PENGERTIAN BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR


PENGERTIAN BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR
 Filed under: Pendidikan — Tinggalkan komentar
31- Mei- 2011

PENGERTIAN BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR
 oleh Fat Hurrahman

A. Pengertian Belajar
 Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidak pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai peserta didik.
 Jika belajar diartikan sebagai suatu kegiatan menghafal sejumlah fakta-fakta, maka seseorang yang telah belajar yang ditandai dengan banyaknya fakta-fakta yang dapat di hafalkan guru yang berpendapat demikian akan merasa puas jika murid-muridnya telah sanggup menghafal sejumlah fakta di luar kepala.
 Adapula yang berpendapat bahwa belajar adalah sama saja dengan latihan, sehingga hasil belajar akan nampak dalam keterampilan-keterampilan tertentu. Sebagai hasil latihan, untuk banyak memperoleh kemajuan, seseorang harus dilatih dalam berbagai aspek tingkah laku sehingga diperoleh suatu pola tingkah laku yang otomatis, seperti misalnya agar seorang anak mahir dalam akuntansi maka ia harus banyak dilatih mengerjakan soal-soal akuntansi.
 Pendapat orang tentang belajar bermacam-macam. Adanya perbdaan pendapat tersebut disebabkan karena adanya kenyataan bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. Banyak jenis kegiatan yang oleh kebanyakan orang dapat disepakati sebagai perbuatan belajar, misalnya menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan perbendaharaan kata, mengumpulkan fakta-fakta, menghafal lagu dan lain sebagainya.
 Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono tentang pengertian belajar yaitu :
 Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku.

Selanjutnya pengertian belajar dikemukakan oleh Herman H. Hudojo, sebagai berikut :
 Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu memang dapat diamati dan berlaku dalam waktu relative lama itu disertai usaha orang tersebut sehingga orang itu dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya.

 Belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seorang yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku, yang menetap dalam waktu relatif lama. Definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh Syamsu Mappa di dalam bukunya, yaitu :

Belajar pada hendaknya adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada dirinya sendiri, baik dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan baru maupun dalam bentuk sikap dan nilai yang positif. Selama berlangsungnya kegiatan belajar, terjadi proses interaksi antara orang yang melakukan kegiatan yang belajar yaitu siswa/ mahasiswa dengan sumber belajar, baik berupa manusia yang berfungsi sebagai fasilitator yaitu guru/ dosen maupun yang berupa non manusia.

 Dari ketiga pengertian tentang belajar yang di kemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat ditarik suatu pengertian mengenai belajar yaitu, proses interaksi seseoranng dengan sumber belajar menyebabkan terjadi perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap.
 Perubahan yang terjadi dalam diri individu banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri individu merupakan perubahan dalam arti belajar.
 Ada beberapa ciri peubahan tingkah laku dalam belajar dapat penulis dikemukakan sebagai berikut :
 1. Perubahan yang terjadi secara sadar
 Ini berarti bahwa individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan dalam dirinya, sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya, “misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kebiasaannya bertambah”. Jadi perubahan tingkah lakuindividu yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.
 2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
 Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
 Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
 Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu itu sendirinya.
 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
 Perubahan yang bersifat sementara atau temporeryang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap, misalnya kecakapan seseorang memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dipergunakan atau dilatih.
 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
 Bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena adanya tujuan yang akan dicapai. Perubahan yang terjadi di dalam belajar mengarah kepada perubahan yang terjadi di dalam belajar mengarah kepada perubahantingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya saja seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mmungkin dapat dicapai dalam belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditettapkan sebelumnya.
 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
 Perubahan yang diperoleh individu melalui proses belajar adalah merupakan perubahan keseluruhan tingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono yaitu, “Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya”.

B. Tujuan Belajar
 Jika dirinci, sebenarnya tujuan belajar itu sangat banyak, dan untuk mencapai suatu tujuan harus diciptakan suatu system lingkungan tertentu. Apabila tujuan belajar itu adalah pengembangan nilai efektif, maka memerlukan system lingkungan yang berbeda dengan tujuan belajar lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman yaitu, “Tujuan belajar untuk pengembangan nilai afeksi memerlukan system lingkungan yang berbeda dengan system yang dibutuhkan untuk belajar pengembangan gerak, dan begitu seterusnya”. (Sadirman, 1990 ; 28)
 Tujuan-tujuan belajar yang diusahakan untuk dicapai dengan tindakan intruksional, biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan, serta sikap sedangkan tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil sampingan yaitu misalnya : kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain.
 Secara umum tujuan belajar itu ada tiga jenis yaitu sebagai berikut :
 1. Untuk mendapatkan pengetahuan
 Mempunyai pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Dengan perkataan lain tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan. Sebaliknya kemampuan berfikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecendrungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih dominan.
 Adapun jenis interaksi atau cara yang dipergunakan untuk kepentingan itu pada umumyadengan model kuliah atau menggunakan metode ceramah, pemberian tugas-tugas bacaan. Dengan cara demikian anak didik/siswa akan diberikan pengetahuan sehingga menambah pengetahuannya.
 2. Penambahan konsep dan keterampilan
 Penambahan konsep atau merumuskan konsep juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi keterampilan yang bersifat jasmani adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat diamati, sehingga akan menitik beratkan pada keterampilan gerak/penampilan anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.
 Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah yang dapat dilihat, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan serta kketerampilan berfikir, kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.
 Keterampilan tentang sesuatu dapat dikembangkan di dalam diri anak, dengan cara memberikan latihan-latihan.
 Demikian juga mengungkapkan perasaan melalui bahasa tulis atau lisan. Interaksi yang mengarah kepada pengembangan keterampilan mempunyai kaidah-kaidah tertentu dan bukan semata-mata hanya menghafal atau meniru
 3. Pembentukan sikap
 Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk ini diperlukan kecakapan mengarahkan motivasi dan berfikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau modal.
 Dalam interaksi belajar mengajar guru akan senantiasa diobservasi,dilihat, didengar, ditiru, semua perilakunya oleh para siswanya. Dengan demikian besar kemungkinannya para siswa akan meniru sikap dan perilaku gurunya.
 Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari penanaman nilai-nilai luhur kepribadian bangsa yaitu pancasila serta nilai-nilai keagamaan. Oleh karena itu guru tidak sekedar sebagai pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang selalu berusaha menanamkan, mewariskan nilai-nilai luhur tersebut kepada anak didiknya.
 Jadi pada dasarnya tujuan belajar itu adalah untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini sesuai dengan pendapat Saediman yaitu :
 a. Hal ihwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta (kognitif)
 b. Hal ihwal personal, kepribadian atau sikap (afektif)
 c. Hal ihwal kelakuan, keterampilan atau penampilan (psikomotorik).

