gara Anez ceramahin..
“Yang pasti kalo bukan karena Lia, mungkin selamanya kamu nggak akan kenal yang namanya Anez. Hahaha,,, kan kamu kenal Anez gara-gara kamu ada di halte. Dan kamu ada di halte ya karena si Lia. Hahhaa…” gurauku kemudian membuatku mendapat satu jitakan di kepala. Tapi koq kepalaku sakit lagi ya? Apa kena jitak di kepala bisa bikin sepusing ini.. duch nggak nahan dech sakitnya… pengen buru-buru pulang.
Waktu terus berjalan, Atar pun masih tetap bersamaku meskipun bayangan masa lalu terkadang mengusiknya. Hampir setiap hari masih kita lewati seperti biasa. Menunggu jemputan di halte bus kota. Bercanda, berbagi cerita, seolah sudah menjadi kebiasaan yang sayang untuk dilewatkan meski hanya sekali saja. Entah kenapa halte ini yang menjadi tempat kita berbagi. Padahal bisa saja Atar datang kerumahku kalo dia mau, aku tak pernah melarangnya. Aku pun pernah beberapa kali di ajak singgah dirumah Atar.
Sampai akhirnya hari ini tiba. Hari yang mungkin akhir-akhir ini aku inginkan, atau malah aku takutkan? Entahlah.. Sore ini di halte, saat aku dan Atar kembali bertemu seperti biasa tiba-tiba dia mengucapkan sesuatu yang membuatku benar-benar bingung mesti bersikap bagaimana.
“Anez,kalo nggak ada kamu mungkin aku selamanya akan tenggelam dalam bayangan masa laluku.” ucapnya mengawali pembicaraan kita sore itu. Aku Cuma tersenyum seperti biasa, habisnya sudah sering Atar berkata seperti itu.
“Apa kamu mau temani aku selamanya, Nez? Kuliah kamu kan sebentar lagi juga sudah selesai.” DUAR… kaget aku mendengar ucapannya, menemani selamanya maksudnya? Menikah? Sejenak aku bingung bagaimana harus bersikap di depan dia. Dan kami pun terdiam. Jujur aku bingung mesti jawab bagaimana. Di satu sisi, aku merasa sudah cukup mengenal Atar meskipun kita baru bertemu selama 6 bulan dan aku memang mengharapkan ini. Di pinang oleh lelaki yang dia sayangi, wanita mana yang tidak mau? Tapi aku punya alasan tersendiri untuk menolak. Meskipun aku juga akan hancur dengan jawaban yang akan ku beri.
“Maaf Atar, Anez nggak bisa.” Jawabku singkat. Atar tersentak mendengar jawaban yang keluar dari mulutku. Mungkin jawaban itu membuat Atar kembali hancur. Tapi yang ada dalam pikiranku saat ini hanyalah aku tidak ingin menghancurkan Atar lebih jauh lagi.
“Tapi Nez, kenapa?” tanyanya seolah tak percaya dengan jawaban yang kuberikan.
“Kenapa mesti aku Atar, masih banyak wanita lain yang lebih pantas buat kamu. Aku juga nggak mau kamu pilih aku Cuma untuk menggantikan Lia. Aku ingin kamu pilih aku karena memang kamu pilih aku. Minggu depan aku harus meninggalkan kota ini.” Jelasku akhirnya membuat Atar semakin tak percaya dengan apa yang aku tuturkan. Mungkin dia merasa heran dengan kepindahanku yang mendadak. Entahlah.. yang aku tau aku Cuma tak ingin melihat Atar hancur lebih dalam lagi.
“Mungkin ini adalah pertemuan kita yang terakhir, Tar.” Ucapku lagi meyakinkannya bahwa aku sungguh-sungguh dengan jawaban yang kuberikan.
“Kenapa? Apa aku tak boleh ikut denganmu, apa aku tak boleh mendatangimu lagi. Apa aku tak mempunyai kesempatan. Mengapa kamu begitu kejam.. Apa bedanya kamu dengan Lia…”
“Cukup Atar, jangan pernah samakan aku dengan dia. Suatu saat kamu akan mengerti mengapa aku melakukan ini. Maaf, tapi mungkin kamu memang tak akan bisa menemuiku lagi. Mungkin kita masih bisa bertemu sebagai teman, tapi nanti 2 tahun lagi saat aku kembali ke kota ini.” Jelasku mencoba memberikan pengertian padanya. Sungguh saat ini aku ingin segera berlari dan menghilang dari hadapannya. “Carilah.. carilah hidupmu sendiri Atar. Kamu harus menjadi lelaki yang kuat, jangan pernah mau menyerah dengan keadaan. Minggu depan aku pergi.” Lanjutku lagi tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara sebelum kemudian aku meninggalkannya seorang diri di halte. Maaf Atar, aku menyembunyikan sesuatu darimu.
Seminggu kemudian aku meninggalkan kotaku Surabaya tercinta. Aku sempat bertemu sekali lagi dengan Atar dan membuat janji dengannya. Dia berjanji akan menungguku kembali 2 tahun mendatang di halte tempat kita biasa bertemu pada tanggal yang sama saat dia meminangku kemarin, tapi aku tak ingin dia berjanji apa-apa untukku. Bukan aku tak menginginkan janjinya, tapi lebih pada aku takut 2 tahun lagi aku yang tak akan bisa menepati janji itu padanya.
