proposal kredit usaha rakyat dan dampak bagi perekonomian masyarakat


  

BAB I

U M U M



Lampiran Pidato Presiden Republik Indonesia ini berisi laporan kemajuan pembangunan nasional sebagai pelaksanaan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000–2004, dengan penekanan pembahasan pada pelaksanaan Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) Tahun 2001, yang merupakan bagian dari pelaksanaan tahunan dari PROPENAS tersebut. Acuan PROPENAS dan Repeta tersebut adalah Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999–2004.
Sesuai dengan PROPENAS, Repeta Tahun 2001 menjabarkan 5 (lima) prioritas nasional pembangunan, yang mencakup pula 9 (sembilan) bidang pembangunan seperti yang tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999–2004, yaitu:
1.      Membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya, yang mencakup bidang agama, bidang pendidikan, dan bidang sosial dan budaya.
2.      Mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan, yang dilakukan melalui pembangunan bidang ekonomi dan pembangunan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup.
3.      Meningkatkan pembangunan daerah,  melalui bidang pembangunan daerah.
4.      Mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang baik, melalui pembangunan bidang hukum dan sub-bidang penyelenggaraan negara yang merupakan bagian dari bidang politik.
5.      Membangun sistem politik yang demokratis, serta mempertahankan persatuan dan kesatuan, yang dilaksanakan melalui pembangunan bidang politik serta pembangunan bidang pertahanan dan keamanan.
Pada hakekatnya, seluruh prioritas pembangunan memiliki tingkat kepentingan yang sama untuk dilaksanakan karena keterkaitan yang erat satu sama lain. Keberhasilan pada suatu prioritas akan tergantung dari pelaksanaan prioritas-prioritas yang lain, yang dapat digambarkan dalam paparan berikut.
Secara keseluruhan, upaya membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan ketahanan budaya sudah mengalami kemajuan. Namun upaya tersebut akan dapat dilakukan dengan lebih baik jika pemulihan ekonomi dapat berjalan dengan lebih cepat sehingga memungkinkan ketersediaan sumber daya yang lebih besar untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin. Upaya untuk meraih kembali momentum pemulihan ekonomi terutama dengan menekankan pada pencapaian stabilitas ekonomi yang didukung dengan pemulihan fungsi intermediasi perbankan. Kedua langkah tersebut diharapkan mendorong investasi dan ekspor sebagai sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Dalam mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan, diperlukan pemanfaatan sumber daya alam yang memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup. Hingga dewasa ini masih dicatat tingginya tingkat kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan. Untuk mengatasinya, diterapkan kebijakan  pendekatan berimbang antara mekanisme pasar, tata nilai dan regulasi berkeadilan dengan pola kemitraan. Langkah ini  diperkuat dengan penegakan hukum.
Selanjutnya, pelaksanaan prioritas membangun kesejahteraan rakyat tersebut juga agak terhambat  karena pembangunan daerah belum dapat berjalan dengan lancar. Mulai 1 Januari 2001, tumpuan pelaksanaan pembangunan termasuk pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan menjadi  wewenang dan tanggung jawab daerah. Namun, berbagai peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk mendukungnya masih belum sepenuhnya siap, demikian juga pembagian dana perimbangan mengalami keterlambatan. Hal ini dikarenakan keharusan pelaksanaan otonomi daerah secara penuh dalam tempo yang sangat singkat. Untuk mengatasinya langkah-langkah yang ditempuh adalah memantapkan pelaksanaan otonomi daerah tersebut.
Peningkatan kesejahteraan rakyat juga akan terjadi jika secara hukum hak-hak rakyat dapat dipenuhi, termasuk perlakuan yang sama bagi setiap warga negara di depan hukum. Krisis kepercayaan masyarakat terhadap hukum masih belum dapat dipulihkan karena banyaknya kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan secara hukum. Untuk mengatasi keadaan, diupayakan untuk mempercepat pemisahan kekuasaan yudisial dari kekuasaan eksekutif melalui penyempurnaan peraturan yang mengatur mengenai Mahkamah Agung, dan empat lingkungan peradilan di bawahnya, kejaksaaan, dan Polri.
Sementara itu, berbagai upaya pembangunan akan dapat dilaksanakan secara baik jika didukung pula oleh penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Dalam mendorong percepatan proses pemulihan ekonomi dan pelaksanaan otonomi daerah, maka penyelenggara negara diharapkan untuk lebih meningkatkan peran pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan umum dan pembangunan.
Selanjutnya, melalui upaya membangun sistem politik yang demokratis serta mewujudkan persatuan dan kesatuan diharapkan dapat diwujudkan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat yang pada dirinya merupakan pula unsur kesejahteraan rakyat. Dengan kehidupan berbangsa dan bernegara yang terpelihara, maka seluruh upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat baik yang menyangkut segi kehidupan lahiriah maupun batiniah akan dapat terlaksana dengan baik. Permasalahan utama  yang masih dihadapi adalah berlanjutnya gejolak politik dan upaya pemisahan diri dari beberapa daerah yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mengatasinya, dilaksanakan langkah untuk mendorong perbaikan struktur politik, peningkatan kualitas proses politik, serta pengembangan budaya politik. Dalam pemulihan kehidupan politik, dan juga dalam rangka memelihara integritas nasional, sejauh mungkin dilakukan pendekatan persuasif dan tanpa kekerasan melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip kebersamaan, kesetaraan, toleransi dan saling menghormati.
Dengan landasan pemikiran kesetaraan antar prioritas pembangunan dan bidang-bidang pembangunan seperti diuraikan di atas,  secara ringkas disampaikan pokok-pokok kemajuan yang dicatat masing-masing prioritas pembangunan yang mencakup bidang-bidang pembangunan tersebut. Uraian ini disusun dengan menyampaikan pokok-pokok permasalahan, langkah-langkah kebijakan dan hasil-hasil yang dicapai serta tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pembangunan.
1.          Membangun Kesejahteraan Rakyat, Meningkatkan Kualitas Kehidupan Beragama, dan Ketahanan Budaya
Pembangunan agama diarahkan untuk mampu meningkatkan kualitas umat beragama, sehingga tercipta suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan, ketakwaan, dan kerukunan yang dinamis serta makin meningkatnya peranserta umat beragama dalam pembangunan. Upaya ini diselenggarakan melalui peningkatan pemasyarakatan nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan peningkatan pendidikan agama pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Dengan demikian, pembangunan agama merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya pembangunan kualitas sumber daya manusia, baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan. 
Tantangan dalam pembangunan agama sampai saat ini berupa semakin  jauhnya amalan dan perbuatan/tingkah laku  masyarakat dari nilai-nilai ajaran agama, dan semakin maraknya konflik intern dan antar umat beragama di beberapa daerah. Pembangunan agama selama ini tidak mendapatkan perhatian serius sehingga hasilnyapun kurang dari yang diharapkan. Pembangunan bidang agama masih berdiri sendiri dan belum terintegrasi dengan pembangunan bidang lainnya. Kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan pada tahun 2000 dan 2001 antara lain adalah peningkatan sarana keagamaan, penerangan dan bimbingan, pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama, bimbingan dan penyuluhan keagamaan, serta pelayanan pendidikan agama khususnya bagi siswa di sekolah umum.
Mengingat dampak yang dihasilkan kurang dapat memberikan perubahan yang berarti bagi kehidupan masyarakat maka  pendekatan pembangunan agama ke depan sebanyak mungkin dapat melibatkan sektor-sektor lainnya. Dengan demikian   pembangunan agama diharapkan dapat menyentuh hampir seluruh aktifitas dan kebutuhan masyarakat sehari-hari, sehingga meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang  ditandai oleh makin semaraknya kehidupan keagamaan, terjaganya kerukunan hidup antarumat beragama, dan meningkatnya moral masyarakat khususnya moral anak-anak didik usia sekolah. Berbagai kegiatan di dalam pembangunan agama itu, misalnya, memberikan alternatif  fasilitas  dan aktifitas bagi tempat peribadatan dan lembaga sosial keagamaan untuk pemberdayaan masyarakat melalui bidang pendidikan dan  ekonomi.  
Di samping melalui pembangunan agama, upaya membangun kesejahteraan rakyat juga dilaksanakan melalui pembangunan bidang pendidikan. Pembangunan pendidikan nasional sampai saat ini masih dihadapkan pada berbagai permasalahan yang timbul akibat krisis ekonomi serta perubahan tatanan pemerintahan dengan terjadinya reformasi dan berlakunya kebijakan desentralisasi.
Sementara itu di bidang pendidikan, permasalahan pendidikan yang menonjol adalah rendahnya mutu pendidikan sebagai akibat dari kurangnya mutu proses belajar mengajar, yang selanjutnya berpengaruh terhadap mutu lulusan dan mutu pendidikan secara keseluruhan. Sebagai akibat dari rendahnya mutu pendidikan maka kualitas sumber daya manusia Indonesia juga masih rendah.
Angka partisipasi pendidikan terutama pada jenjang SLTP ke atas masih rendah dibanding dengan APK di beberapa negara tetangga. Pada tahun 1999/2000 angka partisipasi murni (APM) pendidikan di SD-MI dan SLTP-MTs adalah sebesar 95,11 persen dan 45,97 persen. Sementara itu, angka partisipasi kasar (APK) SD-MI, SLTP-MTs, SM (SMU,SMK dan MA), dan PT berturut-turut 115,81 persen; 70,85 persen, 38,57 persen, dan 10,61 persen. Angka buta huruf juga masih cukup tinggi yaitu bagi penduduk usia 10 tahun ke atas sekitar 16 persen untuk perempuan dan 7,1 persen untuk laki-laki.
Dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), kemampuan bangsa Indonesia dalam upaya pengembangan kualitas, kuantitas dan penyebaran sumber daya manusia dengan berbagai bidang ilmu dan tingkatan pendidikan walaupun meningkat, namun demikian, kualitas maupun komposisi serta penyebarannya masih belum sesuai dengan kebutuhan dan tantangan dalam pelaksanaan pembangunan. Sementara itu pengembangan riset iptek untuk dapat meningkatkan kualitas sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia usaha juga masih terbatas.
Guna mengatasi permasalahan pembangunan pendidikan tersebut di atas, diupayakan perluasan dan pemerataan memperoleh pendidikan, meningkatkan kemampuan akademik, dan professional serta peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan, melakukan pembaharuan sistem pendidikan, memberdayakan lembaga pendidikan sekolah maupun luar sekolah, mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pendidikan, menerapkan desentralisasi pendidikan, serta meningkatkan kualitas lembaga pendidikan.
Pembangunan pendidikan dilakukan melalui beberapa program yaitu Program Pendidikan Dasar dan Prasekolah, Program Pendidikan Menengah, Program Pendidikan Tinggi, Program Pendidikan Luar Sekolah, Program Sinkronisasi dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan, serta  program-program Iptek.
Melalui berbagai program pembangunan tersebut selama kurun waktu 2000-2001 diharapkan akan meningkatkan angka partisipasi pendidikan pada semua jenjang pendidikan. Pada jenjang SD-MI APK diharapkan meningkat dari 116,76 persen pada tahun 2000 menjadi 117,74 persen tahun 2001. Pada jenjang SLTP-MTs, APK meningkat dari 71,69 persen menjadi 72,80 persen. Pada jenjang SM APK meningkat dari 38,67 persen menjadi 39,35 persen. Pada jenjang pendidikan tinggi APK meningkat dari 10,61 persen menjadi 11,7 persen. Pada jalur luar sekolah warga belajar juga berhasil ditingkatkan. Sementara itu di bidang iptek, berbagai kemajuan telah berhasil dicapai antara lain dalam hal HaKI, pengembangan RUT, RUK, RUKK, dan RASNAS.
Guna mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dan meningkatkannya maka perlu dilakukan berbagai upaya. Upaya-upaya tersebut antara lain berupa penyelenggaraan pendidikan alternatif bagi daerah bermasalah, melanjutkan perluasan memperoleh pendidikan untuk meningkatkan daya tampung semua jenjang pendidikan, meningkatkan mutu pendidikan, mengembangkan pendidikan berbasis sekolah, meningkatkan peranserta masyarakat dalam penyelengaraan pendidikan, meningkatkan mutu pendidikan luar sekolah, serta meningkatkan kemampuan Iptek.
Selanjutnya, permasalahan mendasar yang juga dijumpai dalam pembangunan kesejahteraan rakyat adalah pembangunan bidang sosial dan budaya. Permasalahan pembangunan sosial dan budaya yang menjadi perhatian utama pada  tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 antara lain: masih rendahnya derajat kesehatan dan status gizi serta tingkat kesejahteraan sosial masyarakat; masih rentannya ketahanan budaya dan belum diberdayakannya kesenian dan pariwisata secara optimal; masih rendahnya kedudukan dan peranan perempuan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan; masih rendahnya partisipasi aktif pemuda dalam pembangunan nasional; serta belum membudayanya olah raga dan masih rendahnya prestasi olah raga.
Rendahnya derajat kesehatan antara lain dapat diamati dari beberapa indikator seperti angka harapan hidup (AHH) waktu lahir penduduk Indonesia tercatat 65,5 tahun (Inkesra, 1999). Rendahnya AHH tersebut erat kaitannya dengan masih tingginya angka kematian bayi (AKB), yaitu sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup (Inkesra, 1999). Angka kematian balita (AKABA) tercatat 63 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 1999). Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) masih memprihatinkan yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT, 1995). Sedangkan rendahnya status gizi masyarakat dapat diamati dari prevalensi kurang energi protein (KEP) pada anak balita pada 1998 tercatat sekitar 33,4 persen. Sementara itu, prevalensi gizi buruk tercatat 8,1 persen pada tahun 1999.  Anemia gizi besi pada ibu hamil pada tahun 1995 tercatat 50,9 persen. Tingginya prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil memberikan kontribusi terhadap masih tingginya AKI.
Angka kesakitan beberapa penyakit menular cenderung meningkat, seperti penyakit malaria, tuberculosis (TB), demam berdarah dengue (DBD), dan HIV/AIDS. Jumlah penderita baru penyakit TB setiap tahunnya sekitar 583 ribu orang dan yang meninggal bertambah sekitar 140 ribu penderita. Walaupun berbagai upaya penanggulangan penyakit TB sudah dilakukan tapi hasilnya belum memuaskan. Kasus HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan sejak pertama kali ditemukan (1987) dan pada tahun 2001 (Juni) kasus HIV positif secara kumulatif tercatat sekitar 1.572 penderita dan AIDS positif mencapai 578 penderita. Selain itu, Indonesia perlu mewaspadai timbulnya atau masuknya penyakit-penyakit baru yang berpotensi wabah dan menimbulkan korban seperti Ebola dan radang otak. Beberapa penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup juga memperlihatkan kecenderungan meningkat. Saat ini angka kesakitan dan kematian yang disebabkan berbagai penyakit berbasis lingkungan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, penyakit kulit dan kecacingan juga masih tinggi.
Kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya berbagai masalah kesejahteraan sosial yang tercermin dalam bentuk ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan dasar, keterlantaran, kecacatan, ketunasosialan serta keterpencilan dan keterasingan secara geografis dan sosial budaya. Sementara itu, perlindungan khusus untuk anak terutama anak jalanan, anak yang diperlakukan salah, dan pekerja anak agar hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang belum dapat sepenuhnya terpenuhi. Masalah HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba juga menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Penderita HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba seringkali mengalami perlakuan diskriminatif dari keluarga maupun lingkungannya. Sementara itu, dalam kehidupan bermasyarakat, rentannya interaksi sosial antaretnis, adanya kesenjangan sosial, kesenjangan pembangunan antarwilayah, rawannya situasi politik dan keamanan, serta kondisi masyarakat yang mengalami kemiskinan dapat memicu terjadinya kerawanan sosial dan disintegrasi bangsa. Kondisi sosial ekonomi dan politik ini diperparah dengan masalah bencana alam dan kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah yang mengakibatkan sebagian penduduk terpaksa mengungsi. 
Permasalahan pembangunan kependudukan yang perlu mendapat perhatian adalah jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang masih relatif tinggi dan persebarannya yang tidak merata, namun kualitasnya masih relatif rendah. Dewasa ini kualitas penduduk Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Thailand. Salah satu penyebab masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk adalah masih relatif tingginya angka kelahiran total (TFR) yang diperkirakan 2,5 per perempuan pada tahun 2000. Permasalahan lain adalah persebaran penduduk yang tidak merata. Sebagian besar penduduk yaitu 59 persen (Sensus 2000) terkonsentrasi di Pulau Jawa dan hal ini berakibat pada kepadatan penduduk yang sangat tinggi di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta. Sementara itu, tertib administrasi kependudukan juga belum dapat diwujudkan.
Permasalahan lain dalam pembangunan sosial dan budaya adalah sebagian keluarga terutama yang tergolong Pra-Keluarga Sejahtera (Pra-KS) dan Sejahtera I (KS I), belum berdaya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pendidikan dan kesehatan termasuk keluarga berencana (KB). Sementara itu, aspek kesehatan reproduksi remaja yang merupakan salah satu tiang dalam pewujudan keluarga kecil yang berkualitas juga masih tertinggal. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyak remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka. Tingkat kelahiran yang relatif tinggi juga merupakan salah satu beban dalam pembangunan sosial dan budaya. Tingginya angka kelahiran dewasa ini berkaitan dengan penyelenggaraan program Keluarga Berencana (KB) yang belum sepenuhnya berkualitas dalam memenuhi hak-hak dan kesehatan reproduksi masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh data SDKI 1997 yang menunjukkan bahwa baru 57,4 persen pasangan usia subur (PUS) yang ingin ber-KB dapat terpenuhi permintaannya, dan sekitar  9,21 persen PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau menunda kehamilannya, tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Kelembagaan dan jaringan pelayanan KB juga belum sepenuhnya berkualitas dan mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Peran masyarakat dan pihak di luar Pemerintah juga masih sangat terbatas. Sementara itu, kemitraan pemerintah dengan masyarakat terutama PUS dan sektor di luar pemerintah dalam penyelenggaraan KB dan kesehatan reproduksi belum sepenuhnya dapat diwujudkan.
