Makalah Penggunaan Bahasa Aceh


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebiasaan menggunakan bahasa daerah membuat mereka lupa akan bahasa nasionalnya. Juga dilatar oleh sebab adanya konflik yang berkepanjangan yang terjadi antara pemerintah RI dan pihak GAM hingga mereka takut untuk menggunakan bahasa Indonesia. Karena pada saat itu pun jangankan untuk berbahasa Indonesia, hal yang berbaur dengan RI pun tidak dibenarkan dia Aceh pada saat itu.
Masyarakat Bireuen pun lebih mengutamakan budaya adat Acehnya sendiri. Banyak budaya Aceh yang menggunakan bahasa daerah dibandingkan bahasa Nasional (Indonesia).

B. Metode
Dalam menyusun atau menyelesaikan makalah ini saya mendapatkan bahan-bahan ini secara logika, menurut pemikiran saya dan berdasarkan kemampuan ilmu pengetahuan nalar yang saya punya. Secara nalar saya merangkai kata-kata dalam menyelesaikan makalah ini.






BAB II
PEMBAHASAN


Kebiasaan menggunakan bahasa daerah membuat mereka lupa akan bahasa nasional. Bahasa pertama yang kita pakai adalah bahasa ibu yaitu Bahasa Aceh. Ini merupakan awal kita berkomunikasi dan masyarakat secara umum, terutama masyarakat Bireuen yang lebih mementingkan adat dan budaya mereka dalam berkomunikasi yaitu dengan menggunakan bahasa daerah Aceh secara benar. Masyarakat Bireuen juga beranggapan bahwa bahasa daerah itu patut dinomorsatukan (dibanggakan), karena bahasa daerah adalah bahasa bawaan sejak lahir yang tidak dapat dirubah atau digantikan oleh siapapun. Hal ini disebabkan oleh penggunaan yang sudah dimulai sejak manusia itu dilahirkan. Bahasa daerah juga mudah dipahami dibandingkan dengan bahasa Indonesia yang mungkin dalam kenyataannya sebagian orang awam yang masih kurang memahaminya.
Disamping itu, masyarakat Bireuen tidak ingin bahasa mereka dibuang dan di nomor duakan. Bahasa Aceh merupakan jati diri mereka yang memang tidak bisa dimusnahkan. Sebagian masyarakat Bireuen juga mengatakan mereka mendapat kesulitan dalam berbahasa Indonesia dikarenakan kata-kata yang digunakan agak sedikit sulit diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Jadi mereka lebih mudah menggunakan bahasa aceh dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya.
Penyebab atau faktor yang menyebabkan minimnya penggunaan bahasa Indonesia di kabupaten Bireuen dikarenakan masyarakat yang berada dipedalaman, pelosok-pelosok yang jauh dari perkotaan, yang mana dilingkungan mereka rata-rata berbicara dalam bahasa daerah Aceh. Jadi tidak heran jika mereka menomorduakan bahasa nasional, dan apabila mereka menggunakan bahasa nasional percuma saja karena mereka banyak yang tidak tau arti kata-kata dalam bahasa Indonesia, walaupun mereka tau tetapi mereka tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.
Didaerah pelosok juga masih langka dengan alat-alat komunikasi yang bisa membawa mereka mengetahui lebih dalam tentang bahasa Indonesia dan mereka bangkit menjadi masyarakat yang mengenal kemajuan canggihnya tekhnologi. Seandainya mereka mempunyai salah satu dari tekhnologi tersebut, maka mereka bisa belajar tentang bahasa Indonesia. Disini jangankan untuk membelinya, menggunakan atau membaca yang sudah ada saja mereka kurang bisa. Bisa dikatakan faktor ekonomi dan faktor pendidikan lah yang menyebabkan semua ini.
Faktor pendidikan yang menyebabkan masyarakat Bireuen kesulitan dalam berbahasa nasional. Zaman sekarang banyak anak-anak yang yang putus sekolah dan akhirnya banyak pengangguran. Seandainya mereka tidak putus sekolah dan mereka masih melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka mereka dapat mengenal bahasa secara lebih mendalam dan juga bahasa-bahasa dari negara lain seperti bahasa Inggris.
Putus sekolah menjadi penghalang untuk mereka dalam mengenal lebih lanjut akan bahasa Indonesia. Mungkin jika hal itu tidak terjadi, masyarakat Bireuen pasti tidak kewelahan dalam berbahasa Indonesia. Karena mereka hanya mengenal bahasa Aceh, jadi bahasa Acehlah yang mereka gunakan, apalagi orang-orang awam yang tidak mengenal ejaan lebih sulit untuk berbicara dalam bahasa nasional.
Ada juga sebagian orang khususnya di Kabupaten Bireuen menganggap kalau kita berbicara dalam bahasa Indonesia dengan lawan bicara di lingkungan tempat tinggal kita, maka akan anggapan bahwa kita itu sombong, atau bergaya karena berbicara bahasa Indonesia. Bahkan kita juga dijelekin ketika berbicara dalam bahasa Indonesia karena sudah dianggap berlaga pintar dilingkunga mereka yang memahami akan bahasa Indonesia.
Hanya orang-orang bodohlah yang menganggap begitu, semestinya walaupun kita orang Aceh namun perlu juga berbicara bahasa persatuan, bahasa bangsa yang merupakan jati diri nasional dalam bernegara dan berbangsa sehingga akan mengikat suatu persatuan. Namun, dalam kenyataannya masyarakat Bireuen masih malas menggunakan bahasa Indonesia karena mereka lebih membudayakan bahasa daerahnya sendiri, dan keseluruhan masyarakat dikabupaten Bireuen bersuku Aceh. Oleh sebab itu masyarakat Aceh di kabupaten Bireuen lebih mementingkan adat mereka yaitu jati diri mereka yang memang tidak bisa dimusnahkan, yang mana diucapkan sesuai dengan dialeg suatu daerahnya.
Dilihat dari tingkat keamanan, Aceh merupakan provinsi yang dengan tingkat konflik yang berkepanjangan, dimana pada pasca konflik setiap masyarakat berhati-hati dalam bahasa nasional. Apalagi pada masyarakat yang tinggal di daerah pelosok-pelosok, pemukiman ataupun didaerah yang berbasis konflik. Karena itulah masyarakat kita enggan menggunakan bahasa nasional, karena takut akan keselamatan jiwanya mendapat ancaman baik dari segi fisik maupun material. Adanya ketakutan seperti ini membuat masyarakat kita lama-kelamaan akan susah untuk beradaptasi dan mengembangkan bahasa nasional.





BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kebiasaan menggunakan bahasa daerah membuat mereka lupa akan bahasa nasional, masyarakat Bireuen menggunakan bahasa daerah dan menomorduakan bahasa nasional, itu karena mereka menganggap bahwa bahasa daerah adalah bahasa ibu yang merupakan jati diri mereka, berbahasa daerah merupakan suatu suatu adat mereka dalam berbahasa Aceh. Karean mereka orang Aceh maka mereka lebih membudayakan bahasa daerahnya. Disamping itu, masyarakat Bireuen tidak ingin bahasa mereka dibuang dan dinomorduakan atau dimusnahkan.

B. Saran
Saya selaku penyusun makalah ini berharap kepada masyarakat Bireuen walaupun kita orang Aceh, tinggal di Aceh dan membudayakan bahasa daerah kita agar tidak dimusnahkan. Akan tetapi, sudi kiranya bahasa nasional sebagai bahasa persatuan perlu juga kita terapkan.

Posting Komentar

0 Komentar