C. Beberapa Aktivitas dalam Belajar
 Berikut ini dikemukakan beberapa contoh aktivitas belajar yaitu :
 1. Mendengarkan
 Dalam kehidupan sehari-hari manusia saling berinteraksi atau bergaul sesamanya. Dalam pergaulan tersebut terjadi komunikasi verbal berupa percakapan. Percakapan memberikan situasi tersendiri bagi orang-orang yang terlibat ataupun yang tidak terlibat langsung dalam percakapan tersebut, tetapi secara aktif mendenggarkan percakapan itu, maka dalam hal yang demikian dapat terjadi proses belajar.
 Dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ada ceramah atau kuliah dari guru atau dosen. Tugas siswa adalah mendengarkan. Dengan ceramah, tidak semua orang dapat memanfaatkan situasi ini untuk belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila ia mendengarkan ceramah dari guru, didorong oleh kebutuhan, motivasi dan tujuan tertentu.
 2. Memandang/melihat
 Setiap stimulus visual member kesempatan bagi seseorang untuk belajar. Agar materi pelajaran dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh siswa, maka di dalam proses belajar mengajar perlu juga dilibatkan indera penglihatan, dengan cara observasi atau mengamati obyek yang sedang di bahas, misalnya di dalam pelajaran ekonomi, untuk membahas tentang perekonomian maka sebaiknya dilakukan praktek yaitu mengamati kondisi ekonomi yang ada dimasyarakat.
 3. Meraba dan mencicipi/mengecap
 Meraba, mencium/membau dan mengecap adalah aktivitas sensoris seperti halnya pada mendengarkan dan memandang. Segenap stimulus yang dapat diraba, dicium, atau dikecap merupakan situasi yang memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar.
 Aktivitas meraba, mencium atau mengecap sesuatu obyek dapat dikatakan belajar, apabila aktiuvitas-aktivitas itu didorong oleh keperluan, motivasi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Menulis dan Mencatat
 Setiap aktivitas penginderaan yang mempunyai tujuan, akan memberikan kesan-kesan yang berguna bagi aktivitas belajar selanjutnya. Kesan-kesan itu merupakan materi untuk maksud-maksud belajar selanjutnya
 Materi atau obyek yang ingin dipelajari lebih lanjut harus member kemungkinan untuk dipraktekkan. Beberapa materi di antaranya terdapat di dalam buku-buku. Untuk keperluan belajar dapat dibuat catatan dari setiap buku yang pernah dibaca. Bahkan dalam situasi seperti ceramah, diskusi, demonstrasi dan sebagainya dapat dibuat catatan untuk keperluan belajar dimasa-masa selanjutnya.
 5. Membaca
 Belajar adalah aktif, artinya apabila membaca untuk tujuan belajar hendaknya dilakukan dengan serius atau dengan sungguh-sungguh. Membaca untuk keperluan belajar, misalnya harus dimulai dengan memperhatikan judul-judul bab, topik-topik utama dari sebuah buku, dan berorientasi kepada keperluan dan tujuan. Kemudian memilih topic-topik utama dari sebuah buku, dan berorientasi kepada keperluan atau tujuan itu.
 6. Membuat Ikhtisar atau Ringkasan
 Banyak orang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku.
 7. Mengingat
 Mengingat dengan maksud agar ingat tentang sesuatu belum termasuk sebagai aktivitas belajar. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah termasuk aktivitas belajar, apalagi jika mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar lainnya.
 8. Berpikir
 Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir, orang memperoleh penemuan baru, setidaknya orang akan menjadi tahu tentang hubungan antar sesuatu.
 9. Latihan atau Praktek
 Latihan atau praktek termasuk aktivitas belajar. Orang yang melaksanakan kegiatan berlatih tentunya sudah mempunyai dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat mengembangkan sesuatu aspek pada dirinya.
 Latihan atau praktek merupakan salah satu aktivitas belajar yang seharusnya selalu dilakukan oleh individu yang belajar. Misalnya dengan latihan mengerjakan soal-soal Matematika akan memperbesar kemampuan dalam memahami dan menguasai pelajaran matematika tersebut.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
 Proses belajar adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam tingkah laku serta kecakapan, berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor.
 Berdasarkan asalnya, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang belajar, sedangkan faktor-faktor internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar.
 Hal ini sesuai dengan pendapat M. Ngalim Purwanto dalam sebuah bukunya yaitu :
 1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual.
 2. Faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial.
 Yang termasuk ke dalam faktor individual antara lain: faktor kematangan/pertumbuhan pribadi. Sedangkan yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mngajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.

Berikut ini dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar yaitu :
 1. Motivasi
 Seseorang akan berhasil dalam belajar, apabila pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar.
 Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut motivasi. Menurut W.S. Winkel, “ Motivasi adalah daya penggerak dari dalam diri untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Motivasi merupakan suatu kondisi internal atau disposisi…”.
 Dengan memberikan motivasi dimaksudkan untuk menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan anak-anak untuk mau belajar. Anak yang mempunyai intelegensi yang tinggipun apat saja gagal dalam belajarnya karena kekurangan motivasi, hal ini sesuai dengan pendapat S. Nasution yaitu :
 Anak mempunyai intelegensi tinggi mungkin saja gagal karena kekurangan motivasi. Hasil baik tercapai dengan motovasi yang tepat. Anak yang gagal tak begitu saja dapat dipersalahkan.
 Mungkin gurulah yang takberhasil memberikan motivasi yang membangkitkan kegiatan pada anak.

 Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsunngan dari kegiatan belajar dan yang memberiakn arah pada kegiatanbelajar itu, maka tujuan yang diketahui oleh siswa tercapai. Dikatakan keseluruhan karena biasanya ada beberapa motif, yang bersama-sama menggerakan sistem untuk belajar, motivasi belajar merupakan faktor psikis yag bersifat nonintelektual.
 Peran motivasi yang khas adalah dalam hal meningkatkan gairah/semangat belajar, siswa yang bermotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
 2. Peranan Hukuman Dan Penghargaan
 Penghargaan dan Hukuman dapat merupakan motivasi dalam belajar sama besarnya. Menurut Pasaribu dan B. Simanjuntak, “ Hukuman membuat anak tidak melakukan sesuatu ( Stoping Out ), sedang penghargaan ( Reward ) membuat sesuatu perbuatan dilakukan “.
 Dengan demikian jelaslah bahwa hukuman atau penghargaan yang diberikan oleh guru kepada anak-anak yang memang patut menerimanya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi belajar.
 3. Suasana Lingkukan Eksternal
 Suasana lingkungan eksternal ini menyangkut bayak hal antara lain, cuaca, kondisi tempat belajar, misalnya kebersihan, letak sekolah, pengaturan fisik kelas, ketenangan. Suasana ruang kelas, misalnya sangat terang, remang-remang atau gelap.
 Faktor- faktor ini mempengaruhi sikap dan reaksi individu yang belajar adalah berinteraksi dengan lingkungannya.

4. Kematangan
 Kematangan dicapai individu dari proses pertumbuhan fisiologisnya, “ Kematangan terjadi akibat adanya perubahan-perubahan kuantitatif di dalam struktur jasmani dabarengi dengan perubahan-perubahan kualitatif terhadap struktur tersebut”. ( Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991;137).
 Kematangan memberikan kondisi dimana fungsu-fungsi otak menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya fungsi-fungsi otak dan sistem syaraf, hal ini akan menumbuhkan kapasitas mental seseorang.
 5. Faktor Usia Kronologis
 Pertambahan dalam usia sesalu disertai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan, “ semakin tua usia individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologinya”.
 Dengan demikian anak yang lebih tua usianya tentu lebih kuat, dan lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas yang lebih berat, lebih mampu mengarakan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lebih lama.
 6. Kapasitas Mental
 Kapasitas adalah potensi untuk mempelajari serta mengembangkan berbagai keterambilan/kecakapan. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono yaitu, “ Dalan tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada sistem syaraf dan jringan otak “.
 Bakat yang dibawa oleh individu sejak dilahirkan serta pengaruh lingkungan dapat menyebabkab berkembangnya kapasitas mental individu yang berupa intelegensi. Oleh karena latar belakang heriditas dan lingkungan individu berbeda, maka intelegensi masing-masing individuan bervariasi.
 7. Guru dan Cara Mengajarnya
 Dalam proses belajar mengajar disekolah, faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Bagaimana sikap dan kepribadian guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak.
 8. Ingatan
 Ingatan adalah merupakan salah satu fungsi jiwa yang penting dalam belajar, terutama yang menyangkut mereproduksikan kembali apa-apa yang telah dipelajari.
 Menurut Sardiman didalam bukunya menyebutkan bahwa ingatan berfungsi, sebagai berikut :
 1. Mencamkan atau menerima kedan-kesan dari luar
 2. Menyimpan kesan,
 3. Memproduksi kesan, oleh karena itu ingatan merupakan kecakapan untuk memproduksi kesan-kesan didalam belajar.
 9. Tanggapan
 Tanggapan adalalah gambaran/kesan-kesan yang tinggal dalam ingatan setelah seseorang malakukan pengamatan atau observasi terhadap sesuatu obyek. Tinggi rendahnya intensitas tanggapan yang dimiliki oleh seseorang akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajarnya.
 Demikian telah penulis kemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar, penulis menyadari bahwa masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi belajar.
 Namun demikian penulis berpendapat bahwa apa yang telah penulis kemukakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar seperti tersebut di atas secara umum, telah memadai.