Pembangunan di berbagai bidang yang diselenggarakan selama ini belum sepenuhnya mampu mengangkat kualitas perempuan. Hal ini, antara lain dapat dilihat dari masih relatif tingginya angka kematian ibu dan rendahnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia, yaitu 0,671 dan berada pada urutan ke 92, jauh tertinggal dibanding negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand (Human Development Report, 2001). Dalam pembangunan pendidikan, khususnya untuk tingkat SLTA dan perguruan tinggi, masih terdapat kesenjangan gender. Kemudian, persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah, perempuan (13,53 persen) lebih tinggi dibanding laki-laki (5,97 persen). Permasalahan ketidaksetaraan gender juga terjadi di bidang ekonomi antara lain ditandai oleh rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan (43,5 persen) dibandingkan dengan TPAK laki-laki (72,6 persen) (Susenas 1999).
Meskipun pasal 27 UUD 1945 menjamin kesamaan hak bagi seluruh warganegara di hadapan hukum, baik laki-laki maupun perempuan, namun pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) terhadap perempuan, termasuk anak perempuan masih sering kali terjadi. Berbagai bentuk pelanggaran tersebut antara lain dipengaruhi oleh materi hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan tidak berkeadilan gender serta belum terlaksananya penegakan hukum.
Adapun permasalahan generasi muda adalah kualitas yang belum memadai untuk mengisi dan melaksanakan berbagai upaya pembangunan. Hal ini antara lain dapat dilihat dari hasil Susenas tahun 1998 terdapat 36,93 persen pemuda hanya tamat Sekolah Dasar. Di samping itu, masalah lain yang dihadapi pemuda adalah lemahnya pendidikan politik dan hukum bagi pemuda yang berdampak pada terjadinya euforia politik dan hukum yang kadang diwarnai dengan tindak anarkisme serta kesalahpengertian tentang kebebasan dan demokrasi di kalangan pemuda. Pranata pembangunan kepemudaan juga belum sepenuhnya kuat yang dicerminkan  dari banyaknya organisasi kepemudaan yang belum mandiri dan konsisten dalam menyelenggarakan visi dan misinya. Kesemuanya ini diperparah dengan permasalahan sosial yang banyak melibatkan pemuda seperti tawuran, penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), minuman keras, penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular seksual.
Perwujudan penduduk Indonesia yang berkualitas antara lain ditentukan oleh derajat kesehatan, kesegaran dan kebugaran jasmani serta perilaku terpuji seperti kejujuran dan sportivitas. Namun demikian, penerapan hidup sehat dan kebiasaan olahraga secara teratur dan berkesinambungan belum sepenuhnya dilakukan  dalam kehidupan sehari-hari oleh sebagian penduduk Indonesia. Banyaknya sarana dan prasarana umum untuk olahraga yang dikonversi menjadi pusat perdagangan dan fasilitas lainnya juga menjadi penyebab belum membudayanya olahraga. Kurang intensifnya pembibitan dan pembinaan prestasi olahraga  antara lain dipengaruhi oleh  belum mantapnya kelembagaan olahraga dan terbatasnya jumlah dan sebaran pelatih yang berkualitas serta kurangnya kejuaraan kelompok umur baik dalam skala nasional maupun regional. Perguruan Tinggi yang diharapkan dapat menjadi basis pembibitan dan pembinaan prestasi ternyata belum mampu melaksanakan fungsi tersebut. Sementara itu, sebagai suatu industri, olahraga belum sepenuhnya mampu memberikan nilai tambah bagi olahragawan, masyarakat luas termasuk dunia usaha.
Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, telah ditempuh berbagai langkah kebijakan di berbagai bidang pembangunan sosial dan budaya guna mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menciptakan ketahanan budaya nasional yang kokoh. Langkah-langkah ini mencakup kebijakan kesehatan dan gizi, kesejahteraan sosial, kependudukan, pemberdayaan keluarga dan keluarga berencana, pemberdayaan perempuan, serta pemuda dan olah raga.
Program pembangunan kesehatan terutama diarahkan untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi penduduk miskin. Hasil pelaksanaan kegiatan program pembangunan kesehatan pada tahun 2000 antara lain dapat diuraikan sebagai berikut: cakupan keluarga yang menghuni rumah sehat diperkirakan mencapai 47 persen; persentase penduduk dengan perilaku sehat sekitar 22 persen; cakupan Universal Child Immunization (UCI) sekitar 75 persen dari seluruh bayi; cakupan antenatal 78,5 persen, postnatal dan neonatal sekitar 76,6 persen, dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar 68,5 persen. Sedangkan akreditasi rumah sakit pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 dilakukan terhadap 55 rumah sakit.
Dalam rangka pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2000, khususnya mengenai pelayanan kesehatan di daerah pengungsi, antara lain telah dilakukan upaya pelayanan kesehatan dan gizi melalui program jeda kemanusiaan di Propinsi DI Aceh, program akselerasi pembangunan kesehatan di Irian Jaya, Maluku dan Maluku Utara, serta penanganan pengungsi di Jawa Timur.
Hasil yang dicapai dalam kegiatan perbaikan gizi pada tahun 2000 antara lain: persentase wanita usia subur dan anak sekolah di kecamatan endemik yang mendapat kapsul yodium sekitar 40 persen; ibu hamil yang mendapat tablet besi 49 persen; bayi dan balita yang mendapat vitamin A sekitar 65 persen.
Dalam peningkatan sumber daya kesehatan, khususnya pendidikan tenaga kesehatan, pada tahun 2001 jumlah institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi sebanyak 575 institusi. Sementara itu, melalui pelaksanaan program obat, makanan, dan bahan berbahaya, pada tahun 2000 telah dilakukan berbagai kegiatan dengan hasil antara lain: persentase cakupan pemeriksaan sarana pelayanan kesehatan sekitar 12,2 persen; proporsi kasus penyalahgunaan obat dan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) dengan tindak lanjut pengamanan sekitar 90 persen; dan persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi distribusi produk farmasi, makanan, dan alat kesehatan (farmakes dalam rangka Good Manufacturing Practices (GMP) sekitar 40 persen. Selanjutnya, melalui program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan, pada tahun 2000 telah dilakukan antara lain: penetapan sebanyak 38 buah produk hukum bidang kesehatan; 110 buah penelitian di bidang kesehatan; dan penyusunan rencana pembangunan kesehatan di seluruh kabupaten/kota.
Langkah-langkah kebijakan pembangunan kesejahteraan sosial adalah meningkatkan dan memperluas pelayanan kesejahteraan sosial terutama bagi penduduk miskin, anak dan lanjut usia terlantar, anak jalanan, penyandang cacat, tuna sosial, serta korban bencana alam dan kerusuhan. Langkah kebijakan lain adalah usaha pemberdayaan terhadap Komunitas Adat Terpencil (KAT) agar secara bertahap kualitas hidup mereka dapat meningkat. Di samping itu, juga terus dilakukan berbagai upaya untuk lebih meningkatkan partisipasi masyarakat terutama dunia usaha untuk mendukung pelayanan baik yang dilakukan oleh pemerintah utamanya pemerintah daerah maupun masyarakat.
Hasil-hasil yang dicapai pembangunan kesejahteraan sosial pada tahun 2000 adalah pelayanan sosial bagi 133.844 anak terlantar, 31.635 anak jalanan di kota kota besar, pemberian bantuan dan penyantunan bagi 12.475 lanjut usia terlantar  baik di dalam maupun di luar panti, pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada 12.887 orang  penyandang cacat serta  pelayanan sosial bagi 11.634 orang tuna sosial termasuk bagi tuna susila, pengemis, gelandangan, eks narapidana, penderita HIV/AIDS dan korban tindak pidana kekerasan. Jumlah korban penyalahgunaan narkoba dan anak nakal yang ditangani sebanyak 3.380 orang. Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang memperoleh pemberdayaan adalah sebanyak 9.763  KK. Selain itu, pemberdayaan keluarga sangat miskin dilaksanakan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bagi 5.072 KUBE atau 50.720 keluarga. Khusus mengenai pengungsi, sekitar 1.000.000 pengungsi setiap bulan mendapatkan bantuan tanggap darurat dalam bentuk pangan berupa beras dan lauk pauk, pelayanan  kesehatan dasar termasuk pencegahan dan pemberantasan penyakit, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi, pendidikan umum dan alternatif di daerah lokasi/daerah pengungsian, bantuan bahan ajar dan perlengkapan siswa, serta paket pelatihan. 
Sedangkan untuk pembangunan kependudukan ditempuh strategi kebijakan lintas sektoral yang mengarah pada peningkatan kualitas penduduk, pengendalian pertumbuhan dan kuantitas penduduk, pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk serta pengembangan sistem administrasi kependudukan. Salah satu hasil yang dicapai dalam program ini adalah pembakuan indikator kependudukan strategis yang berguna sebagai pertimbangan penentu skala prioritas dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan. 
Program pembangunan pemberdayaan keluarga dan keluarga berencana diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga; serta meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang.  Selain itu, langkah kebijakan program pembangunan dalam bidang ini juga diarahkan  untuk memenuhi permintaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas; mengendalikan angka kelahiran; meningkatkan kemandirian; dan sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
Hasil yang dicapai dalam pembangunan pemberdayaan keluarga dan keluarga berencana adalah sekitar 12,6 juta keluarga terutama keluarga Pra-KS dan KS I dapat mengakses informasi dan sumber daya ekonomi bagi peningkatan kesejahteraan keluarga.  Pada tahun 2001 jumlah pusat konseling kesehatan reproduksi bagi remaja mencapai 65 pusat. Selain itu, pada tahun 2000 program KB mampu memberikan pelayanan KB bagi 3.625.753 peserta KB baru dan 25.537.657 peserta KB aktif. Dengan kemampuan pelayanan KB tersebut, persentase pasangan usia subur (PUS) yang ingin menjadi peserta KB namun tidak terlayani KB (unmet need) pada tahun 2001, diproyeksikan sebesar 8,7 persen. Hasil lainnya adalah jumlah lembaga pelayanan KB non-pemerintah sebesar 46.756 yang diperkirakan mampu melayani 68 persen PUS peserta KB Aktif. Sementara itu, persentase peserta KB mandiri yang diperkirakan telah mencapai 30 persen PUS pada tahun 2001.
Pembangunan kebudayaan diarahkan untuk mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indonesia, mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya dan mengembangkan kebebasan berkreasi dalam berkesenian. Untuk itu, kebijakan yang ditempuh adalah  menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa dalam rangka menumbuhkan pemahaman dan penghargaan masyarakat pada budaya leluhur, keragaman budaya dan tradisi, meningkatkan kualitas berbudaya masyarakat, menumbuhkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya, dan memperkokoh ketahanan budaya. Langkah-langkah yang ditempuh adalah (1) meningkatkan pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman; (2) menciptakan iklim yang kondusif bagi timbulnya kreasi sastra, seni, dan budaya; (3) membina dan mengembangkan kebahasaan; (4) mengembangkan kepustakaan dan budaya ilmiah; (5) membina dan mengembangkan kesenian dan perfilman nasional; dan (6) meningkatkan apresiasi masyarakat dalam seni dan budaya.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai luhur budaya nasional, dilakukan peningkatan muatan kebudayaan lokal pada kurikulum sekolah,  kemah budaya,  lomba penulisan naskah kebudayaan daerah bagi pengajar SLTA. Selanjutnya untuk mengembangkan kreasi seni dan budaya dilakukan berbagai pameran, pagelaran dan festival seni budaya nasional baik seni tari, lukis maupun film serta pekan komik dan animasi. Untuk memperkenalkan budaya nasional dilakukan pula kerjasama dengan masyarakat dalam pagelaran dan pameran kesenian, serta misi kesenian ke luar negeri. Untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan, pada tahun-tahun yang akan datang perlu dilakukan: penyempurnaan peraturan perundang-undangan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap peninggalan sejarah, peningkatan peran serta masyarakat sebagai pemilik budaya, peningkatan pemahaman nilai-nilai budaya bangsa, penataan kembali fungsi pemerintah di bidang kebudayaan, informasi budaya, peningkatan kegiatan kebudayaan termasuk perfilman, dan kerjasama kebudayaan dengan negara lain.
Sejalan dengan upaya peningkatan kepariwisataan nasional dan pemulihan citra pariwisata Indonesia pada tahun 2001 telah dilakukan langkah kebijakan, antara lain mengembangkan dan memperluas pasar pariwisata dan promosi ke  luar negeri; mengembangkan dan memperluas diversifikasi dan kualitas produk serta ragam objek dan daya tarik wisata. Seiring dengan itu dilaksanakan pula peningkatan kemampuan sumber daya manusia pariwisata melalui pengembangan kualitas sekolah tinggi dan akademi pariwisata; memperluas partisipasi dan kemitraan masyarakat dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat serta pemanfaatan unsur kesenian dan kebudayaan serta unsur alami untuk pariwisata dilakukan secara bertanggung jawab dan menuju  pada pelestarian alam dan pengayaan nilai historis agar dapat menjadi wahana persahabatan antar bangsa dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.
Sementara itu, berbagai gejolak sosial-politik telah berdampak negatif terhadap citra Indonesia di luar negeri yang telah mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia. Meskipun demikian, pariwisata masih merupakan andalan devisa dalam memperkuat neraca pembayaran Indonesia. Melalui upaya pemulihan minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia, kunjungan wisman pada tahun 2000 meningkat sekitar 7,12 persen dan penerimaan devisa meningkat 22,7 persen dibanding tahun 1999 atau menjadi sebesar 5,06 juta kunjungan dengan perolehan devisa sebesar US$ 5,78 miliar.
Selanjutnya, untuk memberdayakan perempuan ditempuh langkah-langkah kebijakan berupa pengintegrasian kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan ke dalam berbagai kebijakan-kebijakan pembangunan lainnya secara terpadu, baik di tingkat nasional maupun daerah serta peningkatan peran masyarakat dan pemampuan kelembagaan pengarusutamaan gender. Hasil-hasil yang dicapai dalam setiap program pembangunan yang berkaitan dengan pembangunan hukum, ekonomi, politik, pendidikan, dan sosial budaya dapat diuraikan sebagai berikut.
Dalam pembangunan hukum melalui pelaksanaan program pembentukan peraturan perundang-undangan telah dan sedang dilakukan perubahan dan penyempurnaan produk-produk hukum yang bias gender dan atau diskriminasi terhadap perempuan. Di samping itu, berkat kerjasama yang baik antara pemerintah dan LSM telah disusun Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (RAN-PKTP). Sementara itu, dalam pembangunan ekonomi,  dilakukannya penyempurnaan beberapa peraturan perlindungan tenaga kerja yang belum menguntungkan tenaga kerja perempuan, penyempurnaan sistem kredit usaha yang masih cenderung diskriminatif.  Dalam pembangunan pendidikan dilakukan pemberian beasiswa dengan mengutamakan pada murid perempuan, sehingga jumlah penduduk perempuan yang menikmati pendidikan semakin banyak.  Selanjutnya, dalam pembangunan politik, telah dirintis pembentukan kaukus perempuan di lembaga legislatif pusat. Hasil-hasil lainnya yang dicapai adalah telah diintegrasikannya kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan ke dalam kebijakan pembangunan ketenagakerjaan, pendidikan, hukum, pertanian, dan koperasi dan usaha kecil menengah pada tingkat nasional, khususnya untuk perencanaan pembangunan, yaitu Gender Analysis Pathway (GAP) juga telah tersusun, dan diikuti dengan pengembangan Indikator Gender. Homepage dan web serta Profil Gender dan Media Perempuan yang menyajikan data dan informasi gender juga mulai terwujud dan diterbitkan.
Dalam pembangunan kepemudaan ditempuh langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan kualitas pemuda yang mengarah pada kemandirian, peningkatan kreativitas, siap saing dan perumusan kebijakan yang serasi antara pusat dan daerah; serta meningkatkan partisipasi pemuda untuk memberi peluang yang lebih besar kepada mereka guna memperkuat jati diri dan potensinya.
Hasil yang dicapai dalam pembangunan pemuda antara lain adalah berupa 12 kajian kebijaksanaan pembangunan di bidang kepemudaan untuk merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan pemuda secara tepat. Di bidang ekonomi,  sejumlah pemuda telah menjalani pengembangan kelompok usaha pemuda produktif, serta mendapatkan pelatihan manajemen usaha dan bantuan modal usaha. Sementara itu, sejumlah pemuda juga telah menerima pendidikan dan pelatihan iptek dan informatika.  Selain itu, 608 orang dari propinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat telah menjalani pembinaan kader konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya  konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem. Di bidang agama dan sosial budaya, hasil pembangunan kepemudaan yang telah dicapai antara lain adalah sebanyak 174 rohaniawan muda dan tenaga pembina telah menjalani pelatihan keagamaan. Sementara itu, sebanyak 894 pemuda telah berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaringan kerja sama pemuda antardaerah dan antarnegara, dan 3.894 pemuda bergabung dalam upaya penguatan ketahanan budaya nasional terhadap pengaruh negatif budaya asing, penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba dan miras serta pencegahan penyebaran dan penanggulangan penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular seksual.
Langkah-langkah kebijakan pembangunan olah raga adalah meningkatkan kesegaran jasmani masyarakat dan pelaksanaan kegiatan olahraga termasuk olahraga masyarakat,  serta   meningkatkan upaya pemanduan bakat dan pembibitan olahraga sejak usia dini. Selanjutnya, langkah kebijakan tersebut juga disertai langkah untuk meningkatkan prestasi olahraga termasuk olahraga bagi penyandang cacat.