Dan kisah kita pun berakhirlah sudah. Cerita yang tak pernah dimulai, tapi harus segera di akhiri sebelum semuanya menjadi benar-benar terlambat. Selama 6 bulan aku bersamanya, aku tahu dan mengerti bagaimana dia. Aku tahu dia akan sangat sulit melupakan, dan dia akan selalu terbayangi dengan semua masa yang telah ia lewati. Dan aku tak ingin mengukir kenangan lebih banyak lagi dengannya karena aku tau, akan semakin sulit dia melupakan aku. Selamat tinggal Atar…
3 tahun kemudian,
“ Seorang lelaki menghentikan motornya di depan halte bus kampus Jayaraya. Tampak dari seragamnya bahwa ia baru saja pulang dari tempat kerjanya. Sejenak ia memandang berkeliling halte dan kampus Jayaraya. Hmm,, tak banyak berubah seperti saat terakhir dia datang di halte ini. Halte kenangannya, tempat ia biasa bertemu dengan wanita yang sangat berarti dalam hidupnya.
“ Ia menghempaskan tubuhnya pada kursi besi di halte itu. Dipandangnya sekali lagi halte itu, cat nya sudah banyak yang terkelupas bahkan warnanya sudah tak tampak lagi. Ia membuka tas kerjanya dan mengambil selembaran kertas dari dalamnya. Dipandanginya selembar kertas yang berada di tangannya. Selembar kertas yang ia dapat setahun yang lalu, di sini. Ketika dia sedang menanti wanita yang di rindukannya.
“hai Atar, apa kabarmu hari ini? Apa kau menepati janjimu untuk datng menemuiku di halte tempat kita biasa bertemu…
“ Aku senang bila kau menepati janjimu untuk menemuiku, tapi aku akan lebih senang lagi bila kau tak datang. Itu artinya kau sudah bisa melupakan aku. Karena aku tak akan pernah kembali padamu Atar.
“ Maaf aku menyembunyikan sesuatu darimu, tapi aku tak ingin menyakitimu lebih dalam. Hari itu saat kau meminangku, sungguh kau tak akan bisa mengerti betapa senangnya aku. Tapi ada sesuatu yang membuatku tak berani menerima semua yang kau berikan untukku. Aku sakit Atar, sebulan sebelum aku pergi meninggalkan kota ini dokter memberitahuku, aku divonis terkena kanker otak. Saat itu aku menyadari cepat atau lambat aku pasti akan meninggalkanmu. Dan kau tahu, akhirnya aku meninggalkanmu juga kan kalau aku tak meninggalkanmu, pasti surat ini tak akan pernah sampai padamu. Akulah yang akan datang menemuimu.
“ Aku meninggalkan kota ini untuk melakukan pengobatan, itulah sebabnya aku tak pernah memberitahumu kemana aku pergi. Aku sendiri pun tak tahu sampai kapan aku bisa bertahan dengan penyakitku. Aku mencoba bertahan sekuat tenagaku, aku pun ingin melihat kau menepati janjimu ini Atar, tapi Tuhan berkata lain. Nyatanya aku tak sanggup lagi. Dan hanya surat ini yang bisa mewakili kehadiranku.
Atar, apa kau ingat apa yang pernah kubilang padamu tentang Lia. Kini itupun berlaku padaku Mungkin menurutmu aku memang yang terbaik buat kamu, tapi bukan yang paling baik. Diantara yang terbaik selalu akan ada yang lebih baik lagi, karena kita Cuma manusia. Nggak pernah ada yang sempurna. Mungkin, Lia dan aku cuma batu loncatan buat kamu Atar. Batu pijakan yang harus kau lewati untuk mendapatkan yang lebih baik dalam hidupmu. Suatu saat nanti kamu pasti mendapatkan perempuan yang lebih dari aku dan Lia. Percaya dech..
Jadilah lelaki tangguh yang tak pernah menyerah dengan keadaan
Yang merindukanmu,
Anez
Ya.. lelaki itu adalah Atar… dia kembali datang tahun ini untuk mengenang hari dimana ia pertama kali bertemu dengan Anez. Sahabatnya, wanita yang dicintainya, namun tak pernah ia miliki.
Tulalit…tulalit… terdengar suara telepon genggamnya berbunyi tanda satu pesan masuk ke dalam inboxnya.
“Sayang dimana, aku sudah masakin soto ayam kesukaan kamu. Cepet pulang ya,,,
-ishil-“
“ Sekilas ia tersenyum membaca pesan dari wanita yang resmi menjadi istrinya empat bulan yang lalu itu, ada-ada saja pikirnya. Dan ia pun melangkah meninggalkan halte tempat kenangannya. Ia tinggalkan pula selembar kertas yang sejak tadi berada dalam genggaman tangannya.
“Lihat Anez, aku telah penuhi permintaanmu.. mencoba menjadi lelaki yang tak pernah menyerah dengan keadaan.. Dan kau tau, aku menemukan seorang wanita yang sama hebatnya denganmu. Terima kasih karena telah menjadi kenangan terindah dalam hidupku. Semoga kau bahagia di sisiNya.
*The END*
EDITING :ROESLANDY
DI APLUOT : alhasyi.blogspot.com
0 Komentar