E. Pengertian Prestasi Belajar
 Prestasi belajar adalah hasil belajar yang diperoleh siswa selama batas waktu tertentu. Ada suatu pendapat pendapat yang mengatakan bahwa prestasi adalah keberhasilan siswayang di capai selama waktu tertentu, dalam sejumlah mata pelajaran yang dimaksud dalam penulisan ini adalah bukti keberhasilan dan peruahan siswa dalam penguasaan pengetahuan, pemahaman, keterampilan nilai sikap melalui tahapan-tahapan evaluasi belajarbyang dinyatakan dengan nilai.

 Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian prestasi belajar, baiklah penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, prestasi adalah “ Hasil yang telah dicapai ( dilakukan, dikerjakan dan sebagainya”.
 Sedangkan menurut W.S. Winkel bahwa, “ Prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang di capai “.
 Keberhasilan juga ditentukan oleh motivasi, bimbingan dari orang tua, karena orang tua merupakan orang yang bertanggung jawab dilingkungan keluarga terhadap keberhasilan anaknya. Hasil belajar menurut Helmart Hiedeis adalah sebagai berikut :
 Tahap pertama kalau siswa telah dapat mengutarakan kembali apa yang dipelajarinya dai ingatannya. Apa yang diperolehnya dengan cara begini menjadi dasar bagi bentuk belajar yang lebih maju. Tahap kedua tercapai kalau siswa dapat mengorganissikan sendiri dari tinjauan lain yang baru, artinya apa yang telah dipelajarinya prinsip organisasi tertentu. Tahap ketiga menghendaki kecakapan mentransper memakaikan cara-cara pemecahan persoalan terhadap masalah-masalah yang serupa. Tahap keempat ialah berfikir produktif dalam pemecahan masalah yang menghendaki kecakapan untuk menemukan sendiri masalah-masalahnya mencari kriteria pemecahan sendiri dan mengkritik hasilnya secara kritis.

 Prestasi yang dicapai siswa tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya intelegensi, motivasi dalam belajar, faslitas belajar dan tidak kalah pentingnya keikutsertaan orang tua membantu membimbing, serta membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anaknya.

 Prestasi belajar siswa di sekolah dapat dilihat pada angka raport atau ada daftar nilai formatif, sumatif atau nilai ebtanas pada akhir kelulusan siswa.
 Ditinjau dari segi didaktis maka penilaian proses belajar ini sangat penting, karena mereka ingin mengetahui kemajuan yang telah dicapai yang dapat mempengaruhi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya, sehingga diharapkan prsetasi berikutnya akan lebih meningkat.
 Dengan mengetahui nilai mereka, setidak-tidaknya dapat menjadikan motivasi untuk lebih giat dalam belajar sehingga mencapai prestasi yang lebih baik. Sedangkan bagi guru tidak hanya menilai hasil usaha murid saja, tetapi sekaligus ia juga menilai hasl usahanya sendiri.
 Ditinjau dari segi dasar psikologis, penilaian belajar merupakan kepuasan batin baik siswa sendiri, maupun bagi guru dan orang tua siswa sendiri ingin mengetahui hasil dari bimbingan, pengarahan serta petunjuk yang diberikan oleh orang tuanya.
 Sedangkan bila ditinjau dari segi administratif, bahwa prestasi siswa itu merupakan :
 1. Data untuk menentukan status anak didik dalam kelasnya, yaitu apakah anak didik tersebut tergolong anak pandai, sedang atau kurang.
 2. merupakan inti laporan tentang kemajuan siswa-sisw pada orang tuanya. Deprtemen yang berwenang, guru-guru dan murid itu sendiri.

F. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
 Tumbuh adalah berbeda dengan berkembang. Pribadi yang tumbuh mengandung arti yang berbeda dengan pribadi yang berkembang. Namun demikian kedua proses tersebut yaitu tumbuh dan berkembang berlangsung secara independen, artinya saling tergantung satu sama lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang murni,berdiri sendiri, akan tetapi keduanya dapat dibedakan.
 Menurut Kartini Kartono, “ Pertumbuhan ialah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, ….”.
 Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitas pada individu, misalnya bertambah panjangnya tubuh tubuh anak, tubuh bertambah berat, tulang-tulang menadi tambah panjang/besar dan kuat, kemudian perubahan dalam sistem parsyarafan dan perubahan-perubahan pada struktur jasmaniah. Dengan perkataan lain pertumbuhan dapat disebut sebagai proses perubahan dan proses pematangan fisik. Perkembangan merupakan suatu perubahan yang bersifat kualitatif, hal ini sesuai dengan pendapat Abu Ahmadi, “ Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif “. ( Abu Ahmadi, 1991;61 ).
 Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional.
 Selanjutnya menurut Kartini Kartono, “ Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik hasil dari prosespematangan fungsi-fungsi fisik, pematangan fungsi-fungsi psikis dan usaha belajar oleh anak, dalam mencobakan segenap potensi rohani dan jasmaninya.
 Segenap tingkah laku anak itu dirangsang dari dalam yaitu dorongan-dorongan dan insting-insting tertentu guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
 Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan menimbulkan frustasi, hal ini sesuai dengan pendapat Kartini Kartono yaitu, “ Jika kebutuhan-kebutuhan yang vital-biologis maupun yang sosial kultural tersebut tidak atau belum terpenuhi, maka akan timbul ketegangan, iritasi dan frustasi “.
 Anak-anak yang normal dan sehat senantiasa dibekali oleh alam dengan implus-implus untuk mencapai satu tujuan. Manusia senantiasa berusaha mengisi hari ini dan hari esok dengan kegiatan-kegiatan baru, berekplorasi, dan berekspremen untuk mencapai satu tujuan.
 Apabila kemampuan intelektual anak sudah berkembang, maka ia akan memperlihatkan rasa ingin tahunya, dan terus menerus bertanya tentang macam-macam peristiwa. Sejak anak dilahirkan hingga akhir hayatnya, ia selalu ingin maju.
 Jadi di dalam perkembangan anak terdapat impuls-impuls bawaan yang mendorong segenap mekanisme dari potensi untuk berfungsi aktif, berkembang dan terus maju. Dapat dikatakan ahwa mekanisme perkembangan anak memang terjadi alami. Guna mendapatkan wawasan yang lebih jelas mengenai perkembangan anak, orang membagi masa perkembangan dalam beberapa periode. Ha ini disebabkan oleh karena pada saat-saat perkembangan tertentu, anak-anak secara umum memperlihatkan ciri-ciri dan tingkah laku atau karakteristik yang hampir sama.
 Pada umumnya pada Sarjana Ilmu Jiwa mengemukakan pembagian periode tadi menurut pertimbangan sendiri. Hal ini terutama disebabkab oleh karena batas-batas yang jelas dari masa-masa perkembangan itu memang tidak bisa dipastikan dengan seksama.
 Periodesasi perkembangan anak ditinjau dari berbagai hal yang menonjol, misalnya perkembangan ego, perkembangan intelegensi, perkembangan biologis, perkembangan didaktis, atau perkembangan psikologis anak.
 Menurut Johann Amos Comenius yang dikutip oleh Abu Ahmadi, dalam bukunya perkembangan anak yaitu sebagai berikut :
 1. Scolo Materna ( Sekolah Ibu ) usia 0,0 – 6,0 , masa anak mengembangkan organ tubuh dan pancaindera itu dibawah asuhan ibu ( keluarga )
 2. Skala Vermacula ( Sekolah Bahasa Ibu ) usia 6,0 – 12, 0, mengembangkan pikiran, ingatan dan perasaannya disekolah ( Bahasa Ibu ).
 3. Scole Latihan ( Sekolah Bahasa Latin ), masa anak mengembangkan potensinya terutama daya intelektual dengan bahasa asing pada usia 12, 0 – 18,0.