Hasil yang dicapai dalam pembangunan olahraga berupa naskah tentang bahan pembelajaran pendidikan jasmani. Bagi para guru dan pembina olahraga di sekolah juga telah tersedia buku pembinaan olahraga SD serta  telah diberikan pendidikan dan pelatihan Penjaskes SD,  teknik pengelolaan kegiatan klub olahraga SD. Sementara itu, untuk beberapa SD dan SMU juga telah tersedia perangkat olahraga dan kesenian. Prasarana dan sarana bagi pengembangan olahraga juga telah dimanfaatkan oleh sekitar 702 SD. Hasil lainnya dalam program ini adalah terbentuknya 650 kelompok berlatih olahraga (KBO). Disamping itu, sebanyak 654 guru pendidikan jasmani telah diberikan pelatihan tentang pemanduan bakat dan pembibitan olahraga serta peningkatan mutu pemanduan bakat dan pembibitan olahraga. Selain itu, sebanyak  120 orang olahragawan pelajar mengikuti training camp dan 1.081 atlet pelajar ikut serta dalam kejuaraan  antar Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) yang merupakan salah satu wadah untuk penelusuran minat dan bakat.  Sementara itu, 2.083 atlet termasuk atlet penyandang cacat telah diberikan bekal pengetahuan dan keahlian serta penempaan mental sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi mereka.
Demikian langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh dan hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan bidang sosial dan budaya. Ke depan, sesuai dengan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2000-2004, rencana tindak lanjut pembangunan sosial dan budaya dapat diuraikan sebagai berikut.
Pembangunan kesehatan pada tahun yang akan datang terutama diarahkan untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi penduduk miskin. Upaya pelayanan kesehatan dasar antara lain meliputi pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak, penyediaan obat generik esensial, promosi kesehatan, serta peningkatan hygiene dan sanitasi dasar. Pelayanan kesehatan rujukan meliputi peningkatan mutu pelayanan rumah sakit rujukan melalui penyediaan sarana dan prasarana. Selain itu, akan dilaksanakan kegiatan pengawasan obat, makanan, dan bahan berbahaya lainnya. Upaya pelayanan kesehatan dasar dan rujukan tersebut didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia bidang kesehatan.
Sementara itu, upaya pembangunan kesejahteraan sosial yang akan dilakukan pada tahun yang akan datang terutama diarahkan untuk untuk meningkatkan dan memperluas pelayanan kesejahteraan sosial terutama bagi penduduk miskin, anak terlantar, anak jalanan, lanjut usia, penyandang cacat, tuna sosial, serta korban bencana alam dan kerusuhan. Peningkatan kesejahteraan sosial dilakukan antara lain melalui pemberdayaan, pemberian santunan, rehabilitasi dan perlindungan sosial, pemberian bantuan, dan peningkatan sumbangan sosial masyarakat.
Tantangan pembangunan kependudukan semakin kompleks, khususnya bagi Indonesia yang dewasa ini sedang menghadapi krisis multi-dimensi. Untuk itu, tidak lanjut pembangunan kependudukan pada masa mendatang adalah upaya-upaya penyusunan program pembangunan kependudukan agar diintegrasikan dalam penyusunan program-program pembangunan lainnya. Selain itu, kebijakan desentralisasi program pembangunan membawa konsekuensi logis untuk penataan kelembagaan yang lebih mantap guna menyusun kebijakan, pengaturan serta pelaksanaan teknis program dan kegiatan di bidang kependudukan.
Berbagai langkah kebijakan yang telah ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan pemberdayaan keluarga dan keluarga berencana akan terus dilanjutkan dan diperkuat dengan serangkaian langkah tindak lanjut lainnya. Tindak lanjut tersebut antara lain adalah: melakukan pendampingan bagi kader kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS); memfasilitasi pembentukan institusi pusat konseling kesehatan reproduksi remaja; meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan KB terutama di perdesaan melalui Tim KB Keliling (TKBK) dan bantuan operasional klinik KB; meningkatkan peran aktif laki-laki dalam kesehatan reproduksi; meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dalam persiapan dan perawatan kehamilan untuk mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera dengan mengutamakan kesejahteraan ibu, bayi dan anak; dan mendorong pasangan usia subur (PUS) untuk melaksanakan KB secara mandiri.
Berbagai upaya yang akan dilakukan dalam pembangunan kebudayaan yaitu: (1) terus meningkatkan pemahaman dan penanaman nilai luhur bangsa; (2) menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kebudayaan dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap karya cipta dan segala bentuk peninggalan budaya; (3) meningkatkan peran serta masyarakat sebagai pemilik budaya dalam melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan kebudayaan; (4) menata kembali fungsi pemerintah pusat dan daerah dalam bidang kebudayaan; (5) meningkatkan kegiatan kebudayaan termasuk perfilman baik di dalam maupun di luar negeri; dan (6) meningkatkan kerjasama budaya dengan negara lain.
Dalam upaya menarik wisatawan untuk datang ke Indonesia telah dibuka Indonesian Tourism Promotion Office (ITPO) di Frankfurt, Jerman; Tokyo, Jepang dan Los Angeles, Amerika Serikat dan kerjasama pemasaran dengan China National Tourism Administration (CNTA) serta mengikuti bursa kepariwisataan internasional seperti ITB--di Berlin, WTO--di London, Pata Mart--di Singapore, ATF--di Brunai Darussalam dan menjalin kerjasama dengan lembaga kepariwisataan internasional. Selain itu dikembangkan potensi  obyek dan daya tarik wisata serta melaksanakan atraksi wisata dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat terutama usaha kecil dan menengah di sekitar obyek dan daya tarik wisata untuk berperan aktif dalam meningkatkan perekonomiannya. Selain itu untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dipersiapkan kebijakan dan kemudahan berusaha dan perijinan pariwisata.
Upaya tindak lanjut dalam peningkatan kualitas hidup perempuan serta pengarusutamaan gender yaitu:  memperbanyak jumlah program pembangunan yang sebelumnya tidak responsif gender menjadi responsif gender; mengintegrasikan kebijakan pembangunan pemberdayaan perempuan ke dalam berbagai kebijakan pembangunan lainnya secara terpadu, terutama di tingkat daerah; serta melaksanakan KIE dan advokasi mengenai kesetaraan dan keadilan gender (KKG) di lingkungan lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, TNI dan Polri, dan masyarakat secara keseluruhan.
Beberapa upaya lanjutan dalam rangka pembangunan di bidang olah raga adalah: menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Olahraga; menyelenggarakan KIE dan konseling tentang pendidikan jasmani, olahraga rekreasi dan pentingnya olahraga bagi kesegaran jasmani; melaksanakan pembentukan, pembinaan, dan pemberdayaan  wadah olahraga di persekolahan dan masyarakat; serta meningkatkan kepedulian masyarakat dan dunia usaha untuk mendukung pendanaan olahraga.
Sedangkan tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan pemuda lebih ditekankan pada ekonomi, agama dan budaya. Dalam rangka meningkatkan partisipasi pemuda di bidang ekonomi upaya yang akan dilakukan yaitu: mengembangkan sentra pemberdayaan pemuda; meningkatkan keterampilan pertanian; melaksanakan magang usaha bagi pemuda; pelatihan manajemen usaha termasuk pelatihan pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam. Di bidang  agama dan sosial budaya, tindak lanjut yang diperlukan adalah: melaksanakan penyuluhan dan kampanye tentang dampak negatif budaya asing; meningkatkan peran aktif pemuda dalam penanggulangan masalah penyalahgunaan NAPZA dan miras serta penyebaran penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda; memberikan pemahaman, penanaman nilai-nilai, penghormatan terhadap supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM) bagi pemuda; dan melaksanakan pelatihan tenaga pembina rohani, organisasi kepemudaan, dan sarasehan agamawan muda.

2.        Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Memperkuat Landasan Pembangunan yang Berkelanjutan Berdasarkan Sistem Ekonomi Kerakyatan
Prioritas ini diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk melalui penanggulangan kemiskinan dan penyediaan dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Strategi utama penanggulangan kemiskinan dalam tahun 2001 pada dasarnya dilandasi oleh 3 pilar strategi yaitu: (a) perluasan kesempatan (creating opportunity) yang meliputi pengelolaan ekonomi makro untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan pemulihan, pelaksanaan pemerintahan yang baik, peningkatan kapasitas pemerintah daerah, dan pembangunan prasarana berbasis masyarakat; (b) meningkatkan pemberdayaan masyarakat (ensuring empowerment), yang meliputi pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan pembangunan perdesaan, percepatan pengembangan usaha menengah dan kecil dan penguatan kapasitas lembaga dan organisasi masyarakat; serta (c) memperkuat perlindungan sosial (enhancing social security) yang meliputi pengembangan sistem jaminan sosial bagi masyarakat miskin dan masyarakat rentan lainnya, dan percepatan pengembangan masyarakat di kawasan tertinggal, terpencil, dan tersiolasi termasuk  daerah minus dan pesisir.
            Kegiatan yang telah diarahkan dalam rangka penanggulangan kemiskinan dilaksanakan melalui berbagai sektor baik oleh regional maupun oleh sektoral. Program kemiskinan dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain dilaksanakan melalui program pengembangan kecamatan, pengembangan prasarana perdesaan, penanggulangan kemiskinan di perkotaan dan pengembangan ekonomi lokal. Sedangkan program yang dilaksanakan oleh sektoral antara lain program di sektor pertanian, pendidikan dan kesehatan.
Selanjutnya dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, dilaksanakan kebijakan yang berorientasi pada: (1) pemantapan sentra-sentra agribisnis komoditas unggulan; (2) pengembangan sistem pengendalian hama terpadu; (3) pemantapan swasembada pangan yang dinamis melalui perluasan lahan pertanian serta penerapan teknologi pangan; (4) peningkatan intensifikasi budidaya perikanan laut, tambak, dan air tawar; serta (5) optimalisasi pemanfaatan jaringan irigasi dan rawa.
Sebagai hasilnya, produksi padi pada tahun 2000 mencapai 51,9 juta ton atau meningkat sebesar 2,0 persen dibandingkan tahun 1999. Produksi padi pada tahun 2000 mencapai 51,9 juta ton atau meningkat sebesar 2,0 persen dibandingkan tahun 1999.  Selain itu, hasil rata-rata padi pada tahun 2000 mencapai  4,4 ton per hektar atau naik sebesar 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada saat yang sama produksi jagung, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau  masing-masing adalah sebesar 9,7 juta ton; 1,8 juta ton; 0,7 juta ton; dan 0,3 juta ton atau meningkat masing-masing sebesar 5,1 persen; 9,7 persen; 11,7 persen; dan 9,4 persen.  Sementara itu produksi ubi kayu dan kedele mengalami penurunan sebesar 2,2 persen dan 26,4 persen. Sebagai bagian dalam program pengentasan kemiskinan, maka pada tahun 2000  telah dilakukan pemberian subsidi beras melalui Operasi Pasar Khusus (OPK) sebanyak 1,9 juta ton. Dukungan pembangunan pengairan telah meningkatkan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sebesar 6,4 juta hektar serta mencetak sawah baru seluas 9.318 hektar. 
Upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat akan dapat dilakukan dengan lebih memadai dengan mempercepat pemulihan ekonomi. Memasuki awal tahun 2000, perekonomian Indonesia dilanda optimisme pemulihan ekonomi yang cukup tinggi dengan proses pemulihan ekonomi yang telah mulai nampak sejak triwulan III tahun 1999 terus berlangsung. Stabilitas moneter juga terkendali, yang tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan nilai tukar yang menguat hingga akhir tahun 1999. Kondisi sosial-politik dan keamanan pada waktu itu sudah membaik, dengan proses pelaksanaan pemilihan pimpinan nasional yang dinilai berjalan lancar dan demokratis.
            Berbagai perkembangan positif tersebut memungkinkan pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2000 mencapai 4,8 persen yang membantu dalam menciptakan lapangan kerja bagi tambahan angkatan kerja dan pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka dalam tahun 2000 menurun menjadi 6,1 persen angkatan kerja. Sejalan dengan itu upah riil pekerja di berbagai daerah dan kegiatan ekonomi meningkat mendekati masa sebelum krisis. Pendapatan per kapita masyarakat mencapai Rp 6,4 juta atau setara dengan US$ 756.
Namun demikian, masalah ketenagakerjaan masih besar. Jumlah pengangguran terbuka tersebut secara absolut mencapai  5,8 juta orang sedang jumlah setengah penganggur berjumlah sekitar 30 juta orang atau sekitar 33,5 persen dari jumlah pekerja keseluruhan. Dari jumlah ini terdapat sebanyak 10,6 juta orang menginginkan pindah ke pekerjaan yang lebih baik.
            Untuk mengatasi permasalahan tersebut, selain melalui pemulihan ekonomi, telah ditempuh berbagai langkah yang mencakup upaya mempertemukan antara pencari kerja dan pengguna tenaga kerja dengan  pelayanan informasi pasar kerja yang dilaksanakan melalui bursa tenaga kerja pemerintah  dan swasta; meningkatkan keahlian dan keterampilan pencari kerja yang pada tahun  2000 mencakup  29.167 orang; melaksanakan program pemagangan di dalam negeri diselenggarakan melalui pelatihan di 31 BLK dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 2.192 orang; melaksanakan pemagangan ke luar negeri yang sampai dengan bulan Mei 2001 telah diberangkatkan sebanyak 15.480 orang ke negara Jepang dan Korea Selatan; meningkatkan dan mengembangkan standarisasi dan sertifikasi kompetensi tenaga kerja; membina penganggur yang berpendidikan tinggi seperti sarjana, diploma, dan sederajatnya, melalui bimbingan usaha mandiri dan pembekalan kewirausahaan; serta membantu calon pekerja untuk ditempatkan dalam berbagai bidang usaha melalui mekanisme antar kerja antar daerah (AKAD).
            Upaya menanggulangi kemiskinan dan mengurangi pengangguran akan tergantung pula dari kecepatan pemulihan ekonomi. Seperti disinggung di atas, pertumbuhan ekonomi di tahun 2000 dapat mencapai 4,8 persen. Namun demikian, secara makro, kinerja tersebut masih dibayangi stabilitas ekonomi yang rentan terhadap gejolak. Nilai rupiah sejak beberapa bulan terakhir tahun 2000 terus bergejolak dan cenderung merosot nilainya. Bersamaan dengan itu laju inflasi cenderung meningkat. Sementara itu, besarnya beban pengeluaran pemerintah, terutama untuk pembayaran bunga utang dan subsidi, mengakibatkan terbatasnya stimulus fiskal untuk mendorong pemulihan ekonomi dan menimbulkan kekhawatiran akan kesinambungan fiskal. Kesemuanya ini pada gilirannya dapat menghambat pemulihan ekonomi.
Secara mikro, masih banyaknya kendala yang membatasi percepatan investasi swasta menimbulkan kekhawatiran akan kesinambungan pemulihan ekonomi dalam jangka menengah, termasuk ekspansi kredit perbankan yang relatif terbatas, kemajuan dalam proses restrukturisasi utang perusahaan dan utang luar negeri swasta yang belum secepat yang diharapkan, serta keterbatasan dalam penyediaan sarana dan prasarana. Faktor-faktor lainnya adalah ketidakstabilan sosial dan politik dan ketidakpastian  peraturan, termasuk yang terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Sementara itu, dalam bidang pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup masih muncul permasalahan eksternalitis yang disebabkan oleh tingginya sasaran pertumbuhan ekonomi yang harus dicapai. Beberapa permasalahan lain yang belum dapat diatasi secara menyeluruh adalah: keterbatasan data dan informasi sumber daya alam serta belum memadainya akses masyarakat terhadap data dan informasi tersebut; belum efektifnya pengendalian pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; tingginya tingkat kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan; belum mantapnya kelembagaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup;  serta kurangnya pelibatan masyarakat sebagai subyek dalam proses pengambilan keputusan merupakan permasalahan-permasalahan yang harus dipecahkan dalam pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
            Dengan memperhatikan keadaan awal tersebut, ditetapkan langkah-langkah kebijakan untuk tahun 2001 guna mempercepat pemulihan ekonomi, di samping memulai langkah jangka menengah untuk memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan berlandaskan sistem ekonomi kerakyatan.
            Salah satu unsur penting bagi pemulihan ekonomi adalah mengamankan stabilitas ekonomi. Strategi utamanya adalah dengan mewujudkan kebijakan ekonomi makro dan mikro secara konsisten, baik melalui kebijakan fiskal, moneter, maupun sektor riil dengan didukung oleh penciptaan stabilitas keamanan dan politik. Seluruh kebijakan tersebut saling melengkapi sehingga dapat menunjang stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Hal ini juga sangat penting untuk mengatasi unsur ketidakpastian yang semakin tinggi.
            Dalam merumuskan kebijakan ekonomi makro, baik kebijakan fiskal maupun moneter, terus diupayakan prinsip kehati-hatian dengan koordinasi yang lebih baik. Kebijakan moneter yang cenderung ketat masih ditempuh guna terus menjaga stabilitas nilai tukar dan menekan laju inflasi. Sementara itu, dalam keterbatasan keuangan negara sejalan dengan upaya konsolidasi fiskal, masih diupayakan untuk memberikan stimulus fiskal agar perekonomian dapat terus bergerak melalui kebijakan defisit anggaran negara.
Dengan memperhatikan perkembangan keadaan seperti diuraikan di atas, kebijakan moneter pada tahun 2001 diarahkan cenderung ketat melalui pengendalian uang primer, yaitu dengan sasaran pertumbuhan 11,0–12,0 persen. Upaya tersebut dilakukan melalui kombinasi antara operasi pasar terbuka (OPT),  sterilisasi valuta asing (valas), dan intervensi rupiah. Penggunaan instrumen sterilisasi valas ini sekaligus dimaksudkan untuk memperkuat nilai Rupiah, yang didukung pula oleh pelaksanaan pengawasan langsung (on-site supervisory presence) guna meningkatkan kepatuhan perbankan terhadap ketentuan kehati-hatian yang terkait dengan transaksi valas serta penetapan dan pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/3/PBI/2001 yang ditujukan untuk membatasi spekulasi transaksi Rupiah oleh bukan penduduk.
Untuk kebijakan fiskal, langkah-langkah yang ditempuh dalam tahun 2001 terutama diarahkan untuk mewujudkan anggaran negara yang berkesinambungan. Di sisi penerimaan negara, upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara mencakup ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, perbaikan struktur dan tarif pajak, penyempurnaan sistem administrasi perpajakan termasuk dalam pemungutan pajak, pencabutan berbagai fasilitas perpajakan yang sudah tidak sesuai lagi, serta meningkatkan transparansi pemungutan pajak.