4. Academica ( Akademi ) adalah media pendidikan yang tepat bagi anak usia 18, 0 – 24, 0 tahun 20.
 Selanjutnya menurut Oswald Kroh, perkembangan anak dibagi dalam tiga fase yaitu sebagai berikut :
 1. Dari lahir sampai masa menentang pertama, 4 tahun. Disebut pula sebagai masa kanak-kanak pertama.
 2. Dari masa menentang pertama sampai pada masa menentang kedua 4 – 14 tahun. Disebut pula sebagai masa-masa keserasian atau masa bersekolah.
 3. Masa menentang kedua sampai akhir masa muda. Disebut pula sebagai masa pematangan, 14 – 18 tahun. Batas Fase ketiga ini adalah akhir masa remaja 21.
 Menurut Charlotte Buhler, masa perkembangan anak adalah sebagai berikut :
 Fase pertama, 0 – 1 tahun : masa mnghayati obyek-obyek di luar diri sendiri, dan saat melatih fungsi-fungsi. Terutama melatih fungsi motorik : yaitu fungsi ang berkaitan dengan gerakan-gerakan dari badab dan anggota tubuh.
 Fase kedua, 2 – 4 tahun : masa pengenalandunia obyektif. Mulai ada pengenalan pada aku sendiri, dengan bantuan bahasa dan kemauan sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasarkan pengamtan obyektif, melainkan memindahkan keadaan batinnya pada benda-benda di luar dirinya.
 Fase ketiga, 5 – 8 tahun : masuk sosialisasi anak. Pada saat ini anak mulai memasuki masyarakat luas ( misalnya Taman Kanak-Kanak, pergaulan dengan kawan-kawan sepermainan, dan sekolah rendah ). Anak mulai belajar mengenal dunia sekitar secara obyektif.
 Fase keempat, 9 – 11 tahun : masa sekolah rendah. Pada periode ini anak mencapai obyektivitas tertinggi. Masa penyelidik, kegiatan mencoba dan bereksperimen, yang distimulir oleh dorongan-dorongan mmeneliti dan rasa ingin tahu yang besar.
 Fase kelima, 14 – 19 tahun : masa tercapainya sintese antara sikap kedalam batin sendiri dengan sikap keluar kepada dunia obyektif 22.

 Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan anak yaitu sebagai berikut :
 1. Nativisme
 Para ahli yang mmengikuti alian nativisme berpendapat bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.
 Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhaer. Para ahli yang menganut teori nativisme mempertahankan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik, maka kemungkinan besar bahwa anaknya juga akan menjadi ahli musik, besar pokoknya keistimewaan yang dimiliki orang tua juga dimilki oleh anaknya.
 Di pandang dari segi ilmu pendidikan, teori ini tidak dapat dibenarkan, sebab jika benar bahwa perkembangan anak itu hanya semata-mata dipengaruhi oleh faktor bakat atau pembawaan maka sekolah sebagai salah satu lingkungan bagi anak tidak dapat berbuat apa-apa, dalam rangka menyiapkan anak-anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa. Artinya pengaruh lingkungan dan pendidikan dianggap tidak ada.

 Dalam kenyataannya sejak zaman dahulu hingga sekarang sekolah-sekolah selalu didirikan dan dilengkapi sarana dan persyaratannya, guna menampung anak-anak yang ingin bersekolah dari berbagai jenis dan tingkatan bahkan sampai ke perguruan tinggi.
 2. Empirisme
 Para ahli yang menganut paham empirisme berpendapat bahwa perkembangan iru semata-mata tergantung kepada faktor lingkungan, seangkan faktor bakat yang dibawa sejak lahir tidak mempunyai pernan sam sekali.
 Tokoh utama aliran empirisme yaitu John Locke. Jika sekitarnya paham empirisme ini benar, maka dapat diciptakan manusia yang ideal sebagai mana yang diinginkan asalkan dapat disediakan kondisi-kondisi yang diperlukan untuk itu.
 Namun demikian kenyataannya menunjukan hal yang berbeda dari yang diharapkan. Banyak anak-anak orang kaya atau orang yang pandai mengecewakan orang tuanya karena kurang berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas-fasilitas yang tersedia bagi mereka lebih dar cukup. Sebaliknya banyak dijumpai anak orang-orang yang kurang mampu sangat berhasil dalam belajar, walaupun fasilitas-fasilitas yang mereke perlukan sangat jauh dari mencukupi.
 3. Konvergensi
 Paham nativisme maupun paham empirisme adalah ekstrimen, tidak berpijak kepada kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam khidupan sehari-hari.
 Paham yang dapat dianggap dapat menyembatani kedua paham tersebut adalah pahan Konvergensi, yang dirumuskan oleh Wiliam Stern. Paham konvergensi ini berpendapat bahwa didalam perkembangan individu baik bakat atau pembawaan maupun lingkungan keduanya mempunyai peranan yang sangat penting.
 Tiap anak manusia yang normal, mempunyai bakat dan bakat tersebut akan berkembang apabila menemukan lingkungan yang sesuai. Dengan demikian jelaslah bahwa perkembangan individu dipengaruhi oleh bakat atau pembawaan dan lingkungan.

G. Masa Peka Dalam Belajar
 Pertumbuhan dan kematangan itu berlangsung diluar kontrol anak manusia, dan diluar kemauan anak itu sendiri. Namun demikian setiap pengalaman positif dapat mengembangkan pribadi anak. Oleh pengalaman tersebut anak menjadi matang dan penghayatan hidupnya akan bertambah luas.
 Berkembangnya suatu fungsi didorong ole suatu kekuatan dari dalam, seingga pada suatu saat terdapat kepekaan dan kematangan untuk melatih fungsi tertentu didalam jiwa anak, oleh karena itu saat-saat yang demikian tersebut masa peka atau saat kematangan.
 Masa peka tiap-tiap individu tidaklah selalu sama waktunya, artinya individu yang mempunyai usia kronologis yang sama, belum tentu mempunyai masa peka yang sama pula. Jadi masa peka tiap-tiap individu, datangnya berbeda-beda tidak tergantung kepada usia kronologis.
 Cepat atau lambat masa peka untuk belajar bagi seorang individu dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Kartini Kartono yaitu sebagai berikut :
 Pertama, faktor-faktor sebelum lahir. Umpan : peristiwa kekurangan nutrisi pada ibu dan janin : janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi ada dalam kandungan : terkena infeksi oleh bakteri syiphilis, terkena penyakit TBC, kholera, typhus, gondok, sakit gula (diabetis melitus), dan lain-lain.
 Kedua , faktor ketika lahir, antara lain ialah : pendarahan pada bagian kepala bayi, disebabkan oleh tekanan dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan, dan lain-lain.
 Ketiga, faktor sesudah lahir antara lain : oleh pengalaman traumatik (luka-luka karena bayi jatuh : kepala terpukul, atau mengalami serangan sinar matahari, infeksi pada otak atau selaput otak.
 Keempat, faktor psikologis : antara lain bayi ditinggalkan ibu, ayah atau kedua orang tuanya. Sebab lain ialah anak-anak dititipkan dalam suatu institusional (rumah sakit), rumah yatim piatu, yayasan perawatan bayi dan lain-lain), sehingga mereka kurang sekali mendapatkan perawatan jasmaniya dan cinta kasih.

 Anak-anak yang belajar akan lebih menunjukkan prstasi yang baik apabila didorong oleh masa kematangan atau masa kepekaan. Sehubungan dengan masa kepekaan tersebut hendaknya para pendidik mengusahakan agar pada saat datangnya masa kepekaan tadi, tidak menghalangi atau menghambat aktivitas-aktivitas belajar yang dilakukan oleh anak.

DAFTAR PUSTAKA

Dja’far Sabran, Risalah Tauhid, Sifat Dua Puluh, (Samarinda, 1979).
 Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, ( Semarang, Tanjung Mas Inti, Revisi Terjemah, 1992)
 Dra. Rostiah. N.K, Didaktik Metodik,(Jakarta:Bumi Aksara anggota IKAPI, 2002)
 Departemen Agama RI, Al Qur;An Dan Terjemahnya. Revisi Terjemah 1992. Penerbit: PT Tanjung Mas Inti.
 Hasbi As- Siddiqy, Sejarah Pengantar Ilmu Kalam,(jakarta: bulan bintang,1973)
 H.M. Zurkani Yahya, Teologi Al- Ghozali, Pendekatan Metodologi, ( Pustaka Pelajar, anggota IKAPI,1986),
 H. Zainuddin Hamidy,dkk. Terjemah Shahih Bukhori, jilid I, (Jakarta, Widjaya)
 Jusuf Djayadisastra, Metode-Metode Mengajar, Jilid I, (Bandung: Angkasa, 2002)
 Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam,(Surabaya:Al-Ikhlas, 1982).
 Ma’mur Daud, Terjemah Hadits Shahih Muslim, jilid IV, (Jakarta : Widjaya ).
 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia,Yayasan Penyelenggara Penterjemah/
 Pentafsiran Al- Quran, Jakarta. 1972.
 Siman Hadi Widya Prakosa Tim Dosen Fip- Ikip Malang, Dasar – Dasar Kependidikan. Cet III Penerbit : Usaha Nasional. 1988.
 Undang – Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas.
 WJS purwadarminto, kamus umum bahasa Indonesia. ( Jakarta: Balai pustaka )
 Winarno Surakhmad, Metode Pengajaran Nasional, ( Bandung, Jemmars, 1979)
Komentar
PENILAIAN BERBASIS KELAS
 Filed under: Pendidikan — 1 Komentar
10- Februari- 2010