Di sisi pengeluaran, langkah-langkah untuk mengatasi tekanan yang berlebihan terhadap beban belanja negara ditempuh dengan meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara mulai dari perencanaan hingga tahap pemantauan pelaksanaannya. Prioritas pengeluaran dipertajam pada hal-hal yang memang harus dilaksanakan pemerintah serta bersifat penting dan sangat mendesak. Untuk belanja rutin, upaya tersebut ditempuh melalui (i) penghematan anggaran belanja pegawai melalui percepatan proses penyelesaian pegawai yang dipindahkan ke daerah; (ii) penghematan anggaran subsidi BBM melalui peningkatan efisiensi dan kenaikan harga BBM; (iii) penghematan anggaran subsidi listrik melalui kenaikan tarif dasar listrik; dan (iv) penghematan penggunaan dana kontijensi untuk desentralisasi fiskal.
Sementara itu, untuk mendorong percepatan pelaksanaan desentralisasi fiskal, sejak tahun 2001 sebagian penerimaan APBN dialokasikan kepada daerah dalam bentuk dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Kebijakan ini menyebabkan pengelolaan fiskal Pemerintah Pusat berkurang, sebaliknya proporsi pengelolaan fiskal dalam penyelenggaraan pemerintah yang menjadi tanggung jawab daerah sepenuhnya melalui APBD meningkat tajam.
Namun demikian, bersamaan dengan upaya-upaya tersebut, memasuki tahun 2001 terjadi peningkatan ketidakpastian yang mengganggu proses pemulihan ekonomi. Secara garis besar, ada 7 (tujuh) permasalahan mendasar dalam perekonomian dan berbagai faktor risiko dan ketidakpastian yang masih dihadapi, yaitu: (i) berlanjutnya ketidakpastian politik dan keamanan dalam negeri, (ii) lambannya proses restrukturisasi utang perusahaan, (iii) belum pulihnya intermediasi perbankan, (iv) makin beratnya beban keuangan negara, (v) belum lancarnya pelaksanaan otonomi daerah, (vi) berlanjutnya ketidakpastian hukum, serta (vii) pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat.
Ketidakpastian ini berdampak kurang menguntungkan bagi pasar modal dan pasar uang. Hal ini tercermin pada minat asing pada pasar modal di dalam negeri yang rendah yang pada akhir triwulan II tahun 2001 sekitar 20,4 persen dari nilai kapitalisasi pasar. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan posisi akhir tahun 1999, yang sekitar 27 persen dari nilai kapitalisasi pasar.
Sementara itu, meskipun Bank Indonesia pada awal tahun 2001 mengeluarkan peraturan perdagangan rupiah oleh bank asing dan bukan penduduk, hingga semester I tahun 2001 tekanan terhadap rupiah masih berlanjut dengan gejolak yang tinggi. Pada awal triwulan III, seiring dengan lancarnya Sidang Istimewa MPR, nilai Rupiah sempat mnguat hingga pertengahan Agustus, sebelum kemudian kembali melemah. Namun, secara point to point, nilai Rupiah melemah 40 poin dari Rp 9.675,- pada akhir 2000 menjadi Rp 9.715,- per dolar Amerika pada akhir September 2001.
Nilai Rupiah yang masih cenderung lemah yang disertai dengan penerapan kebijakan harga dan pendapatan oleh Pemerintah serta ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang tinggi, telah menyebabkan laju inflasi sampai dengan bulan September 2001 secara kumulatif tahun kalender (year to date) mencapai 8,2 persen atau secara tahunan (year on year) mencapai 13,0 persen. Beberapa kebijakan pemerintah tersebut adalah peningkatan upah minimum regional, serta kenaikan pajak penjualan barang mewah, harga jual eceran rokok, harga BBM, tarif dasar listrik (TDL), tarif PAM serta tarif angkutan.
Sementara itu,  suku bunga SBI 1 bulan pada akhir September 2001 mencapai 17,57 persen, naik 304 bps dibandingkan kondisi pada akhir Desember 2000. Perkembangan yang sama juga terjadi pada suku bunga deposito 1 bulan yang meningkat 286 basis point menjadi 14,82 persen.
Dalam hal pelaksanaan APBN sampai dengan akhir Juni   (Semester I) 2001, tercatat defisit yang relatif kecil, yaitu Rp 908,5 miliar. Namun beberapa hal masih perlu diwaspadai. Pertama, dari sisi penerimaan negara, realisasi yang mencapai 43,8 persen dimungkinkan oleh tingginya harga ekspor minyak bumi dibandingkan yang diasumsikan dalam APBN Penyesuaiannya. Kedua, pengeluaran belanja rutin seperti subsidi non-BBM, pengeluaran rutin lainnya, pengeluaran pembangunan rupiah, dan dana bagi hasil, masing-masing baru mencapai 15,9 persen, 2,6 persen, 15,3 persen, dan 11,0 persen dari anggaran yang ditetapkan. Ketiga, jika besaran-besaran makro seperti nilai tukar Rupiah dan tingkat suku bunga SBI lebih buruk dari yang diperkirakan, maka beban anggaran bertambah berat.
Sementara di sisi eksternal, melambatnya perekonomian dunia serta merosotnya harga komoditi ekspor turut menyumbang bagi perlambatan kinerja ekspor nasional, yang selama semester I/2001, mencapai US$ 29,30 miliar atau lebih rendah 0,2 persen dibandingkan dengan semester yang sama tahun 2000. Adapun total nilai impor selama semester I/2001 mencapai US$ 17,75 miliar atau naik sekitar 29,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, kondisi neraca transaksi berjalan masih sedikit membaik dari surplus US$ 3,3 miliar dalam semester I/2000 menjadi US$ 3,8 miliar dalam Semester I/2001.
Berdasarkan perkembangan tersebut, perekonomian Indonesia dalam triwulan II tahun 2001 tumbuh sekitar 3,5 persen (y-o-y), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II tahun 2000 yang mencapai 5,2 persen. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh pembentukan modal tetap bruto, ekspor barang dan jasa, konsumsi pemerintah, dan konsumsi rumah tangga yang berturut-turut naik sekitar 17,9 persen, 13,5 persen, 5,7 persen, dan 4,8 persen. Pertumbuhan dari unsur permintaan agregat ini lebih lambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya (triwulan II tahun 2000 terhadap triwulan II tahun 1999) kecuali untuk konsumsi pemerintah dan rumah tangga.
Dalam upaya memulihkan perekonomian, diperlukan intermediasi perbankan yang memadai. Untuk itu ditempuh restrukturisasi perbankan dan dunia usaha. Perkembangan menunjukkan bahwa meskipun dalam triwulan III tahun 2001 pertumbuhan kredit mengalami penurunan, namun penyaluran kredit perbankan sampai dengan Agustus 2001 mengalami pertumbuhan sebesar 5,5 persen dari posisi akhir tahun 2000. Pertumbuhan yang relatif rendah tersebut disebabkan oleh apresiasi nilai tukar rupiah, sehingga menurunkan nilai kredit perbankan dalam valas. Apabila pengaruh kurs dihilangkan, maka posisi kredit perbankan pada periode yang sama mengalami pertumbuhan sebesar 8,8 persen. Selama delapan bulan pertama tahun 2001, pertumbuhan kredit valas masih lebih rendah dibandingkan dengan kredit rupiah yang terutama disebabkan oleh ketidakpastian nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing atau dengan kata lain masih tingginya risiko kredit valas yang dihadapi oleh debitur.
            Selanjutnya mengenai restrukturisasi utang dunia usaha. Restrukturisasi kredit yang difasilitasi Satgas Restrukturisasi Kredit Bank Indonesia menunjukkan kemajuan. Hingga Agustus 2001 jumlah kredit yang ditangani oleh Satgas telah mencapai Rp91,8 triliun yang mencakup 43.568 debitur. BPPN dan Prakarsa Jakarta juga telah mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam upaya merestrukturisasi utang perusahaan. Sampai dengan Bulan September 2001, BPPN telah meyelesaikan sekitar 89,9 persen restrukturisasi utang 21 obligor (tahap pembuatan MOU ke atas) terbesar dengan total utang sebesar Rp 90,8 trilliun. Sementara itu STPJ juga telah mengalami kemajuan yang berarti dalam upaya melakukan mediasi antara kreditur dan debitur. Hingga bulan Oktober 2001 jumlah perusahaan yang terdaftar di STPJ mencapai 112 kasus dengan total utang US$ 19,77 miliar.  Jumlah kasus yang telah diselesaikan mediasi restrukturisasi utangnya mencapai 60 kasus dengan total nilai utang mencapai US$ 12,36 miliar. Secara keseluruhan BPPN dan Prakarsa Jakarta, menurut laporan Survei Utang Perusahaan yang dilakukan oleh Prakarsa Jakarta hingga Juli 2001 BPPN dan STPJ  telah mampu merestrukturisasi utang perusahaan sebesar US$ 24,9 miliar (setelah dikurangi nilai overlap restrukturisasi yang dilakukan oleh BPPN dan Prakarsa Jakarta sekitar US$ 1,6 miliar); yang terdiri dari US$ 14,2 miliar oleh BPPN; dan US$ 12,2 miliar oleh Prakarsa Jakarta.     
Sementara itu, dalam rangka perluasan akses permodalan dilaksanakan penyempurnaan kredit program (bersubsidi) dengan ditetapkannya kredit ketahanan pangan (KKP) yang merupakan penggabungan beberapa skim kredit program. Pola pinjaman kredit tersebut ditetapkan tidak lagi mengikuti pola penyaluran (channeling), tetapi Bank Pelaksana berperan sepenuhnya dalam penilaian proposal, sumber pendanaan dan tanggung resiko kredit. Bila penyediaan kredit komersial untuk usaha kecil (KUK) sebelumnya merupakan kewajiban, maka mulai Januari  2001 penyediaan KUK lebih bersifat anjuran, namun perbankan tetap diwajibkan untuk menyampaikan rencana penyaluran KUK dan pelaporan atas pelaksanaannya. Penyaluran KUK sampai dengan April 2001 telah mencapai Rp 59,9 triliun yang disalurkan kepada sekitar 9,4 juta nasabah. Dalam  upaya menjaga kelangsungan hidup pengusaha mikro sebagai kompensasi pengurangan subsidi BBM, telah dilakukan program dana bergulir di 26 propinsi pada 341 kabupaten/kota kepada 2.906 KSP/USP dan 1.000 LKM dengan jumlah dana yang disalurkan sebesar Rp 340,6 miliar.
Untuk memperluas akses usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK) kepada sumber daya produktif non finansial, dilaksanakan dengan memperkuat jasa pengembangan usaha, teknologi, informasi dan pemasaran. Sampai saat ini telah berkembang sebanyak 608 klinik konsultasi bisnis di daerah-daerah, yang sebagaian besar dikelola oleh swasta dan telah berkembang 26 inkubator teknologi dan bisnis. Pengembangan penyedia jasa pengembangan usaha/layanan teknis yang mencakup reorientasi dan/atau restrukturisasi institusi milik pemerintah agar dapat memberikan layanan publik secara profesional dan terjangkau (fisik dan ekonomis);  peningkatan kapasitas dan kualitas layanan, dan penguatan lembaga-lembaga profesional pendukung seperti konsultan, LSM, dan asosiasi; pengembangan sistem akreditasi dan sertifikasi  peningkatan kapasitas jaringan pendukung usaha dalam pengembangan sistem informasi usaha, pemasaran, pusat disain dan promosi dan peningkatan profesionalitas tenaga-tenaga penyuluh/ pendamping. Berkaitan dengan peningkatan kualitas pengusaha kecil dan menengah terus dilanjutkan kegiatan pelatihan manajemen usaha, teknik produksi, dan kewirausahaan; pengenalan ISO 9000/14000 dan penerapan Gugus Kendali Mutu. Penumbuhan budaya kewirausahaan juga diikuti dengan penumbuhan kewirausahaan di kalangan siswa di sekolah.
Pengembangan UKMK selain untuk mendorong pemulihan ekonomi sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh perekonomian nasional sehingga memperkuat landasan pembangunan yang berkelanjutan. Upaya-upaya lain yang juga penting adalah meningkatkan daya saing, meningkatkan investasi, menyediakan sarana dan prasarana penunjang pembangunan ekonomi serta memanfaatkan kekayaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Dalam meningkatkan daya saing, upaya-upaya utamanya mencakup pengembangan ekspor, pengembangan industri berkeunggulan kompetitif serta peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kebijakan perdagangan luar negeri dalam rangka pelaksanaan program pengembangan ekspor diarahkan untuk memperluas pasaran barang-barang produksi dalam negeri dan meningkatkan peranan pedagang nasional dan usaha kecil adalah dengan meningkatkan akses pasar global. Langkah-langkah yang diambil adalah dengan meningkatkan daya saing produk ekspor, peran imbal dagang (counter trade), menciptakan iklim usaha yang kondusif, pemberdayaan sumber daya alam, pelatihan, pameran dagang, meningkatkan kapasitas kelembagaan ekspor baik peningkatan profesionalisme pelayanan maupun ketersediaan infrastruktur pelayanan kepada dunia usaha terutama untuk usaha kecil, menengah, dan koperasi.
Di samping itu, dalam rangka meningkatkan ekspor nasional telah dilakukan upaya yang terpadu dan berkesinambungan dalam menyusun dan menerapkan kebijakan perdagangan yang mampu merespon kebutuhan dunia usaha, melalui penyederhanaan administrasi prosedur ekspor-impor, mengurangi  hambatan perdagangan khususnya di dalam negeri, meningkatkan mutu komoditi ekspor melalui teknologi dan sumber daya manusia yang terampil, memberdayakan balai-balai pengujian dan sertifikasi mutu barang, dan meningkatkan misi dan diplomasi dagang.  
            Perkembangan ekspor non migas tertinggi Januari-Agustus 2001 menunjukkan negara tujuan ekspor tertinggi ditempati antara lain oleh negara Amerika Serikat sebesar US$ 5,3 miliar atau 17,0 persen, Jepang sebesar US$ 4,7 miliar atau 15,9 persen, dan Singapura sebesar US$ 3,8 miliar atau 10,8 persen.  Perkembangan ekspor juga terjadi pada kelompok industri pengolahan khususnya ekspor dari industri kecil. Dibandingkan tahun 1999, nilai ekspor industri kecil pada tahun 2000 meningkat sebesar 19,4 persen, yaitu dari US$ 2,55 miliar menjadi US$ 3,05 miliar yang terdiri dari cabang industri kecil pangan sebesar US$ 0,11 miliar, industri kimia, agro non pangan dan hasil hutan sebesar US$ 0,56 miliar, industri logam, mesin dan elektronika sebesar US$ 0,51 miliar, dan industri sandang, kulit dan aneka sebesar US$ 1,87 miliar. Dengan demikian ekspor industri kecil mampu memberikan kontribusinya sebesar 4,9 persen terhadap keseluruhan ekspor non migas
Sementara itu, pengembangan industri berkeunggulan kompetiutif menghadapi hambatan yang terkait dengan proses produksi berupa peraturan dan prosedur di bidang perpajakan, perbankan maupun perijinan yang memerlukan penyederhanaan dan penyempurnaan merupakan masalah utama yang perlu cepat diatasi. Hal penting lainnya yang perlu dicermati adalah masih terbatasnya kemampuan SDM industri dalam penguasaan manajemen dan teknologi.Tantangan lainnya yang juga dihadapi adalah lemahnya koordinasi dan sinergi kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah, dikhawatirkan akan berdampak negatif pada proses restrukturisasi pembangunan industri.
Industri skala kecil dan menengah yang merupakan salah satu komponen penting dalam upaya restrukturisasi dan pengembangan ekonomi kerakyatan juga tidak terlepas dari berbagai hambatan seperti: (1) kultur masyarakat yang masih bersifat agraris; (2) terbatasnya dukungan infrastruktur murah dan memadai; (3) terbatasnya dukungan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan; dan (4) terbatasnya wawasan terhadap aspek pelestarian lingkungan.   
Industri berkeunggulan kompetitif dikembangkan melalui upaya penguatan industri di daerah yang bertumpu pada sumber daya masing-masing daerah, pemberdayaan masyarakat, dan persaingan usaha yang sehat. Untuk itu, kebijakan industri memerlukan dukungan kebijakan perdagangan melalui pengembangan sistem distribusi yang dapat menjamin peningkatan penggunaan atau pemanfaatan kapasitas produksi industri tersebut. Kebijakan pembangunan industri juga perlu dukungan sistem pelayanan investasi yang efisien dan efektif dalam rangka menumbuhkan iklim usaha yang kondusif.
Sasaran program penataan dan penguatan basis produksi dan distribusi adalah (1) terwujudnya proses industrialisasi yang mantap; (2) makin kukuhnya upaya pengembangan klaster industri yang kompetitif berbasis SDA, SDM, dan sumber daya potensial lainnya, ternmasuk keragaman budaya; dan (3) makin tingginya keragaman basis produksi dan distribusi yang berdaya saing global.
Penguatan basis produksi dan distribusi diupayakan antara lain melalui: (i) pemantapan pasar; (ii) stabilitas harga yang wajar; dan (iii) penerapan teknologi informasi, peningkatan diversifikasi dan disain produk, penerapan sistem mutu dan standardisasi produk barang dan jasa serta penguatan kelembagaan standaridisasi dan kemetrologian untuk mendukung akreditasi dan sertifikasi barang dan jasa.
Produksi kelompok industri kimia, agro, dan hasil hutan pada tahun 2000 menunjukan utilisasi rata-rata kapasitas produksinya meningkat, yaitu mencapai 4,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan diperkirakan akan meningkat terus pada tahun 2001 ini. Untuk kelompok industri logam, mesin dan elektronika, selain terjadi peningkatan utilitas kapasitas produksi, perkembangan pada tahun 2000 menunjukkan pertumbuhan yang sangat berarti dibanding tahun 1999. Pertumbuhan terjadi pada kelompok industri logam dasar, industri permesinan dan industri mesin, alat listrik, dan elektronika.
Sementara itu, kinerja produksi yang ditunjukkan oleh kelompok-kelompok industri pada tahun 2001 secara umum tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan perkembangan yang dicapai pada tahun 2000. Fluktuasi produksi tetap mengikuti gejolak perkembangan pasar. Di antara kelompok produksi yang ada, kelompok produksi yang berbasis pada pertanian dan hasil hutan cenderung menunjukkan kinerja yang lebih baik.
Selanjutnya langkah penguatan institusi pasar, melalui kebijakan pembangunan di sektor perdagangan yang secara umum dilaksanakan dengan menciptakan pranata iklim perdagangan yang sehat melalui pembentukan peraturan-peraturan, pemantapan kelembagaan perdagangan, pembinaan usaha dalam rangka penciptaan persaingan usaha yang sehat, perlindungan konsumen, peningkatan penggunaan produksi dalam negeri, dan mewujudkan pola perdagangan dan sistem distribusi nasional yang mantap.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penciptaan persaingan usaha yang sehat adalah pelaksanaan sosialisasi implementasi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang diiringi dengan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia di berbagai instansi pemerintah yang terkait dengan pelaksanaan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; pelaksanaan kerjasama dengan berbagai pihak donor luar negeri dalam rangka pemberian bantuan teknis terhadap pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 di Indonesia; serta penyusunan perangkat hukum dan kelembagaan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang instansi pengawas pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Selain itu, untuk dapat mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan adil, KPPU telah menangani dan menyelesaikan kasus dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, baik yang dilaporkan oleh masyarakat atau pelaku usaha maupun yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya sesuai dengan ketentuan yang ada.

Upaya yang juga penting dalam meningkatkan daya saing adalah pembangunan kepariwisataan sejalan dengan upaya peningkatan kepariwisataan nasional dan pemulihan citra pariwisata Indonesia serta mengatasi isu strategis dan dalam rangka mencapai tujuan kepariwisataan nasional. Pada tahun 2001 telah ditempuh langkah langkah kebijakan, antara lain mengembangkan dan memperluas pasar pariwisata dan promosi ke  luar negeri; mengembangkan dan memperluas diversifikasi dan kualitas produk serta ragam objek dan daya tarik wisata; seiring dengan itu dilaksanakan pula peningkatan kemampuan sumber daya manusia pariwisata melalui pengembangan kualitas sekolah tinggi dan akademi pariwisata; memperluas partisipasi dan kemitraan masyarakat dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat serta pemanfaatan unsur kesenian dan kebudayaan serta unsur alami untuk pariwisata dilakukan secara bertanggung jawab dan menuju  pada pelestarian alam dan pengayaan nilai historis agar dapat menjadi wahana persahabatan antar bangsa dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.

Upaya mengembangkan daya saing juga ditempuh dengan mendayagunakan sumber daya iptek dengan mengoptimalkan pelayanan iptek kepada dunia usaha dan masyarakat. Langkah-langkah yang dilaksanakan antara lain berupa perluasan akses dan diseminasi informasi iptek serta berbagai program insentif yang secara langsung dapat meningkatkan pemanfaatan iptek terhadap peningkatan produktivitas dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah dan koperasi dan/atau berbasis sumber daya lokal.
Untuk meningkatkan akses dan diseminasi informasi hasil riset iptek dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan dunia usaha, upaya yang dilakukan pemerintah adalah: melakukan reposisi lembaga litbang untuk dapat melakukan pelayanan jasa dan informasi iptek secara lebih profesional dan pelaksanaan litbang sesuai kebutuhan dunia usaha dan masyarakat; meningkatkan penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan iptek dunia usaha dan masyarakat melalui berbagai insentif dan kemitraan; serta mendorong lemlitbang untuk menyediakan bantuan teknis kepada masyarakat.
Selanjutnya disajikan langkah-langkah mengenai kebijakan meningkatkan investasi, yang mencakup peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pengembangan pasar modal dan percepatan restrukturisasi perusahaan negara.
Langkah kebijakan penanaman modal diupayakan melalui penataan kembali perundang-undangan dan peningkatan pelayanan investasi. Dalam hal ini termasuk upaya kaji ulang dan penataan kembali prosedur dan tatacara sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

Hasil-hasil yang dicapai menunjukkan bahwa dalam delapan bulan pertama tahun 2001  telah disetujui 872 proyek PMA dengan nilai investasi US$ 5,7 miliar. Ditinjau dari penyebaran bidang usaha yang diminati oleh investor adalah Perdagangan dan Reparasi 300 proyek, Jasa Lainnya 145 proyek serta Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronika 72 proyek.  Dari sisi jumlah investasi yang menonjol adalah Industri Kimia, Barang Kimia dan Farmasi US$. 1,7 miliar, Industri Kertas, Barang dari Kertas dan Percetakan US$ 0,72, Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronika US$. 0,46 miliar serta Jasa Lainnya US$. 0,41 miliar. Sementara itu, DKI Jakarta merupakan lokasi yang paling diminati oleh investor dengan jumlah proyek 402. Kemudian diikuti oleh Jawa Barat/Banten, Bali dan Riau masing-masing dengan jumlah proyek 212, 83 dan 63 buah proyek.

Dalam rangka mengembangkan pasar modal  telah diupayakan langkah-langkah pembenahan peraturan untuk mempersiapkan lembaga pengawas keuangan yang independen, menyempurnakan dan melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, termasuk penyempurnaan terhadap Undang-Undang Pasar Modal, serta tersedianya sistem informasi manajemen pasar modal yang memberikan peningkatan akses informasi keuangan perusahaan bagi masyarakat luas.
Selanjutnya telah dilakukan upaya pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di pasar modal, sosialisasi dan implementasi prinsip-prinsip good corporate governance secara menyeluruh kepada pelaku pasar modal terutama  kepada perusahaan publik dan perusahaan efek.
            Dalam kaitannya dengan pembenahan sistem keuangan serta mendukung proses rekapitalisasi perbankan, telah diwujudkan pasar sekunder bagi instrumen obligasi pemerintah. Hingga September 2001, posisi obligasi pemerintah tercatat di Bursa Efek Surabaya sebesar Rp. 400,4 Triliun, dan sejumlah Rp. 64,1 triliun diantaranya dapat diperdagangkan oleh masyarakat. Nilai obligasi pemerintah yang dapat diperdagangkan tersebut mencapai 67 persen dari total pasar obligasi nasional.
Selain pasar obligasi, pengembangan pasar saham terhadap sistem keuangan dan lembaga keuangan khususnya perbankan menunjukkan adanya efek saling menguatkan bukannya saling melemahkan (crowding out) antara satu dengan lainnya. Bila dibandingkan terhadap tahun 1999, nilai emisi saham dan kredit perbankan telah meningkat masing-masing sebesar 9,4 persen dan 19,5 persen (pada tahun 2000), serta sekitar 2,0 persen dan 7,0 persen pada kuartal ketiga tahun 2001.
Sementara itu, dalam rangka memantapkan proses restrukturisasi perusahaan negara telah dilakukan berbagai langkah kebijakan serta hasilnya sebagai berikut.
Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tanggal 5 Juni 2001 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor  146/KMK.05/2001 tanggal 27 Maret 2001 tentang Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN yang merupakan komitmen pemerintah dalam penerapan pengelolaan perusahaan yang sehat (good corporate governance) di BUMN berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi, transparansi, profesionalisme, independensi dan akuntabilitas;
Melalui berbagai kebijakan pemerintah seperti program restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi BUMN, serta penerapan prinsip-prinsip good corporate governance di BUMN, telah membuahkan hasil yang tercermin dari perkembangan realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN yang dalam tahun anggaran 2000 (kurun waktu 9 bulan) mencapai Rp 5.281,3 miliar atau 0,6 persen dari PDB. Untuk tahun anggaran 2001 jenis penerimaan ini direncanakan mencapai Rp 9.000,0 miliar atau 0,6 persen dari PDB. Sementara itu dari hasil privatisasi BUMN, untuk tahun anggaran 1999/2000 dari target penerimaan privatisasi sebesar Rp 13 triliun, yang terealisasi sebesar Rp 7,2 triliun. Sedangkan dalam tahun anggaran 2000/01 dari target privatisasi sebesar Rp. 6,5 triliun, untuk tahun yang bersangkutan tidak diperoleh realisasi sama sekali. Untuk tahun anggaran 2001/2002, target privatisasi adalah sebesar Rp 6,5 triliun. Pada bulan Mei 2001 PT. Indofarma berhasil menjual sahamnya kepada publik sebesar Rp 180,0 miliar, namun hasil penjualan ini sepenuhnya masuk ke kas perusahaan dan bukan ke APBN.
Dalam upaya menjelaskan kebijakan pemerintah mengenai pembinaan BUMN kepada masyarakat, telah disusun Master Plan BUMN 2001 yang merupakan  revisi dari Master Plan BUMN  tahun sebelumnya (Mei 2000).
Selanjutnya adalah upaya untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang ekonomi. Kemampuan penyediaan tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan permintaan  secara nasional masih terbatas. Hal ini terlihat bahwa sampai dengan tahun 2000 pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik pada sistem Jawa-Bali  mencapai 9,9 persen sedangkan kemampuan peningkatan penyediaannya tidak memadai. Sistem luar Jawa-Bali dalam kondisi kritis serta terus bertambah parah. Keadaan lain yang menambah persoalan adalah adanya gangguan operasional di lapangan dan permasalahan keuangan yang berat pada perusahaan penyedia prasarana tenaga listrik.
Untuk itu dalam jangka pendek diupayakan agar tingkat pelayanan dan penyediaan prasarana tenaga listrik berada pada tingkat yang wajar, dengan menyelesaikan pembangunan beberapa pembangkit dan pembangunan jaringan transmisi baik pada sistem Jawa-Bali maupun sistem di luar Jawa-Bali. Sejalan dengan itu dilaksanakan pula kebijakan pembangunan listrik perdesaan untuk mendorong kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan, melalui pembangunan jaringan dan gardu distribusi serta usaha kerjasama dengan masyarakat melalui KUD. Selain itu pemerintah tetap mengusahakan peningkatan prioritas bagi wilayah yang belum berkembang, daerah perdesaan dan pemberian bantuan atau subsidi bagi golongan masyarakat pengguna listrik yang tidak mampu. 
Kebijakan lain yang ditempuh adalah restrukturisasi sektor ketenagalistrikan yang dilaksanakan melalui penyelesaian Undang-undang Ketenagalistrikan. Restrukturisasi ini dimaksudkan untuk mengatur usaha penyediaan tenaga listrik agar kesinambungan pelayanan menjadi lebih baik, meningkatkan peranan swasta dan swadaya masyarakat melalui koperasi serta mewujudkan iklim yang mendukung masuknya investasi baru.           
            Sementara itu, kondisi sektor transportasi di tahun 2000 menunjukkan tanda-tanda pemulihan dengan meningkatnya jumlah penumpang dan barang yang diangkut baik oleh angkutan jalan raya, kereta api, angkutan penyeberangan, sungai dan danau, angkutan laut dan angkutan udara. Peningkatan tersebut merupakan hasil kebijakan yang ditempuh baik dalam penyediaan prasarana transportasi darat, laut dan udara yang berupa rehabilitasi  prasarana  jalan dan jembatan, prasarana kereta api, prasarana angkutan sungai, danau dan penyeberangan, fasilitas pelabuhan laut dan bandar udara berikut keselamatan dan keamanannya; peningkatan prasarana transportasi untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat berupa peningkatan/pembangunan jalan dan jembatan, jalan kereta api, fasilitas pelabuhan dan bandar udara; kebijakan dalam pemberian kemudahan dan kesempatan yang lebih luas dan sama kepada perusahaan swasta dan BUMN dalam berpartisipasi di bidang pelayanan transportasi; standarisasi dan pengawasan keselamatan, keamanan, dan kelaikan prasarana dan sarana transportasi; kebijakan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, efisiensi dan akuntabilitas penyelenggara transportasi; kebijakan penetapan tarif dengan tujuan agar dapat terjangkau oleh masyarakat, dapat memenuhi kebutuhan operasi penyelenggara transportasi, dapat menarik minat swasta untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan transportasi, dan dapat menjamin kelangsungan usaha; pelaksanaan pelayanan transportasi keperintisan pada daerah terpencil, pedalaman dan terisolasi.
Selanjutnya, dalam rangka mencapai pemanfaatan kekayaan sumber daya alam secara berkelanjutan telah diupayakan berbagai langkah di sektor kelautan, pertambangan, kehutanan  dan sumber daya air.
Dalam pengelolaan kelautan, peningkatan faktor produksi kelautan di luar perikanan seperti pemberian ijin pemanfaatan perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) kepada pihak asing diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara. Untuk meningkatkan pemantauannya, direncanakan pengenalan penggunaan teknologi tinggi seperti penggunaan satelit untuk monitoring dan evaluasi. Disamping itu, juga dilaksanakan kerjasama regional, misalnya penelitian perairan ZEEI Laut Sulawesi bersama negara Philipina dan Australia. Dalam rangka menuju pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan, dilakukan upaya penataan pengelolaan wilayah pesisir yang dilandasi dengan peraturan perundangan yang jelas, melalui penyusunan Rancangan Undang Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir, yang mengakomodasi berbagai kepentingan publik melalui pengembangan forum konsultasi publik di daerah dan nasional.
Sementara itu, beberapa langkah telah dilakukan dalam rangka pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang meliputi antara lain pengendalian penebangan kayu liar, penanganan kebakaran hutan, penanggulangan perambahan hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, dan desentralisasi pengelolaan hutan.
Dalam rangka mengendalikan penebangan kayu liar telah diadakan beberapa kali operasi intelijen dan penertiban terhadap penggergajian kayu (sawmill) liar. Untuk memperkuat upaya ini telah dikeluarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di kawasan ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Puting. Untuk menanggulangi kebakaran hutan telah dilakukan upaya yang sifatnya pencegahan terjadinya kebakaran. Sementara itu, penyelesaian penataan batas dan penetapan kawasan hutan, pengukuhan seluruh kawasan hutan dan kawasan perairan dengan peraturan perundangan, dilakukan untuk menanggulangi perambahan hutan.
Selanjutnya, dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan, konservasi, dan rehabilitasi sumbedaya alam dilakukan pemantapan pengelolaan kawasan konservasi yang ada seperti Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Marga Satwa, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya, Taman Buru, dan Hutan Lindung di 1.077 unit kawasan yang mencakup areal seluas 56,87 juta hektar.  Upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis dilakukan melalui pembangunan hutan tanaman industri, penghijauan, pembangunan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan. Kegiatan tersebut berhasil merehabilitasi areal masing-masing seluas 14,00 ribu hektar,  523,99 ribu hektar, 50,33 ribu hektar, dan 58,87 ribu hektar. Sejalan dengan upaya tersebut, telah dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam, yaitu melalui penyaluran kredit pengembangan hutan rakyat pola kemitraan. Demikian pula, upaya pengelolaan keanekaragaman hayati darat dan laut dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati terus dikembangkan dengan menyiapkan berbagai perangkat kebijakan dan pembagian keuntungan yang adil dari perekayasaan sumber daya genetik.
Untuk mencegah dan mengendalikan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup telah dilakukan antara lain peningkatan pelaksanaan Program Langit Biru dari sumber bergerak (transportasi) dan tidak bergerak (industri). Dalam kaitan dengan emisi gas rumah kaca, telah disusun Strategi Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Gas Rumah Kaca terhadap lingkungan, dan pada saat ini juga sedang dilakukan studi strategi nasional Clean Development Mechanism (CDM) dan alternatif-alternatif penggunaan bahan bakar selain fosil;  upaya penggantian bahan perusak lapisan ozon  (BPO), dan terus dilakukan pengawasan penggunaan Chloro Fluoro Carbons  (CFC) tanpa ijin.
Di samping itu,  telah dilaksanakan pula penyiapan penyusunan rancangan undang-undang pengelolaan sumber daya alam berikut perangkat peraturannya dengan mengembangkan forum konsultasi publik. Pada saat ini penyiapan RUU tersebut sudah sampai pada tahap penyelesaian Naskah Akademis.  Selanjutnya, untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian kapal-kapal ikan juga telah direncanakan pengembangan Vessel Monitoring System/Monitoring Controlling and Surveillance (VMS/MCS); dan dalam rangka kerjasama regional untuk penangkapan ikan secara ilegal, Indonesia telah ikut menyepakati International Plan of Action on Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.
Dalam rangka pelestarian sumber daya air telah dilakukan pengaturan kembali peran dan tanggungjawab pemerintah pusat, pemerintah provinsi/kabupaten/kota, swasta, dan masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian sumber-sumber air; dan penyelenggaraan konservasi air tanah dan air permukaan secara terpadu. Sedangkan dalam pengelolaan sumber daya alam mineral, Pemerintah Pusat hanya akan melaksanakan fungsi inventarisasi potensi sumber daya mineral dan energi serta air bawah tanah. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan fungsi tersebut adalah pemetaan geologi dan geofisika penyelidikan eksplorasi potensi bahan galian mineral dan panas bumi, dan penelitian geologi untuk pencarian potensi baru sumber daya mineral dan energi. Disamping itu juga telah dilakukan pendataan terhadap cadangan mineral logam utama yang tersedia dalam jumlah besar yaitu: nikel, timah, besi, bauksit dan tembaga.
Demikian berbagai permasalahan, langkah dan hasil-hasil yang dicapai dalam mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan yang berkelanjutan. Selanjutnya disampaikan berbagai tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pembangunan.
Tindak lanjut yang diperlukan dalam proses pemulihan ekonomi akan tergantung oleh tingkat kepercayaan masyarakat. Kecenderungan melemahnya rupiah, meningkatnya suku bunga SBI, meningkatnya inflasi, melambatnya pertumbuhan ekspor nonmigas, masih tingginya ketidakstabilan keamanan akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya guna mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat dan mempercepat proses pemulihan ekonomi.
Stabilitas ekonomi makro perlu terus diciptakan dan dimantapkan terutama untuk mengurangi tekanan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati-hati serta koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang semakin baik.