PENILAIAN BERBASIS KELAS

OLEH : FAT HURRAHMAN

A. Pengertian Penilaian Berbasis Kelas

Penilaian Berbasis Kelas (PBK) adalah penilaian yang dilakukan oleh guru dalam rangka proses pembelajaran. PBK merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru  untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan ( standar komptensi, komptensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar). Penilaian Berbasis Kelas merupakan prinsip, sasaran yang akurat dan konsisten tentang kompetensi atau hasil belajar siswa serta pernyataan yang jelas mengenai perkembangan dan kemajuan siswa. maksudnya adalah hasil Penilaian Berbasis Kelas dapat menggambarkan kompetensi, keterampilan dan kemajuan siswa selama di kelas.

Depdiknas (2002), menjelaskan bahwa Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam kurikulum berbasis kompetensi. PBK itu sendiri pada dasarnya merupakan kegiatan penilaian yang dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dengan mengumpulkan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis (paper and pen). Fokus penilaian diarahkan pada penguasaan kompetensi dan hasil belajar siswa sesuai dengan level pencapaian prestasi siswa.

B.  Manfaat, Keunggulan dan Prinsip Penilaian Berbasis Kelas.

1)  Hasil Penilaian Berbasis Kelas bermanfaat untuk :
Umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya.
Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remidiasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya.
Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas.
Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda.

 2) Keunggulan Penilaian Berbasis Kelas adalah
Pengumpulan informasi kemajuan belajar baik formal maupun non formal diadakan secara terpadu, dalam suasana yang menyenangkan, serta senantiasa memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, dipahami dan mampu dikerjakan siswa.
Pencapaian hasil belajar siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompok (norm reference assessment), tetapi dibandingkan dengan kemampuan sebelumnya kriteria pencapaian kompetensi, standar pencapaian, dan level pencapaian nasional, dalam rangka membantu anak mencapai apa yang ingin dicapai bukan untuk menghakiminya.
Pengumpulan informasi menggunakan berbagai cara, agar kemajuan belajar siswa dapat terdeteksi secara lengkap.
Siswa perlu dituntut agar dapat mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk mengerahkan semua potensi dalam menanggapi, mengatasi semua masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri, bukan sekedar melatih siswa memilih jawaban yang tersedia.
Untuk menentukan ada tidaknya kemajuan belajar dan perlu tidaknya bantuan secara berencana, bertahap dan berkesinambungan, berdasarkan fakta dan bukti yang cukup akurat.

3)  Prinsip-prinsip Penilaian Berbasis Kelas
Valid, penilaian memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa.
Mendidik, penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa.
Berorientasi pada kompetensi, penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
Adil, penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa dan gender.
Terbuka, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak.
Berkesinambungan, penilaian dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.  (Depdiknas, 2002).

C. Ranah Kognitif, Ranah Afektif dan Ranah Psikomotor sebagai Objek Evaluasi Hasil  Belajar.

1. Ranah Kognitif.

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom dalam Sudijono (2003:49) segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat 6 (enam) jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang yang terendah sampai jenjang yang paling tinggi, yaitu : (a) Pengetahuan (Knowledge),  (b) Pemahaman (Comprehension), (c) Penerapan (Application), (d) Analisis (Analysis. (e) Sintesis (Syntesis), dan (f) Penilaian/penghargaan (Evaluation). Keenam jenjang berpikir  ranah kognitif ini bersifat kontinum dan everlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada di bawahnya.
2. Ranah Afektif.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar menyatakan bhwa sukap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif ditaksonomi  menjadi lebih rinci ke dalam 5 (lima) jenjang, yaitu: (a) Menerima atau memperhatikan (Receiving/Attending), (b) menanggapi (Responding), (c) menilai (Valuing). (d) menilai atau menghargai, (e) mengatur (Organization),

 3.  Ranah Psikomotor.

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.

D. Strategi Penilaian Berbasis Kelas.

Sekalipun tidak selalu sama, namun pada umumnya para pakar dalam bidang evaluasi/ penilaian pendidikan merinci kegiatan evaluasi hasil belajar ke dalam 6 (enam) langkah pokok, yakni:

1.  Menyusun Rencana Evaluasi Hasil Belajar.

Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar itu umumnya oleh Sudijono (2003:59) mencakup enam jenis kegiatan, yakni: (a) Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi. (b) menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi, (c) memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan di dalam pelaksanaan evaluasi, (d)  Menyusun alat-alat pengukur dan penilaian hasil belajar peserta didik, (e) Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi dan (f) Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).

2.  Menghimpun Data.

Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara, atau angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list, interview guide, atau questionnaire (apabila evaluasi hasil belajar menggunakan teknis non tes).

 3.  Melakukan Verifikasi Data.

Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring lebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang “baik” (yaitu data yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari data yang “kurang baik” (yaitu data yang akan menguburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).

 4.   Mengolah dan Menganalisis Data.

Mengolah dan menganalisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu, maka data hasil evaluasi perlu disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga “dapat berbicara”. Dalam menggolah dan menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik dan atau teknik non statistik, tergantung kepada jenis data yang akan diolah atau dianalisis. Dengan analisis statistic misalnya, penyusunan atau pengaturan dan penyajian data lewat tabel-tabel, grafik, atau diagram, perhitungan-perhitungan rata-rata, standar deviasi, pengukuran korelasi, uji benda mean, atau uji benda frekuensi dan sebagainya akan dapat menghasilkan informasi-informasi yang lebih lengkap dan amat berharga.

 5.   Memberikan Interpretasi dan Menarik Kesimpulan.

Memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tentu harus mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.

6.  Tindak Lanjut Hasil Evaluasi.

Bertitik tolak dari hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya, maka pada akhirnya evaluator akan mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan hasil evaluasi tersebut. Harus senantiasa diingat bahwa setiap kegiatan evaluasi menuntut adanya tindak lanjut yang konkrit. Tanpa diikuti oleh tindak lanjut yang konkrit, maka pekerjaan evaluasi itu hanya akan sampai kepada pernyataan, yang menyatakan bahwa; “saya tahu, bahwa begini dan itu begitu”. Apabila hal seperti itu terjadi, maka kegiatan evaluasi itu sebenarnya tidak banyak membawa manfaat bagi evaluator.

E.  Pelaksanaan Penilaian Berbasis Kelas dalam Proses Pembelajaran.

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari diri individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan.

Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaran mencakup 3 (tiga) tahapan yang dalam 3 (tiga) tahapan tersebut dapat dilakukan penilaian kelas. Tiga tahapan dimaksud, antara lain: (1) Pretest (tes awal). (2) Proses Pembelajaran. (3) Postest (tes akhir).

DAFTAR PUSTAKA


Depdiknas, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Depdiknas, 2002. Ringkasan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah, Jakarta:  Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Hasan Chalijah, 1994.  Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan. Penerbit : Al-Ikhlas Surabaya

Soetopo H, 2002 :  Pendekatan Joyful Learning Dalam Pembelajaran PLH. Makalah disampaikan Pada seminar Nasional ‘ Pengembangan Program Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang Diselenggarakan Oleh Proyek PKLH Ditjen Dikdasmen  Depdiknas Jakarta 20 agustus 2002.