Untuk kebijakan moneter, dengan memperhatikan prospek ekonomi pada triwulan-triwulan ke depan dan sasaran inflasi yang ditetapkan serta berbagai tantangan yang muncul, akan diupayakan agar dapat dilaksanakan secara konsisten dan disiplin. Untuk mengendalikan pertumbuhan uang primer perlu dilaksanakan kebijakan moneter yang cenderung ketat (tight-bias). Instrumen moneter yang digunakan adalah kombinasi antara Operasi Pasar Terbuka,  sterilisasi valas dan intervensi rupiah.
Di sektor fiskal, ketahanan fiskal perlu dimantapkan terutama dalam upaya menutup defisit anggaran tahun 2001 melalui peningkatan sisi penerimaan. Di samping itu, diupayakan pula ketersediaan pembiayaan anggaran dalam jumlah memadai, antara lain dengan mengupayakan agar pinjaman luar negeri terutama pinjaman program dapat segera dicairkan. Dalam upaya meningkatkan penerimaan negara khususnya pajak perlu diperhatikan prinsip-prinsip keadilan yang dalam pelaksanaannya tidak justru menghambat proses pemulihan ekonomi.
Untuk mengurangi beban pembayaran utang luar negeri pemerintah dan mempercepat pencairan pinjaman program dan penyerapan proyek pinjaman luar negeri perlu dilakukan langkah-langkah tindak lanjut, antara lain mempercepat proses pembahasan RUU yang menjadi persyaratan pencairan bantuan program dengan DPR, menyelesaikan peraturan-peraturan yang telah menjadi komitmen, dan melakukan renegosiasi dengan donor untuk memperoleh keringanan persyaratan, melakukan renegosiasi untuk proyek non fisik (bersifat pendidikan, latihan, dan kesehatan) dengan donor untuk memperoleh keringanan syarat, melakukan sosialisasi ke daerah mengenai pinjaman luar negeri tentang guidelines, prosedur dan peraturan yang harus dipenuhi dari donor sehingga daerah benar-benar paham mengenai manfaat maupun bebannya. Selanjutnya perlu dilakukan upaya untuk menyelesaikan dan mempercepat pengajuan replenishment ke donor untuk proyek-proyek yang mengalami back-log cukup lama sehingga mengurangi beban rekening Sub-BUN;  mengintensifkan komunikasi dengan kreditor dan IMF, meningkatkan kemampuan manajeman utang pemerintah luar negeri dan  mencari alternatif pembiayaan untuk mengganti beban kewajiban pembayaran bunga dan cicilan pokok pinjaman luar negeri.
Di sisi eksternal, dalam rangka meningkatkan daya saing perekonomian pada umumnya dan komoditi ekspor pada khususnya perlu dihindari campur tangan pemerintah yang berlebihan dalam bentuk perlindungan baik berupa tarif maupun nontarif.  Penurunan tarif impor diperlukan untuk meningkatkan daya saing mengingat banyak komoditi ekspor nasional yang menggunakan bahan baku impor. Upaya lain untuk meningkatkan ekspor antara lain adalah menyederhanakan prosedur keluar masuk barang di pelabuhan, meningkatkan koordinasi yang lebih baik antara kebijakan dan institusi terkait, meningkatkan efisiensi sehingga tercapai peningkatan daya saing terutama dengan negara-negara di Asia, dan diversifikasi produk ekspor nonmigas.
Selanjutnya, program restrukturisasi utang perusahaan dan memulihkan fungsi intermediasi perbankan perlu dipercepat. Percepatan program restrukturisasi utang swasta dimaksudkan agar perusahaan yang dihadapkan pada masalah utang segera dapat menjalankan kegiatannya dan memperoleh kepercayaan kembali dari pihak kreditur. Adapun dorongan bagi pulihnya fungsi intermediasi perbankan dimaksudkan agar sektor keuangan secepatnya dapat mendukung kegiatan perekonomian. Kesinambungan investasi tidak dapat dipertahankan tanpa dukungan lembaga keuangan yang kuat.
Di sektor perbankan, dalam rangka mencapai CAR 8 persen, terdapat beberapa alternatif yang dapat dipergunakan bank-bank yang mengalami kesulitan untuk mencapai ketentuan tersebut yaitu dengan tambahan modal, mencari strategic partner, atau merger dengan bank lain. Program utama lainnya adalah mempercepat restrukturisasi kredit baik yang dilakukan bank sendiri maupun melalui BPPN, Prakarsa Jakarta dan Satgas Restrukturiasi Kredit Bank Indonesia. Sasaran langkah tersebut adalah menekan jumlah NPLs  menjadi di bawah 5 persen pada akhir tahun 2001.
Sementara itu program pemantapan ketahanan sistem perbankan dilanjutkan, dengan fokus pada good corporate governance, dan pengembangan pengawasan bank yang didasarkan atas resiko (risk based supervision), serta penyempurnaan ketentuan perbankan.
Dalam rangka mempercepat restrukturisasi utang perusahaan maka tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah terus meningkatkan pelaksanaan proses negosiasi antara debitor dan kreditor di BPPN dan Prakarsa Jakarta secara transparan dan akuntabel antara lain melalui pengembangan kebijakan insentif dan pinalti agar debitur lebih kooperatif dalam menyelesaikan utang-utangnya. Selanjutnya, meningkatkan koordinasi di antara lembaga, tim, dan satgas yang menangani penyelesaian pinjaman luar negeri swasta. Faktor penting lainnya adalah meningkatkan kapasitas dan kinerja peradilan niaga, termasuk penegakan pelaksanaan Undang-undang kepailitan dan  mengembangkan berbagai metoda alternatif untuk mempercepat restrukturisasi utang swasta.
Berbagai langkah tindak lanjut seperti diuraikan di atas diharapkan akan dapat mempercepat pemulihan ekonomi dan pada gilirannya mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. Di samping itu, dilakukan pula upaya untuk menyediakan kebutuhan pokok melalui pembangunan pertanian dan upaya mengurangi pengangguran melalui pembangunan ketenagakerjaan.
Di sektor pertanian untuk mendorong pembangunan yang berbasis pertanian dan perdesaan perlu terus ditingkatkan upaya-upaya meningkatkan produktivitas usaha tani melalui peningkatan mutu dan perluasan areal intensifikasi, menjamin ketersediaan dan distribusi benih unggul dan sarana produksi, memperbaiki pengelolaan pasca panen dengan pengembangan dan penggunaan alat dan mesin pertanian, serta meningkatkan penerapan teknologi konservasi. Selanjutnya pembangunan pengairan juga harus ditingkatkan dengan meningkatkan peranserta masyarakat pada kegiatan-kegiatan: 1) penyiapan peraturan-peraturan yang menyangkut pemanfaatan sumber daya air;  2) penataan kembali peranan pemerintah pusat yang akan dibatasi hanya pada kegiatan pengaturan; dan 3) pembuatan prosedur dan peraturan dalam rangka penyerahan kewenangan pelaksanaan pembangunan pengairan kepada pemerintah daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten.
Sementara itu, dalam hal ketenagakerjaan, dalam rangka mendukung kebijaksanaan di bidang pelatihan, perlu dilakukan penyusunan standar kualifikasi keterampilan dan sertifikasi kompetensi yang efektif dan diakui oleh pihak pengguna atau dunia industri.  Selanjutnya, koordinasi dan keterpaduan pelatihan lintas sektor termasuk  tenaga kerja ke luar negeri terus diupayakan. Selain itu, dalam rangka mengurangi gejolak industrial yang semakin meningkat, sosialisasi bentuk-bentuk konvensi, Undang-undang, dan Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menakertrans yang berkaitan dengan kepentingan pekerja dan pengusaha harus lebih ditingkatkan.
Tindak lanjut yang juga penting adalah untuk memantapkan pengembangan UKMK agar memberikan kesempatan yang lebih luas bagi upaya meningkatkan pendapatan masyarakat. Dalam rangka pengembangan iklim usaha yang kondusif, pengembangan UKMK memerlukan upaya struktural. Dengan pelibatan  pelaku  ekonomi dalam jumlah yang sangat besar dan berada dalam posisi tertinggal memerlukan langkah kebijakan dan program yang dilaksanakan secara sistematis dan konsisten disertai dengan dukungan penuh seluruh pihak-pihak terkait pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha dan masyarakat. Perhatian khusus perlu diberikan pada upaya pengembangan kelembagaan dalam arti luas beserta peningkatan kapasitasnya. Penyempurnaan iklim usaha perlu dilakukan terus-menerus yang mendukung terciptanya kesempatan usaha seluasnya dan berkurangnya hambatan serta biaya usaha;  perluasan dan penguatan kelembagaan pendukung bagi tersedianya akses kepada sumber daya produktif yang makin terjangkau mudah dan meluas; dan peningkatan profesionalitas dan kewirausahaan pelaku usaha kecil dan menengah, serta berfungsinya peran koperasi bagi para anggotanya. Kesemuanya ditujukan untuk membangun keunggulan kompetitif dan mempercepat perubahan struktural.
Selanjutnya langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk meningkatkan daya saing, antara lain melalui pembenahan sektor perdagangan, pariwisata, dan peningkatan iptek.
Di sektor perdagangan, perlu diupayakan berbagai langkah untuk memantapkan program pengembangan ekspor dengan didukung oleh penguatan pasar modal, antara lain dengan  meningkatkan frekuensi dan optimalisasi upaya diplomasi perdagangan, menata kelembagaan dan sistem fasilitasi perdagangan internasional, menata sistem informasi perdagangan internasional dan peningkatan kualitas penyebaran informasi hasil kerjasama/komitmen perdagangan internasional, meningkatkan kehandalan sistem penetrasi pasar luar negeri dan meningkatkan peranserta dunia usaha dalam penetrasi pasar luar negeri dan meningkatkan peranserta usaha kecil-menengah dalam perdagangan internasional.
            Selanjutnya dalam rangka meningkatkan persaingan usaha, upaya-upaya untuk menyediakan fasilitasi kompetisi pasar terus dilakukan melalui beberapa kegiatan prioritas yang antara lain adalah: penguatan kelembagaan dan SDM pengawas pelaksanaan Larangan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha yang tidak sehat, baik lembaga yang bersifat independen maupun instansi pemerintah terkait;  pelaksanaan deregulasi yang konsisten dan terarah baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah; serta perumusan pernyataan sikap dan komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk menjadikan otonomi daerah sebagai salah satu daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dan bukan sebagai hambatan dan penghalang terhadap arus investasi yang masuk ke Indonesia.
Untuk meningkatkan perlindungan terhadap konsumen akan dilakukan penyiapan dan pengesahan perangkat peraturan pendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, yaitu Keputusan Presiden dan Peraturan Pemerintah, serta petunjuk pelaksanaan dan dokumen lainnya yang dapat dijadikan acuan untuk menindaklanjuti dan  memfasilitasi keluhan-keluhan konsumen. Selain itu, akan segera dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di tingkat pusat dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di tingkat daerah sehingga masyarakat akan terlindungi dari praktek-praktek pelaku usaha yang merugikan konsumen dan hal ini diharapkan dapat menurunkan tingkat kerugian masyarakat terhadap barang dan jasa yang telah dibelinya.
Dalam hal pariwisata, guna menarik wisatawan untuk datang ke Indonesia terus dikembangkan potensi  objek dan daya tarik wisata serta melaksanakan atraksi wisata dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat terutama usaha kecil dan menengah di sekitar objek dan daya tarik wisata untuk berperan aktif dalam meningkatkan perekonomiannya.  Selain itu untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dipersiapkan kebijakan  dan kemudahan berusaha dan perijinan pariwisata.
            Adapun mengenai iptek dicatat bahwa penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan iptek baru akan berdampak secara signifikan terhadap peningkatan produktivitas nasional apabila telah dapat dilaksanakan oleh sektor produktif. Untuk itu, pembudayaan, sosialisasi dan diseminasi hasil-hasil litbang ke dunia usaha dan masyarakat akan terus dilaksanakan.  Program Pemanfaatan Iptek di Daerah serta berbagai sistem insentif yang telah dilaksanakan akan dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya. Keterkaitan antar jaringan informasi teknologi yang telah dibangun di pusat dan daerah akan terus ditingkatkan kualitasnya, terutama yang dapat dimanfaatkan oleh sektor produktif. Data dan informasi mengenai teknologi tepat guna, informasi iptek siap pakai lainnya, serta keragaan pusat-pusat pelayanan teknologi akan terus ditingkatkan. Asistensi teknis maupun informasi iptek dari lemlitbang kepada dunia usaha dan masyarakat akan dikaji untuk dapat dipadukan dengan berbagai program dari instansi teknis lainnya termasuk dengan skema kredit maupun pembiayaan lain yang telah ada.
Selanjutnya adalah upaya untuk meningkatkan investasi. Untuk menarik minat dan realisasi investasi, pemerintah secara terus menerus diupayakan pemberian sistem insentif dalam bentuk kemudahan perizinan dan pembebasan dan/atau keringanan fiskal kepada kegiatan penanaman modal khususnya investasi yang berorientasi pengembangan regional guna memacu pertumbuhan daerah. Untuk meningkatkan peran dan mewujudkan pasar modal yang tangguh dan berdaya saing global, perlu segera dilakukan upaya-upaya fundamental antara lain percepatan penyelesaian revisi terhadap Undang-undang Pasar Modal, prosedur perdagangan tanpa warkat yang ditunjang oleh perangkat pelaksanaannya serta peraturan yang diperlukan guna meningkatkan peran UKM dan Koperasi di dalam kegiatan pasar modal serta percepatan penyusunan mekanisme pengawasan pasar modal dan  pengembangan kebijaksanaan pasar sekunder terutama obligasi pemerintah beserta sosialisasinya.
Sementara itu, upaya mendorong investasi juga akan dilakukan dengan mempercepat restrukturisasi perusahaan negara. Agar berbagai kebijakan pemerintah mengenai reformasi BUMN dapat berjalan seperti yang diharapkan, diperlukan langkah-langkah tindak lanjut seperti melakukan sosialisasi program restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi BUMN, mempersiapkan Undang-Undang BUMN yang mengatur keberadaan dan pengelolaan BUMN secara profesional; dan dalam upaya meningkatkan transparansi BUMN, menyusun jaringan komunikasi dan publikasi melalui fasilitas internet, BUMN On Line, serta Web Site.
Pembangunan yang berkelanjutan memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Beberapa tindak lanjut yang diperlukan untuk itu dapat dilaporkan sebagai berikut.
Pembangunan sektor ketenagalistrikan akan membutuhkan investasi yang besar, maka diperlukan upaya tindak lanjut agar kebijakan yang telah dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan berkesinambungan. Upaya tindak lanjut juga diarahkan sebagai penyelesaian isu-isu penting yang terkait yaitu: otonomi daerah, good corporate governance, efisiensi PT. PLN (Persero) dan restrukturisasi sektor energi.
Sebagai upaya pertama adalah mempertahankan kondisi sarana dan prasarana ketenagalistrikan melalui upaya pemeliharaan sarana dan prasarana ketenagalistrikan yang ada serta penyelesaian pembangunan sarana dan prasarana ketenagalistrikan yang sedang berjalan. Upaya tindak lanjut lainnya adalah restrukturisasi sektor ketenagalistrikan yang dilaksanakan melalui penyelesaian Undang-undang Ketenagalistrikan yang mengatur usaha penyediaan tenaga listrik di masa depan berdasarkan kompetisi pasar yang transparan dan kaedah berusaha yang sehat.
Sejalan dengan itu untuk mengurangi beban pemerintah dalam subsidi dan beban PLN dilaksanakan perubahan tarif dasar listrik.  Tarif dasar listrik dalam jangka panjang secara bertahap dan terencana akan disesuaikan dengan nilai keekonomiannya, namun di lain pihak dilakukan peningkatan efisiensi dan pelayanan dalam penyediaan tenaga listrik. Langkah ini dilaksanakan dalam rangka menarik pihak swasta dan menjadikan dasar bagi PLN untuk dapat memperbaiki kondisi kesehatan perusahaan.
Selanjutnya, meskipun kebijakan yang dilakukan telah meningkatkan produksi di bidang transportasi, namun untuk masa yang akan datang masih diperlukan langkah-langkah tambahan berupa reformasi pembangunan transportasi, meningkatkan kualitas pelayanan transportasi, meningkatkan peran serta masyarakat, swasta dan BUMN, penerapan sistem kebijakan tarif angkutan yang  lebih transparan dan  kompetitif; mempertegas fungsi  pemerintah pusat dan pemerintah  daerah  dalam penyediaan pelayanan transportasi.
            Pembangunan pos, telekomunikasi dan informatika terus dilanjutkan melalui penambahan kapasitas, perluasan jangkauan pelayanan serta penambahan titik-titik akses jasa pos, telekomunikasi dan informatika. Guna menciptakan penyelenggaraan telekomunikasi yang lebih kompetitif dan transparan dengan menghilangkan praktek-praktek monopoli dan persaingan tidak sehat, selama satu tahun terakhir Pemerintah terus melaksanakan reformasi dan deregulasi terhadap faktor-faktor yang menghambat investasi, produksi, distribusi dan perdagangan antara lain melalui penerbitan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi beserta regulasi pendukungnya. Disamping itu konvergensi antara telekomunikasi dan informatika (telematika) juga dimanfaatkan guna menunjang sektor ekonomi termasuk untuk meningkatkan pelayanan publik. Dalam rangka mendukung pengembangan dan pendayagunaan telematika di Indonesia, Pemerintah telah menyusun kerangka kebijakan beserta rencana tindaknya, menyiapkan perangkat hukum, serta akan membentuk lembaga koordinasi yang mantap.
Pembangunan yang berkelanjutan juga mensyaratkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang seksama. Tindak lanjut dalam hal ini ditempuh  antara lain melalui penyempurnaan data potensi sumber daya alam baik hutan, mineral, laut, air dan lahan melalui pembentukan mekanisme jaringan informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup di pusat dan daerah;  penyusunan rencana pengelolaan sumber daya hutan dan air berdasarkan daerah aliran sungai (DAS) prioritas dan tata ruang; penyusunan pedoman tentang nilai sewa dan pajak sebagai dasar penetapan provisi sumber daya alam dan penyusunan mekanisme pemeliharaan kawasan konservasi yang melibatkan masyarakat, pemerintah daerah dan swasta; penyusunan peraturan disinsentif dalam bentuk tarif dan user fee bagi penggunaan sumber daya alam yang tidak terkendali; pengembangan teknologi pengelolaan limbah;  penataan institusi dan aparatur pengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup di propinsi, kabupaten dan kota yang sejalan dengan desentralisasi yang berkembang; penetapan peraturan yang mengatur kewenangan dan tanggungjawab daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; serta peningkatan peran dan partisipasi masyarakat, dunia usaha/swasta, dan lembaga sosial masyarakat dalam pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
Selanjutnya, untuk pelestarian sumber-sumber daya air diperlukan penyempurnaan peraturan-peraturan serta kelembagaannya dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999; pembentukan jaringan dan kelembagaan pengelolaan pengumpulan data hidrologi di tingkat nasional dan propinsi; dan dalam rangka meningkatkan sumber-sumber air perlu pengelolaan dan pelestarian daya tampung waduk, danau, situ, telaga, embung, serta bangunan penampung air lainnya.  Sedangkan dalam rangka pemanfaatan sumber daya mineral yang dapat memberikan hasil yang optimal dan dampak buruk yang minimal, maka perlu perbaikan dalam penyediaan data sumber daya mineral yang lengkap dan menyeluruh, dan serta penguasaan teknologi yang memadai termasuk interpretasi data informasinya; pembimbingan konservasi tambang dan konservasi alam pada lingkungan usaha pertambangan.

3.                  Meningkatkan Pembangunan Daerah
Pelaksanaan pembangunan selama ini lebih menekankan pada pendekatan sektoral yang cenderung terpusat sehingga pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan kapasitasnya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan masyarakat secara optimal. Di samping itu, pembangunan sektoral yang terpusat kurang memperhatikan keragaman kondisi sosial ekonomi daerah sehingga menyebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, lemahnya kinerja pemerintah daerah, dan kurang efektifnya pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam meningkatkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 serta berbagai bentuk peraturan perundang-undangannya memberikan peluang bagi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Namun, tantangan yang dihadapi adalah dalam memanfaatkan kebijakan desentralisasi dan otonomi ini secara optimal untuk meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah daerah serta mengembangkan hubungan antara pihak eksekutif dan legislatif, termasuk pemahaman fungsi masing-masing lembaga. Tantangan yang lain adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai pengambilan keputusan pembangunan, termasuk melalui partisipasi lembaga dan organisasi masyarakat.
Sementara itu, kesenjangan kesejahteraan antarwilayah masih merupakan permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangan wilayah.  Kondisi ini tercermin dalam beberapa hal, yakni masih adanya kesenjangan sosial ekonomi antarwilayah, belum terjalinnya keterkaitan kegiatan perekonomian desa dan kota, banyaknya wilayah tertinggal dan belum berkembangnya daerah perbatasan, terbatasnya hunian di perkotaan, dan belum mantapnya pengelolaan penataan ruang dan pertanahan.
Kemampuan masyarakat yang terbatas dalam kegiatan sosial ekonomi adalah tantangan utama dalam aspek pemberdayaan masyarakat. Selain itu, masih terbatasnya peran lembaga dan organisasi masyarakat sebagai wadah bagi masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan tentang pengelolaan sumber daya dan lingkungan setempat merupakan tantangan yang perlu ditangani dalam program-program pemberdayaan masyarakat.
Secara khusus, gejolak sosial politik yang terjadi di  Daerah Istimewa Aceh, Irian jaya,  Maluku dan Maluku Utara mendorong pemerintah untuk menempuh langkah-langkah khusus dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi di daerah-daerah tersebut. Permasalahan khusus di Daerah Istimewa Aceh yang merupakan akibat berbagai persoalan baik politik dan keamanan, sosial, budaya, maupun ekonomi telah membawa dampak negatif dalam kehidupan masyarakat Aceh, dan munculnya tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang cukup komplek. Demikian pula orientasi pertumbuhan ekonomi telah mengakibatkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam daerah Aceh dan ketimpangan sosial ekonomi antara pendatang dengan masyarakat asli Aceh, ketimpangan kemajuan antarwilayah di Aceh, maupun kesenjangan antara sektor industri dengan sektor pertanian. Kondisi ini menyebabkan kecemburuan dan perasaan ketidakadilan terhadap perlakuan pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah. Disamping itu, selama ini Pemerintah kurang mengakomodasi karakteristik masyarakat Aceh yang spesifik dengan identitas agama dan adat yang kental dalam sistem pemerintahan, pembangunan, dan penyelenggaraan kemasyarakatan.
Selanjutnya, pembangunan Propinsi Irian Jaya yang dilaksanakan selama ini di satu sisi telah memberikan dampak positif terhadap kemajuan wilayah Irian Jaya, namun di sisi lain, belum banyak memberikan manfaat secara optimal bagi kesejahteraan, martabat, dan keberadaan masyarakat setempat. Hal tersebut diakibatkan oleh kondisi keterisolasian wilayah dan penyebaran penduduk terpencar-pencar yang semakin mempersulit akses pelayanan pemerintahan dan kegiatan pembangunan di berbagai daerah.
Sejalan dengan penerapan pendekatan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi juga menyebabkan  terjadinya eksploitasi intensif sumber daya alam di daerah Irian Jaya, terabaikannya pelibatan masyarakat setempat dalam kegiatan ekonomi, dan tidak dipertimbangkannya hak-hak ulayat masyarakat adat dalam pemanfaatan potensi wilayah. Hal-hal tersebut memunculkan terjadinya berbagai permasalahan antara lain kesenjangan sosial ekonomi antara penduduk pendatang dan penduduk asli setempat, antarwilayah Pantai Utara Pegunungan Tengah dan Pantai Selatan, serta antar sektor industri dan pertanian subsisten.
Di Maluku, sejak awal tahun 1999 telah terjadi konflik sosial bernuansa keagamaan dan suku yang terjadi di Propinsi Maluku yang kemudian melebar ke Propinsi Maluku Utara. Skala kerusuhan yang besar telah merenggut banyak korban dan kerusakan infrasturuktur. Kerugian yang lain adalah terhentinya kegiatan ekonomi, munculnya fanatisme permusuhan antar kelompok, tidak terselenggaranya pendidikan serta hancurnya tatanan sosial-budaya masyarakat Maluku dan Maluku Utara.
Masalah pokok selanjutnya adalah penanganan pengungsi, baik akibat bencana alam maupun kerusuhan. Permasalahan utamanya adalah belum dapat diselesaikannya penempatan kembali pengungsi, baik di daerah asal maupun di tempat yang baru.
Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh dan hasil-hasil yang telah dicapai untuk menyelesaikan berbagai masalah pokok tersebut dapat dilaporkan sebagai berikut. Dalam mengembangkan otonomi daerah, telah ditempuh kebijakan untuk melanjutkan implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, dengan membentuk dan kemudian memperkuat Tim Kerja Pusat. Hasilnya adalah berbagai kemajuan dalam penyelesaian masalah kewenangan, peraturan kelembagaan antar daerah,  peraturan perundang-undangan tentang pedoman pengelolaan personil dan peralatan, peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelaksanaan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, pembentukan daerah otonom baru, serta pedoman, bimbingan, arahan, pelatihan dan supervisi untuk pelakasanaan pembangunan di berbagai sektor.
Selanjutnya, langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan pengembangan wilayah ditempuh antara lain dengan meningkatkan aksesbilitas prasarana dan sarana; mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah; mewujudkan modernisasi pengolahan, produksi dan pemasaran komoditas unggulan; pelibatan berbagai pelaku pembangunan di daerah; mengembangkan kawasan tertinggal; serta meningkatkan pengelolaan penataan ruang dan pertanahan. Hasil-hasil yang dicapai adalah meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana, termasuk untuk permukiman transmigasi dan kawasan tertinggal, perbaikan sarana dan prasarana termasuk pranata kelembagaan  masyarakat di berbagai perkotaan dan perdesaan; meningkatnya  daerah yang memiliki rencana tata ruang;  perbaikan pengelolaan tanah termasuk permberian tanah kepada para petani serta berbagai upaya meningkatkan kepastian hukum bagi pemilik tanah.
Upaya berikutnya adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Langkah-langkah yang ditempuh antara lain meliputi penguatan lembaga dan organisasi masyarakat guna meningkatkan posisi tawar masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya, membangun kesepakatan di antara kelompok masyarakat dan dengan organisasi sosial politik yang ada,  dan meningkatkan peran masyarakat dalam memecahkan berbagai masalah kemasyarakatan. Upaya khusus juga dilaksanakan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat antara lain berupa peningkatan keterampilan dan pengetahuan, serta akses terhadap sarana dan prasarana. Di samping itu, dikembangkan pula sistem perlindungan sosial terutama bagi masyarakat yang terkena musibah bencana dan dampak krisis ekonomi.
Hasil-hasil  yang dicapai dari langkah-langkah tersebut antara lain berupa perluasan program penanggulangan kemiskinan dan jaring pengaman sosial yang dinikmati penduduk miskin.
Selanjutnya, langkah penanganan masalah khusus di Aceh, Irian Jaya, dan Maluku, diupayakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah tersebut. Cakupan program-program pembangunan yang disediakan juga cukup luas, meliputi berbagai aspek dalam peningkatan sumber daya manusia dan penataan kelembagaan.   Proses pengembangan sumber daya dan penataan kelembagaan ini telah mencatat berbagai kemajuan yang tercermin dari semakin besarnya kesempatan masyarakat di daerah-daerah tersebut untuk memanfaatkan sumber daya serta kelembagaan yang semakin tertata.
Adapun untuk penanganan pengungsi akibat bencana dan kerusuhan pada prinsipnya diarahkan untuk melindungi negara dan masyarakat dari ancaman resiko dampak bencana alam dan kerusuhan sosial. Langkah-langkah yang diambil adalah dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat termasuk dengan mengembangkan sistem informasi agar dapat  lebih dini mendeteksi bencana, serta meningkatkan upaya mengatasi bencana yang terjadi. Hasil-hasil yang dicapai menunjukkan bahwa langkah-langkah tersebut dapat meringankan sebagian beban masyarakat yang terkena bencana.
Langkah-langkah kebijakan dan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dalam upaya meningkatkan pembangunan daerah, perlu ditindaklanjuti dan dimantapkan pada masa mendatang. Langkah-langkah tersebut dapat dikelompokkan dalam tindak lanjut jangka pendek dan jangka panjang. Khusus untuk langkah-langkah jangka pendek, dapat disampaikan secara ringkas sebagai berikut.
Dalam meningkatkan kapasitas daerah menuju perwujudan otonomi daerah, langkah tindak lanjut yang disiapkan meliputi: (1) melengkapi dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan, (2) mengembangkan profesionalisme lembaga negara, baik eksekutif maupun legislatif, (3) mengembangkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, serta (4) meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah.
Untuk pengembangan wilayah, perlu dimantapkan langkah-langkah untuk: (1) meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pembangunan, (2) menyediakan hunian bagi masyarakat berpendapatan rendah, (3) meningkatkan usaha ekonomi berdasarkan potensi daerah untuk kawasan tertinggal dan wilayah perbatasan, (4) meningkatkan kemampuan pemantauan kinerja pengelolaan perkotaan; (5) meningkatkan penataan ruang terpadu, serta (6) meningkatkan pengelolaan pertanahan agar semakin adil dan efisien.
Upaya meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam jangka pendek diarahkan guna mengatasi kemiskinan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Langkah utamanya adalah dengan meningkatkan pengamanan (safeguarding) dari program hibah (transfer) dan program jaring pengaman sosial. Di samping itu, program tersebut perlu diperluas untuk mengatasi kemungkinan bertambahnya keluarga miskin.
Untuk penanganan daerah khusus, langkah-langkah pokok tindak lanjut  meliputi: (1) mempercepat upaya pemulihan kehidupan masyarakat Aceh yang damai dan tenteram berdasarkan kerangka struktur pemerintahan daerah Aceh yang demokratis dan berbasis syari’ah Islam dan adat, serta tertatanya hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah yang adil dalam kerangka Undang-undang Otonomi Khusus Aceh; (2) mewujudkan rasa aman dan memulihkan kembali suasana dan kondisi masyarakat yang mengalami trauma sebagai akibat konflik sosial; (3) mempercepat keberdayaan masyarakat Irian Jaya agar dapat berperan aktif dalam proses pembangunan dalam kerangka Undang-undang Otonomi Khusus Irian Jaya.
Selanjutnya, tindak lanjut penanganan masalah pengungsi dalam jangka pendek dilaksanakan melalui tahap penyelamatan dan tahap tanggap darurat. Tahap penyelamatan meliputi upaya mengevakuasi dan  menampung pengungsi serta menyalurkan bantuan darurat kemanusiaan. Sedangkan tahap tanggap darurat mencakup berbagai kegiatan antara lain pendataan, penampungan sementara, penyediaan makanan, serta pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan pengungsi.

4.          Mewujudkan Supremasi Hukum dan Pemerintahan yang Baik
Upaya pembangunan hukum yang dilakukan pemerintah pada dasarnya ditujukan untuk menegakkan supremasi hukum melalui penataan dan pembaharuan materi peraturan perundang-undangan; pemberdayaan struktur, baik lembaga peradilan maupun lembaga penegak hukum lainnya; penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM; serta peningkatan dan pengembangan budaya hukum.
Meskipun pembangunan hukum telah menghasilkan kemajuan terutama materi produk perundang-undangan yang menjadi landasan dalam pemulihan keadaan negara, namun masih dihadapi pula berbagai permasalahan. Di bidang materi perundang-undangan, masalah yang dihadapi adalah masih tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan karena masih belum optimalnya peran Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan belum adanya mekanisme koordinasi antara DPR dan Pemerintah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Sebagai akibatnya, masih terdapat kurang lebih 160 Rancangan Undang-undang yang belum dibahas oleh DPR.
Lembaga peradilan juga belum dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan tegas dan konsisten. Hal tersebut disebabkan karena masih adanya intervensi dan pengaruh dari pemerintah maupun pihak lain, hukum telah disalahgunakan dan dimanfaatkan oleh sekelompok pihak untuk kepentingan politik praktisnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempercepat pemisahan kekuasaan yudisial dari kekuasaan eksekutif melalui penyempurnaan peraturan yang mengatur mengenai Mahkamah Agung, dan empat lingkungan peradilan di bawahnya, Kejaksaan dan Polri. Untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan aparatur penegak hukum, terus dilakukan kegiatan penyegaran baik berupa lokakarya maupun pelatihan. Di samping itu, telah dilakukan penyesuaian gaji pokok hakim sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur penegak hukum.
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap hukum juga disebabkan antara masih banyaknya kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan secara hukum. Dalam penanganan kasus KKN, hal ini disebabkan antara lain oleh karena adanya perbedaan interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan yang selanjutnya digunakan untuk menguntungkan pelaku tindak KKN. Selain itu lemahnya intelijen di kalangan penyidik dan penuntut menyebabkan sulitnya pengumpulan bukti-bukti, yang mengakibatkan pula tidak tuntasnya penyelesaian perkara KKN tersebut. Saat ini Kejaksaan sedang melakukan pemeriksaan kasus korupsi, dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dalam kasus tukar guling tanah dan gedung BULOG antara PT Goro Batara Sakti dan BULOG, dan dalam kasus Bank Bali.
Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah dan aparat penegak hukum saja, tetapi diperlukan pula peran aktif masyarakat. Sehubungan dengan peran masyarakat ini, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2001 yang mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Khusus untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM berat telah ditetapkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dalam Undang-undang ini dinyatakan bahwa pelanggaran HAM yang berat merupakan “extra ordinary crimes”, yang berdasarkan hukum internasional dapat digunakan asas retroaktif, yaitu perkara yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini dapat diperiksa dengan menggunakan Undang-undang tersebut. Adapun yang berwenang memeriksa dan memutus perkara-perkara pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu adalah Pengadilan HAM Ad Hoc.
Meskipun sudah tersedia peraturan perundang-undangan untuk penanganan kasus-kasus HAM, tapi belum juga menunjukkan hasil yang menggembirakan, sehingga masih banyak kasus yang belum terselesaikan. Hal ini disebabkan antara lain oleh karena sulitnya pengumpulan bukti-bukti, terutama untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lampau. Khusus untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Timor Timur, saat ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap 12 orang tersangka yang diberkas menjadi 12 berkas perkara. Sedangkan untuk kasus Tanjung Priok, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 103 orang saksi.Untuk membantu penyelesaian masalah HAM, dibangun pula Pusat Penanggulangan Krisis (Crisis Centre) Pelanggaran Berat HAM, dan dilakukan pula pembinaan Posko HAM di Aceh, Irian Jaya, dan Maluku.
Lemahnya penerapan nilai-nilai budaya dan kesadaran hukum masyarakat mengakibatkan rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan timbulnya konflik horizontal dalam masyarakat. Di samping itu, kurangnya sosialisasi peraturan perundang-undangan baik sebelum maupun sesudah ditetapkan baik kepada masyarakat maupun aparatur penyelenggara negara, seringkali menimbulkan kesalahpahaman antara masyarakat dan aparatur penyelenggara negara, termasuk aparatur hukum. Akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum menjadi hilang sehingga muncul anarkisme dalam masyarakat. Hukum jalanan, yang berupa penghakiman oleh massa terhadap suatu tindak kejahatan dan tindakan anarki lainnya berupa pembakaran dan penjarahan aset publik, dijadikan sebagai bentuk penyelesaian permasalahan hukum dalam masyarakat.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kembali kepercayaan dan kepatuhan masyarakat dan aparatur penyelenggara negara terhadap hukum dan lembaga peradilan beserta aparat penegak hukumnya adalah melalui kegiatan penyadaran dan penyuluhan hukum. Dengan demikian diharapkan tidak ada lagi konflik atau kekerasan baik vertikal maupun horizontal, dan juga penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan oleh aparatur penyelenggara negara dan juga dapat dikurangi tindakan main hakim yang dilakukan oleh masyarakat.