Sudijono, Anas, 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Thoha, M. Chabib, 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Undang Undang  RI Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidkan Nasional (SISDIKNAS). Penerbit :  CITRA UMBARA Bandung
Tags: PENILAIAN BERBASIS KELAS
Komentar
NIKAH SUNNAH RASULULLAH SAW
 Filed under: Hadist — 4 Komentar
25- April- 2009

NIKAH SUNNAH RASULULLAH SAW

a. Materi Dan Arti Hadits
 حدسنا سعيد بن أبي مريم أخبرنا محمد بن جعفر أخبرنا حميد بن أبي حميد الطويل أنه سمع أنس بن مالك رضي الله عنه يقول جاءثلاث رهط الي بيوت أزواج النبي صلي الله عليه و سلم يسألون عن عبادة النبي النبي صلي الله عليه و سلم فلما أخبروا كأنهم تقلوها فقالوا و اين نحن من النبي صلي الله عليه و سلم قد غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر قال احدهم أما انا فإني اصلي الليل ابدا وقال اخر انا اصوم الدهر ولا افطر وقال اخر انا اعتزل النساء فلا اتزوج ابدا فجاء رسول الله صلي الله عليه و سلم إليهم فقال انتم الذين قلتم كذا وكذا اما والله اني لأخشاكم لله واتقاكم له لكني اصوم وافطر واصلي وارقد واتزوج النساء فمن رغب عن سنتي فليس مني (اخرجه البخاري في كتاب النكاح باب الترغيب في النكاح)
 Artinya :
 ….Anas Ibn Malik berkata : Datang tiga golongan kerumah istri-istri Nabi SAW ketika diterangkan kepada mereka seakan-akan mereka menganggapnya terlalu sedikit, mereka berkata : “Jadi di mana kami dibandingkan dengan Nabi SAW padahal beliau telah diampuni dosa-dosa beliau yang terdahulu dan yang akan datang” salah satu dari mereka berkata : “ sedangkan aku shalat malam terus menerus” yang lain berkata “Aku berpuasa sepanjang tahun dan tidak berbuka “ yang lain berkata : “Aku menjauhi wanita dan tidak menikah selamanya “maka datanglah Nabi SAW kepada mereka lalu berkata : Kalian yang berkata begini dan begitu, Demi Allah sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah daripada kalian dan lebih taqwa daripada kalian dihadapanNya akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan aku tidur dan aku mengawini wanita, barang siapa yang membenci Sunnahku maka ia bukan golonganku. (HR. al-Bukhary pada kitab Nikah Bab keinginan untuk menikah)

b. Perawi Awal dan Perawi Akhir
 Perawi awal hadits ini adalah Anas Ibn Malik Ra sedangkan Perawi akhirnya, adalah Bukhry.

c. Sanad dan Cara Penyampaian Hadits
 Anas Ibn Malik
 (Tahtamil Sima’)
 Humaid Ibn Abu Humaid
 (Ikhbar)
 Muhammad Ibn Ja’far
 (Ikhbar)
 Said Ibn Abu Maryam
 (Tahdits)

d. Takhrij Hadits

No NAMA
 1. Shahih Muslim
 2. Sunan al-Nasa’i

3. Musnad Ahmad

KITAB KITAB/BAGIAN

1. Nikah

2. Nikah

3. Baqi Musnad al-Mukatsirin

NO. HADITS

1. 2487

2. 3165

3. 13045. 13230,13534

f. Nilai Hadits


 Nilai hadits shahih riwayat al-Bukhary pada kitab al Nikah bab al –Targhib fi al-Nikah.
Tags: NIKAH SUNNAH RASULULLAH SAW
Komentar
JENIS-JENIS BELAJAR
 Filed under: Pendidikan — 9 Komentar
13- Agustus- 2008

JENIS-JENIS BELAJAR

A. Jenis-Jenis Belajar

Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan perubahan itu bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar mempunyai cirri-ciri masing-masing. Para ahli dengan melihat ciri-ciri yang ada di dalamnya, mencoba membagi jenis-jenis belajar ini, disebabkan sudut pandang. Oleh karena itu, sampai saat ini belum ada kesepakatan atau keragaman dalam merumuskannya. A. De Block misalnya berbeda dengan C. Van Parreren dalam merumuskan sistematika jenis-jnis belajar. Demikian juga antara rumusan sistematika jenis-jenis belajar yang dikemukakan oleh C. Van Parreren dengan Robert M. Gagne.[1]

Jenis-jenis belajar yang diuraikan dalam pembahasan berikut ini merupakan penggabungan dari pendapat ketiga ahli di atas. Walaupun begitu, dari pendapat ketiga para ahli di atas, ada jenis-jenis belajar tertentu yang tidak dibahas dalam kesempatan ini, dengan pertimbangan sifat buku yang dibahas.

Oleh karena itu, jenis-jenis belajar yang diuraikan berikut ini menyangkut masalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoritis, belajar kaedah, belajar konsef/pengertian, belajar keterampilan motorik, dan belajar estetik. Untuk jelasnya ikutilah uraian berikut.

1. Belajar arti kata-kata

Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah mengetahui kata “kucing” atau “anjing”, tetapi dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang yang disebutkan dengan kata itu. Namun lam kelamaan dia mengetahui juga apa arti kata “kucing” atau “anjing”,. Dia sudah tahu bahwa kedua binatang itu berkaki empat dan dapat berlari. Suatu ketika melihat seekor anjing dan anak tadi menyebutnya “kucing”. Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi anjing. Anak itu pun tahu bahwa anjing bertubuh besar dengan telinga yang cukup panjang, dan kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang kecil dari pada anjing.

Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalau pun dapat menggunakannya, tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar-dasar terpenting. Orang yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri dalam setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya kepada siding pembaca. Oleh karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam belajar.

2. Belajar Kognitif

Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalamannya kepada temuannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak tidak dapat menghadirrkan objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.

Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah perubahan.

3. Belajar Menghafal

Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.

Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.

4. Belajar Teoritis

Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta {pengetahuan} dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di antara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan. Missalnya, “bujur sangkar” mencakup semua persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman; tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan species. Sekaligus dikembangkan dalam metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara efektif dan efesien, misalnya dalam penelitian fisika.

5. Belajar Konsep

Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk repressentasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata {lambang bahasa}.

Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara kandung, paman, bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya, adalah kata-kata yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, bahkan dengan mikroskop sekalipun. Untuk memberikan pengertian pada semua kata itu diperlukan konsep yang didefinisikan dengan menggunakan lambang bahasa.

Ahmad adalah saudara sepupu Mahmud; merupakan kenyataan {realitas}, tetapi tidak dapat diketahui dengan mengamati Ahmad dan Mahmud. Kenyataan itu dapat diketahui dengan menggunakan lambang bahasa. Kata “saudara sepupu” dijelaskan. Penjelasan atas kata “saudara sepupu” itulah yang dimaksudkan disini dengan konsep yang didefinisikan. Berdasarkan konsep yang didefinisikan, didapatkan pengertian, sauadara sepupu adalah anak dari paman atau bibi.

Akhirnya, belajar konsep adalah berfikir dalam konsep dan belajar pengertian. Taraf ini adalah taraf konprehensif. Taraf kedua dalam taraf berfikir. Taraf pertamanya adalah taraf pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima.

6. Belajar Kaidah

Belajar kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual {intellectual skill}, yang dikemukakan oleh Gagne.[2] Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mereprensikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata, “besi dipanaskan memuai”, karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai “besi”, “dipanaskan” dan “memuai”, dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu {besi, dipanaskan, dan memuai}, maka dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”.

Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan suatu representasi {gambaran} mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, belajar kaidah sangat penting bagi seseorang sebagai salah salah satu upaya penguasaan ilmu selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi {universitas}.

semoga uraian di atas dapat menjadi penghubung dalam memahami belajar kaidah-kaidah di dalam menuntut ilmu..

7. Belajar Berpikir

Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.

Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda-beda tetapi benar.

Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.

b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.

c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.

d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.

e. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.

Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.

a. Kesadaran akan adanya masalah.

b. Merumuskan masalah.

c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.

d. Menguji hipotesis-hipotesis itu.

e. Menerima hipotesis yang benar.

Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan meloncat-loncat antara macam-macam langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks.[3]

B. Prinsip-Prinsip Belajar

Telah dipahami belajar adalah berubah. Berubah berarti belajar, tidak berubah, berarti tidak belajar. Itulah sebabnya hakikat belajar adalah perubahan. Tetapi tidak semua perubahan berarti belajar.