5.        Membangun Sistem Politik yang Demokratis, serta Mempertahankan Persatuan dan Kesatuan
Proses transformasi sistem politik yang otoriter menuju sistem politik yang demokratis menghadapi tantangan yang cukup berat. Masalah yang dihadapi adalah antara lain erat kaitannya dengan konstitusi, ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), peraturan perundang-undangan serta berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya yang dirasakan masih belum memadai untuk mendukung pelaksanaan demokrasi secara baik.  Struktur politik yang ada belum mampu secara optimal menampung dan mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat serta belum mampu memfasilitasi berbagai proses politik dan hubungan kelembagaan yang demokratis. Demokratisasi yang terjadi juga belum didukung sepenuhnya oleh budaya politik yang demokratis dalam masyarakat. Permasalahan politik yang masih belum terselesaikan adalah ancaman nyata terhadap integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Walaupun sudah mengalami beberapa kemajuan berarti, belum tercapainya titik temu penyelesaian yang dapat diterima semua pihak didalam konflik Aceh dan Irian Jaya telah menyebabkan berlanjutnya situasi instabilitas politik dan keamanan di kedua wilayah tersebut.  Selain di Aceh dan Irian Jaya, persoalan-persoalan separatisme dan konflik berdimensi SARA di wilayah lain Indonesia, praktis sudah berkurang secara signifikan. Konflik-konflik SARA yang terjadi di Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Poso, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Tengah, relatif sudah mampu diredam dan dewasa ini sedang dalam proses sosial menuju rekonsiliasi antara berbagai pihak yang bersengketa. Namun demikian, masih tersisa masalah-masalah cukup serius yang merupakan akibat konflik-konflik tersebut, terutama persoalan pengungsi dalam jumlah besar diberbagai kawasan. Pengungsian adalah masalah yang penuh kerawanan sosial, yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan ledakan konflik baru. Pemerintah mengharapkan masalah-masalah pengungsian ini dapat terselesaikan pada tahun anggaran mendatang. 
Dalam menangani permasalahan tersebut di atas, pemerintah menempuh langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan kehidupan demokrasi dan memulihkan ketertiban kehidupan sosial politik dan mempertahankan integrasi nasional dengan melakukan pendekatan persuasif dan dialog. Langkah kebijakan tersebut dilakukan melalui program perbaikan struktur politik, program peningkatan kualitas proses politik dan program pengembangan budaya politik.  Dalam rangka untuk memperbaiki struktur politik atas inisiatif lembaga legislatif, telah dilakukan dua kali amandemen terhadap UUD 1945, walaupun dirasakan masih belum mampu merumuskan suatu sistem ketatanegaraan yang mengatur hubungan antarlembaga-lembaga tinggi negara, serta posisi Presiden dalam institusi TNI dan Polri. Disamping itu, untuk mengatur hubungan antara pusat dan daerah, khususnya yang berkenaan dengan masalah Aceh, telah disahkan Undang-undang Nomor 18 tentang Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yakni Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh, sedangkan untuk daerah Irian Jaya, rapat Paripurna DPR tanggal 22 Oktober 2001 telah mengesahkan  RUU Otonomi Khusus Propinsi Papua. Undang-undang Otonomi Khusus tersebut akan menjadi rambu-rambu yang mutlak diperlukan bagi terjaganya integrasi nasional. Dalam rangka mempersiapkan penjabaran TAP MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional, saat ini masih terus dipersiapkan bahan masukan guna penyusunan RUU mengenai Rekonsiliasi Nasional. Disamping itu, dalam rangka meningkatkan kualitas proses politik, saat ini sedang dilakukan penyempurnaan Undang-undang Pemilu, Undang-undang partai Politik, Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR dan DPRD, dan juga upaya untuk melakukan penyempurnaan Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan. Berkenaan dengan pengembangan budaya politik, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2001 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik, dan sosialisasi budaya politik yang demokratis.
Dalam rangka memantapkan persatuan dan kesatuan nasional, pemerintah telah melakukan upaya-upaya rekonsiliasi dan dialog persuasif, penegakan hukum, dan upaya peningkatan pembangunan di daerah konflik. Sehingga kemudian, dikeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2001 tentang Langkah-langkah Komprehensif Dalam Rangka Penyelesaian Masalah Aceh. Sebagai implementasi Inpres tersebut dalam rangka memfasilitasi dialog dengan seluruh komponen masyarakat Aceh, telah disusun Kerangka Acuan Dialog Masyarakat Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Pada tanggal 30 Juni sampai dengan 1 Juli 2001 pertemuan Dewan Gabungan (Joint Council) telah berlangsung di Swiss untuk meninjau kembali perkembangan dialog tentang Aceh, khususnya tentang aspek politik, keamanan, dan kemanusiaan. Demi penyelesaian persoalan tindak kekerasan dan keamanan di Aceh, pemerintah bersedia melakukan dialog dengan semua pihak, termasuk GSBA dan Hassan Tiro serta memberikan amnesti kepada pihak-pihak tertentu yang memintanya. Dengan mendengar pendapat berbagai kalangan di Aceh serta permasalahan-permasalahan yang timbul selama pelaksanaan Inpres Nomor 4 Tahun 2001 yang habis masa berlakunya pada tanggal 10 Oktober 2001, Inpres Nomor 7 Tahun 2001 tentang Langkah-Langkah Komprehensif Dalam Penyelesaian Masalah Aceh telah dikeluarkan pada tanggal 11 Oktober 2001. Dalam mengatasi permasalahan di Irian Jaya, pemerintah tetap berupaya membuka dan memelihara dialog langsung antara pemerintah pusat/daerah dengan unsur Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan juga dilakukan penanganan secara hukum.  Dalam menangani kerusuhan sosial yang terjadi di beberapa daerah, telah dilakukan upaya penyelesaian melalui dialog, penegakan hukum dan peningkatan pembangunan daerah, membantu para pengungsi, serta tetap memberlakukan Keadaan Darurat Sipil. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kondisi keamanan di Maluku dan Maluku Utara telah menunjukkan kemajuan dan pada umumnya cukup kondusif. Dalam menangani konflik etnis antara Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah, telah dilaksanakan dialog dan berhasil mencapai kesepakatan damai antara masyarakat Dayak dan Madura, yang tertuang dalam “Tekad Damai Anak Bangsa di Bumi Kalimantan. Dalam skala nasional, juga telah disusun Kerangka Acuan Dialog Damai dalam rangka Rekonsiliasi Nasional tahun 2001.
Stabilitas politik dalam negeri yang tidak menentu dan berkepanjangan telah memberikan dampak terhadap penundaan investasi asing di Indonesia, padahal investasi asing tersebut sangat diperlukan untuk mendukung proses pemulihan ekonomi Indonesia. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri diprioritaskan pada upaya-upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, peningkatan citra positif Indonesia di luar negeri, serta dukungan masyarakat internasional terhadap integritas dan kedaulatan Indonesia. Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui program penguatan politik luar negeri dan diplomasi, melalui antara lain peningkatan kualitas aparatur penyelenggara hubungan luar negeri, serta penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana penyelenggara hubungan luar negeri. Disamping itu, dilakukan program peningkatan kerjasama internasional baik bersifat bilateral, regional, dan multilateral di berbagai bidang dan di berbagai kawasan antara lain melalui peran aktif Indonesia di forum-forum internasional. Khusus dalam mendukung integrasi nasional, melalui Pacific Islands Forum (IPF), pemerintah memagari upaya Presidium Dewan Papua untuk mencari dukungan internasional. Sementara berkenaan dengan masalah Aceh, Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka terus melakukan upaya dialog. Penyelesaian masalah Pulau Sipadan dan Ligitan terus menerus diupayakan penyelesaiannya melalui Mahkamah Internasional (MI). Dalam kaitannya untuk tetap membina hubungan yang baik dengan Timor Timur, pada tanggal 6 Juni 2001, telah dilaksanakan registrasi pengungsi Timor Timur di NTT. Dalam setahun terakhir ini Indonesia dan UNTAET telah melakukan serangkaian perundingan dan penyelesaian berbagai masalah residual yaitu masalah perbatasan, pembayaran pensiun PNS asal Timtim, masalah arsip mengenai Timtim, masalah aset, peninggalan warisan kebudayaan, serta penyelesaian masalah pengungsi Timtim di Timor Barat. 
Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan peran penyelenggara negara dalam membantu menciptakan stabilitas politik, serta mendorong percepatan proses pemulihan ekonomi adalah masih rendahnya kualitas, kapasitas, etika dan moral penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, kebijakan yang dilakukan melalui program pengawasan aparatur negara, program penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, program peningkatan kualitas pelayanan publik, serta program peningkatan kapasitas sumber daya manusia sebagai upaya  perwujudan penyelenggara negara yang baik.
Hasil-hasil yang dicapai dalam tahun 2001 antara lain ditemukannya penyimpangan pengeluaran negara yang meliputi penyimpangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia; penyimpangan fasilitas kredit; penyimpangan penyaluran Kredit Usaha Tani (KUT); penyimpangan pada anggaran TNI dan Polri (proyek yang dibiayai dari kredit ekspor). Kemudian ditemukannya pula penyimpangan penerimaan negara  yang meliputi dana off budget belum disetor ke kas negara; penyimpangan setoran pajak, bea cukai dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); dan hilangnya potensi penerimaan negara (royalti pasir laut dan penjualan batu bara). Di samping itu, telah berhasil dihemat pengeluaran negara yang meliputi koreksi audit atas subsidi  Bahan Bakar Minyak (BBM), kelebihan pembayaran subsidi Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan kelebihan pembayaran subsidi Badan Urusan Logistik (BULOG). Dalam penanganan tindak pidana korupsi,  telah diserahkan ke Kejaksaan Agung sebanyak 681 kasus tindak pidana korupsi   dengan nilai Rp. 2,8 triliun di tambah dengan US$ 205,4 juta (belum termasuk dugaan penyimpangan dana BLBI sebesar Rp. 53,4 triliun).
Dalam penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, telah dilakukan penyerahan kelembagaan Pemerintah Pusat beserta anggaran, personil, prasarana dan sarana serta dokumen untuk menjadi kelembagaan/perangkat Pemerintah Daerah di 239 Kantor Wilayah, dan  di 16.180 Unit Pelaksana Tugas (UPT). Dalam bidang pelayanan publik telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahan Jawatan (Perjan) yang dapat menjadi landasan hukum bagi unit/satuan kerja  dari prinsip-prinsip  pengelolaan perusahaan (coorporate) di beberapa rumah sakit milik Pemerintah. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai badan hukum telah ditetapkan 4 (empat) Perguruan Tinggi Negeri menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) secara mandiri dan otonom dalam mengelola usaha pendidikan, yaitu Universitas Indonesia (UI) Jakarta, Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, dan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, sejak tahun 2000 sampai dengan 2001 telah dilakukan realokasi 1.702.638 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari pusat ke daerah. Di samping itu, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 64 Tahun 2001 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1997 kedalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan PNS.
Sejalan dengan reformasi yang terjadi di berbagai bidang pembangunan, peran pemerintah di bidang komunikasi, informasi dan media massa yang semula dominan sebagai penyedia dan pengatur sudah berubah menjadi fasilitator untuk terjadinya sistem komunikasi yang kondusif dan terwujudnya arus informasi yang bebas namun tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, dengan Keppres Nomor 17 Tahun 2001 dibentuk Lembaga Informasi Nasional (LIN) yang memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan informasi nasional. Untuk itu ditempuh langkah-langkah kebijakan melalui program pengembangan komunikasi, informasi dan media massa; program peningkatan prasarana penyiaran, informatika, dan media massa; serta program peningkatan pelayanan informasi pembangunan. Untuk melaksanakan program-program tersebut sedang dilakukan evaluasi kajian terhadap isu-isu yang berkembang di bidang komunikasi dan informasi, dan dilaksanakannya penyebarluasan layanan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah melalui media komputer (Portal Info RI.com).
Selanjutnya untuk menyesuaikan perubahan fungsi dan kelembagaan pemerintah dalam komunikasi, informasi dan media massa dan mengatasi permasalahan yang terus berkembang perlu dilakukan upaya untuk: (1) menata kembali  fungsi pemerintah dan  pemerintah daerah  dalam  bidang informasi dan komunikasi; (2) melengkapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kebebasan memperoleh informasi dan komunikasi; (3) melengkapi prosedur operasi standar tentang tata alir informasi dan komunikasi; (4) meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan memanfaatkan informasi dan komunikasi. Sehubungan dengan itu peran aktif dan partisipasi masyarakat, pakar, pelaku penyedia informasi dan lembaga media massa sangat diperlukan untuk dapat mewujudkan sistem komunikasi yang efisien dan efektif, tersedianya informasi yang berkualitas dan obyektif serta terciptanya lembaga dan pelaku media massa yang bertanggungjawab.
Permasalahan di bidang pertahanan dan keamanan yang dihadapi tidak terlepas dari kondisi politik, khususnya politik dalam negeri. Gejolak politik yang semakin meningkat telah menimbulkan hambatan bagi tercapainya rasa aman dan tenteram bagi masyarakat yang bila berkelanjutan dikhawatirkan dapat mengancam kedaulatan bangsa dan negara. Sementara itu, jumlah personil TNI dan Polri yang saat ini belum memenuhi standar organisasi dan dihadapkan pada banyaknya penugasan, mengakibatkan pengadaan personil baru hanya mampu untuk memelihara kekuatan. Adapun alat utama sistem senjata (alutsista) TNI dan Polri yang dioperasikan pada umumnya dalam kondisi tua dan secara teknologi sudah tidak memadai apabila dihadapkan pada gangguan keamanan dalam negeri dan kemungkinan ancaman dari luar. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan eskalasi ancaman faktual dalam negeri yang semakin meningkat, perlu segera disahkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) serta dirumuskannya berbagai perangkat peraturan perundangan yang mengatur keterlibatan TNI dan Polri dalam menangani masalah keamanan nasional. Untuk mengatasi hal tersebut, ditempuh kebijakan pembangunan melalui program pengembangan pertahanan negara, program pengembangan dukungan pertahanan, program pengembangan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta program pengembangan keamanan dalam negeri, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS).
Program pengembangan pertahanan negara mencakup pembangunan sistem, pembangunan personil, pembangunan materiil dan pembangunan fasilitas yang ditempuh melalui pengembangan pertahanan Mabes TNI, pengembangan pertahanan matra darat, pengembangan pertahanan matra laut, dan pengembangan pertahanan matra udara. Dalam rangka pengembangan sistem pertahanan telah dilaksanakan penyusunan berbagai perangkat lunak serta pengadaan beberapa peralatan sistem komando, kendali, komunikasi dan informasi (K3I) dalam rangka mewujudkan sistem komando dan pengendalian (siskodal). Dalam rangka pembangunan personil, maka telah dilaksanakan pengadaan personil serta pendidikan personil untuk meningkatkan profesionalitas prajurit TNI. Guna mendukung kesiapan tempur TNI, telah diadakan pengadaan peralatan dan suku cadang alutsista serta berbagai peralatan khusus untuk mendukung operasional satuan. Disamping itu, dalam rangka pengembangan fasilitas telah dilakukan pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana guna meningkatkan kesejahteraan prajurit serta rehabilitasi sarana dan prasarana lembaga pendidikan guna meningkatkan kualitas personil. Program pengembangan dukungan pertahanan telah diupayakan koordinasi dan sinkronisasi antardepartemen dalam pembinaan sumber daya nasional secara terpadu. Sedangkan pengembangan industri strategis di bidang peralatan/perlengkapan secara bertahap telah diarahkan untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan peralatan pertahanan.
Program pengembangan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dilakukan melalui pembangunan kekuatan, pembinaan kekuatan, dan operasional kepolisian. Pembangunan kekuatan diwujudkan melalui pengembangan organisasi satuan kewilayahan sesuai dengan administrasi Pemda dan pengembangan organisasi Kepolisian di tingkat pusat sesuai dengan Keppres RI Nomor 54 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia, disertai dengan upaya pembangunan fasilitas. Pembangunan kekuatan personil Polri ditempuh pula melalui penerimaan anggota Polri, dimana pada akhir tahun 2004 diharapkan ratio jumlah personil Polri terhadap jumlah penduduk Indonesia adalah 1 : 750. Pembangunan materiil Polri dilakukan melalui pengadaan peralatan kepolisian baik alut maupun alsus. Adapun pembinaan kekuatan Polri dilakukan melalui penyusunan konsep dasar dalam rangka menyiapkan kemandirian Polri. Sementara itu peningkatan profesionalitas Polri dilaksanakan melalui pendidikan pengembangan kejuruan baik di dalam maupun di luar negeri. Pembinaan kekuatan dilakukan pula melalui perbaikan/rehabilitasi fasilitas seperti rumah-rumah dinas, barak dan asrama. Dalam rangka operasional kepolisian maka telah dibentuk Badan Intelijen Keamanan (BAINTELKAM), validasi dan pengembangan organisasi Korps Brimob, serta kerja sama kepolisian internasional. Dalam rangka melaksanakan program pengembangan keamanan dalam negeri, telah diupayakan penyelesaian berbagai ancaman disintegrasi bangsa maupun konflik horizontal secara menyeluruh, serta melaksanakan beberapa latihan pra operasi dalam rangka penumpasan Gerakan Separatis Bersenjata maupun penanggulangan kerusuhan di berbagai daerah.
Demikian garis besar laporan kemajuan di 5 (lima) prioritas nasional yang mencakup 9 (sembilan) bidang pembangunan. Uraian secara lebih rinci dapat diikuti dalam bab-bab selanjutnya. Laporan ini dilengkapi dengan tabel-tabel pendukung yang memuat perkembangan berbagai bidang pembangunan tahun 1998/99 dipergunakan sebagai tahun dasar, untuk menunjukkan perkembangan pembangunan sebagai pelaksanaan GBHN 1999-2004.

Posting Komentar

0 Komentar