Agar setelah melakukan kegiatan belajar didapatkan hasil yang efektif dan efesien tentu saja diperlukan prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan jalan kea rah keberhasilan.[4] Maka calon guru/pembimbing seharusnya sudah dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, ialah prinsip belajar yang dapat terlaksana dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Namun demikian marilah kita susun prinsip-prinsip belajar itu, sebagai berikut:
Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional;
Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;
Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional;
Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya;
Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery;
Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya;[5]
Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang;
Belajar memerlukan lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar yang efektif;
Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya;
Belajar adalah proses kontiguitas {hubunagan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain} sehingga mendapatkan pengertian yang diharapakan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan;
Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa;


[1]. Drs. Syaiful Bahri Djamarah “Psikologi Belajar”, Rineka Cipta, Jakarta. 2002, Hal. 27

[2]. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., Hal. 32

[3]. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., Hal. 34

[4]. Drs. Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., Hal. 61

[5].Drs. Slameto “Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”, Rineka Cipta, Jakarta, 1988. Hal. 29

Tags: JENIS-JENIS BELAJAR
Komentar
MOTIVASI DAN BIMBINGAN DALAM BELAJAR
 Filed under: Pendidikan, PSIKOLOGI — 15 Komentar
13- Agustus- 2008

MOTIVASI DAN BIMBINGAN DALAM BELAJAR

OLEH : FAT HURRAHMAN


A. Pendahuluan
Pengertian Motivasi

Banyak para ahli yang sudah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing, namun intinya sama, yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.

Mc. Donald mengatakan bahwa, Motivation is a energi change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin melakukan aktifitas belajar.

Seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara terus menerus tanpa motivasi dari luar dirinya merupakan motivasi intrinsik yang sangat penting dalam aktivitas belajar. Namun, seseorang yang tidak mempunyai keinginan untuk belajar, dorongan dari luar dirinya merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik diperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subjek belajar.

Guru-guru sangat menyadari penting motivasi di dalam membimbing belajar murid. Berbagai macam teknik misalnya kenaikan tingkat, penghargaan, peranan-peranan kehormatan-kehormatan, piagam-piagam prestasi, pujian dan celaan telah digunakan untuk mendorong murid-murid agar mau belajar. Ada kalanya, guru-guru mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat.

Bukan hanya sekolah-sekolah yang berusaha memberi motivasi tingkah laku manusia kearah perubahan tingkah laku yang diharapkan. Orang tua atau keluarga pun telah berusaha memotivasi belajar anak-anak mereka. Kelompok yang berkecimpung dibidang “Manajement“ yang membuat rencana “Insentive” baru untuk meningkatkan produksi, adalah berusaha memotivasi perubahan-perubahan dalam tingkah laku. Kaum pengusaha mengeluarkan biaya setiap tahun untuk memasang advertensi, berarti memotivasi orang-orang agar mau membeli dan menggunakan hasil-hasil usahanya.

Dari uraian diatas, ternyata kesadaran tentang pentingnya motivasi bagi perubahan tingkah laku manusia telah dimiliki, baik oleh para pendidik, para orang tua murid maupun masyarakat.


B. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik
Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya. Kemudian kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkrit, seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain-lain. “intrinsik motivations are inherent in the learning situations and meet pupil-needs and purposes”. Itulah sebabnya motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan aktivitas belajarnya. Seperti tadi dicontohkan bahwa seorang belajar, memang benar-benar ingin mengetahui segala sesuatunya, bukan karena ingin pujian atau ganjaran.
Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh itu seseorang itu belajar,karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya,atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik,atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.

C. Prinsip-Prinsip Motivasi Belajar

Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang terlepas dari factor lain. Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsure jiwa dan raga. Belajar tak akan pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari dalam yang lebih utama maupun dari luar sebagai upaya lain yang tak kalah pentingnya.

Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang itu dalam pembahasan ini disebut motivasi. Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri sesorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi bisa juga dalam bentuk usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya

Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya diketahui, tetapi juga harus diterangkan dalam aktivitas belajar mengajar. Ada beberapa prinsip motivasi dalam belajar seperti dalam uraian berikut.
Motivasi Sebagai Dasar Penggerak Yang Mendorong Aktivitas Belajar

Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya motivasilah sebagai dasar penggeraknya yang mendorong sseorang untuk belajar. Seseorang yang berminat untuk belajar belum sampai pada tataran motivasi belum menunjukkan aktivitas nyata. Minat merupakan kecenderungan psikologis yang menyenangi sesuatu objek, belum sampai melakukan kegiatan. Namun, minat adalah motivasi dalam belajar. Minat merupakan potensi psikologi yang dapat dimanfaatkan untuk menggali motivasi. Bila seseorang sudah termotivasi untuk belajar maka dia melakukan aktivitas belajar dalam rentangan waktu tertentu. Oleh karena itulah, motivasi diakui sebagi dasar penggerak yang mendorong aktivitas belsajar seseorang.
Motivasi Intrinsic Lebih Utama Daripada Motivasi Ekstrinsik Dalam Belajar

Dari seluruh kebijakan pengajaran, guru lebih banyak memutuskan memberikan motivasi ekstrinsik kepada setiap anak didik. Tidak pernah ditemukan guru yang tidak memakai motivasi ekstrinsik dalam pengajaran. Anak didik yang malas belajar sangat berpotensi untuk diberikan motivasi ekstrinsik oleh guru supaya dia rajin belajar.

Efek yang tidak diharapkan dari pemberian motivasi ekstrinsik adalah kecendrungan ketergantungan anak didik terhadap segala sesuatu di luar dirinya. Selain kurang percaya diri, anak juga bermental pengharapan dan mudah terpengaruh. Oleh karena itu, motivasi intrinsik lebih utama dalam belajar.

Anak didik yang belajar berdasarkan motivasi intrinsik sangat sedikit terpengaruh dari luar. Semangat belajarnya sangat kuat. Dia belajar bukan karena ingin mendapatkan nilai yang tinggi, mengharapkan pujian orang lain atau mengharapkan hadiah berupa benda, tetapi karena ingin memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya. Tanpa diberikan janji-janji yang muluk-muluk pun anak didik rajin belajar sendiri. Perintah tidak diperlukan, karena tanpa diperintah anak sudah taat pada jadwal belajar yang dibuatnya sendiri.
Motivasi Berupa Pujian Lebiah Baik Daripada Hukuman

Meski hukuman tetap diberlakukan dalam memicu semangat belajar anak didik, tetapi masih lebih baik penghargaan berupa pujian. Setiap orang senang dihargai dan tidak suka dihukum dalam bentuk apapun jaga. Memuji orang lain berarti memberikan penghargaan atas prestasi kerja orang lain. Hal ini memberikan semangat kepada seseorang untuk lebih meningkatkan prestasi kerjanya. Tetapi pujian yang diucap itu tidak asal ucap, harus pada tempat dan kondisi yang tepat. Kesalahan pujian bisa bermakna mengejek.
Motivasi Berhubungan Erat Dengan Kebutuhan Dalam Belajar

Kebutuhan yang tak bisa dihindari oleh anak didik adalah keinginan untuk menguasai sejumlah ilmu pengetahuan. Oleh karena itulah anak didik belajar. Karena bila tidak belajar berarti anak didik tidak akan mendapat ilmu pengetahuan. Bagaimana untuk mengembangkan diri dengan memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki bila potensi-potensi tidak ditumbuh kembangkan melalui penguasaan ilmu pengetahuan. Jadi, belajar adalah santapan utama anak didik.
Motivasi Dapat Memupuk Optimisme Dalam Belajar

Anak didik yang mempunyai motivasi dalam belajar selalu yakin dapat menyelesaikan setiap pekerjaan yang dilakukan. Dia yakin bahwa belajar bukanlah kegiatan yang sia-sia. Hasilnya pasti akan berguna tidak hanya kini, tetapi dihari-hari mendatang. Setiap ulangan yang diberikan oleh guru bukan dihadapi dengan pesimisme, hati yang resah gelisah. Tetapi dia hadapi dengan tenang dan percaya diri. Biarpun ada anak didik yang lain membuka catatan ketika ulangan, dia tidak terpengaruh dan tetap tenang menjawab setiap soal item soal dari awal hingga akhir waktu yang ditentukan.
Motivasi Melahirkan Prestasi Dalam Belajar

Dari berbagai hasil penelitian selalu menyimpulkan bahwa motivasi mempengaruhi prestasi belajar. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi belajar seseorang anak didik. Anak didik menyenangi mata pelajaran tertentu dengan senang hati mempelajari mata pelajaran itu. Selain memiliki bukunya, ringkasannya juga rapi dan lengkap. Setiap ada kesempatan selalu mata pelajaran yang disenangi itu yang dibaca. Wajarlah bila isi mata pelajaran itu dikuasai dalam waktu yang relatif singkat.


D. Fungsi Motivasi Dalam Belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar pasti ditemukan anak didik yang malas berpartisipasi dalam belajar. Sementara anak didik yang lain aktif berpartisipasi dalam kegiatan, seorang atau dua orang anak didik duduk dengan santainya di kursi mereka dengan alam pemikiran yang jauh entah kemana. Sedikitpun tidak tergerak hatinya untuk mengikuti pelajaran dengan cara mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.

Ketiadaan minat terhadap suatu mata pelajaran menjadi pangkal penyebab kenapa anak didik tidak bergeming untuk mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Itulah sebagai pertanda bahwa anak didik tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Kemiskinan motivasi intrinsik ini merupakan masalah yang memerlukan bantuan yang tidak bisa ditunda-tunda. Guru harus memberikan suntikan dalam bentuk motivasi ekstrinsik. Sehingga dengan bantun itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar.

Bila motivasi ekstrisik yang diberikan itu dapat membantu anak didik keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, maka motivasi dapat diperankan dengan baik oleh guru. Peranan yang dimainkan oleh guru dengan mengandalkan fngsi-fungsi motivasi merupakan langkah yang akurat untuk menciptakan iklim belajar yang kondusip bagi anak didik.

Baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrisik sama berfungsi sebagai pendorong, penggerak, dan penyeleksi perbuatan. Ketiganya menyatu dalam sikap terimplikasi dalam perbuatan. Dorongan adalah fenomena psikologis dari dalam yang melahirkan hasrat untuk bergerak dalam menyeleksi perbuatan yang akan dilakukan. Karena itulah baik dorongan atau penggerak maupun penyeleksi merupakan kata kunci dari motivasi dalam setiap perbuatan dalam belajar.

Untuk jelasnya ketiga fungsi motivasi dalam belajar tersebut diatas, akan diuraikan dalam pembahasan sebagai berikut.

1. Motivasi Sebagai Pendorong Perbuatan

Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuaru yang dicari muncullah minatnya untuk belajar. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Jadi, motivasi yang berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.

2. Motivasi Sebagai Penggerak Perbuatan

Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Disini anak didik sudah melakukan aktifitas belajar dengan segenap raga dan jiwa. Akal pikiran berproses dengan sikap pada yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan belajar. Sikap berada dalam kepastian perbuatan dan akal pikiran mencoba membedah nilai yang terpatri dalam wacana, prinsif, dalil, dan hukum, sehingga mengerti betul isi yang dikandung.


3. Motivasi Sebagai Pengarah Perbuatan

Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeliksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Seorang anak didik yang ingin mendapatkan sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, ttidak mungkin dipaksakan untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Pasti anak didik akan mempelajari mata pelajaran dimana tersimpan sesuatu yang akan dicari itu. Sesuatu yang akan dicari anak didik merupakan tujuan belajar yang akan dicapainya. Tujuan belajar itulah sebagai pengarah yang memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar.


E. Bentuk-Bentuk Motivasi Dalam Belajar

Dalam proses enteraksi belajar mengajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik, diperlukan untuk mendorong anak didik agar tekun belajar. Motivasi ekstrinsik sangat diperlukan bila ada diantara anak didik yang kurang berminat mengikuti pelajaran dalam jangka waktu tertentu. Peranan motivasi ekstrinsik cukup besar untuk membimbing anak didik dalam belajar. Hal ihi perlu disadari oleh guru. Untuk itu seorang guru biasanya memanfaatkan motivasi ekstrinsik untuk meningkatkan minat anak didik agar lebih bergairah belajar meski terkadang tidak tepat. Drs. Wasty Soemantoe (1984) mengatakan, bahwa guru-guru sangat menyadari pentingnya motivasi dalam bimbingan belajar murid. Dalam berbagai teknik, misalnya kenaikan tingkat, penghargaan, peranan-peranan kehormatan, piagam-piagam prestasi, pujian, dan celaan telah diguinakan untuk mendorong murid-murid agar mau belajar. Adakalanya guru-guru mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat.

Kesalahan dalam memberikan motivasi ekstrinsik akan berakibat merugikan prestasi belajar anak didik dalam kondisi tertentu. Interaksi belajar mengajar menjadi kurang harmonis. Tujuan pendidikan dan pengajaran pun tidak akan tercapai dalam waktu yang relatif singkat, sesuai dengan target yang dirumuskan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai kondisi psikologis anak didik sangat diperlukan guna mengetahui segala apa yang sedang dihadapi anak didik sehingga gairah belajarnya menurun.

Ada beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak didik di kelas, sebagai berikut.
Memberi Angka

Angka dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai dari hasil aktivitas belajar anak didik. Angka atau nilai yang baik mempunyai potensi yang besar untuk memberikan motivasi kepada anak didik lainnya. Namun, guru harus menyadari bahwa angka/nilai bukanlah merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna, karena hasil belajar seperti itu lebih menyentuh aspek kognitif. Bisa saja nilai itu bertentengan dengan efektif anak didik. Untuk itu guru perlu memberikan angka/nilai yang menyentuh aspek efektif dan keterampilan yang diperlihatkan anak didik dalam pergaulan/kehidupan sehari-hari. Penilaian harus juga diarahkan kepadda aspek kepribadian anak didik dengan cara mengamati kehidupan anak didik di sekolah, tidak hanya semata-mata berpedoman pada hasil ulangan di kelas, baik dalam bentuk formatif atau sumatif.
Hadiah

Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai penghargaan atau kenang-kenangan/cenderamata. Dalam dunia pendidikan, hadiah bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Hadiah dapat diberikan kepada anak didik yang berprestasi, rangking satu, dua tau tiga dari anak didik lainnya. Dalam pendidikan modern, anak didik yang berprestasi tinggi memperoleh predikat sebagai anak didik teladan dan untuk perguruan tinggi/universitas disebut sebagai mahasiswa teladan.sebagai penghargaan atas prestasi mereka dalam belajar, uang beasiswa supersemar pun mereka terima setiap bulan dengan jumlah dan jangka waktu yang ditentukan. Hadiah berupa uang beasiswa supersemar diberikan adalah untuk memotivasi anak didik/mahasiswa agar senantiasa mempertahankan prestasi belajar selama berstudi.
Kompetisi

Kompetisi adalah persaingan, dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk medorong anak didik agar mereka bergairah belajar. Bila iklim belajar yang kondusif terbentuk, maka setiap anak didik terlihat dalam kompetisi untuk menguasai bahan pelajarran yang diberikan. Selanjutnya, setiap anak didik sebagian individu melibatkan diri mereka masing-masing kedalam aktivitas belajar. Kondisi inilah yang dikehendaki dalam pendidikan modern, yakni cara belajar siswa aktif (CBSA), bukan catat buku sampai akhir pelajaran yang merupakan kepanjangan dari CBSA pasaran.

4. Ego-Involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai suatu tantangan sehingga beklerja keras dengan mempertahankan harga diri, adalah sebagai salah ssatu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri. Begitu juga dengan anak didik sebagai subjek belajar. Anak didik akan belajar dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.
Memberi Ulangan

Ulangan bisa dijadikan sebagai motivasi, anak didik biasanya mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari untuk menghadapi ulangan. Oleh karena itu, ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi anak didik agar lebih giat belajar. Namun demikian, ulangan tidak selamanya dapat digunakan sebagai alat motivasi. Ulangan yang guru lakukan setiap hari dengan tak terprogram, hanya karena selera, akan membosankan anak didik.

Oleh karena itu,ulangan akan menjadi alat motivasi bila dilakukan secara akurat dengan teknik dan setrategi yang sestematis dan terencana.

6. Mengatahui Hasil

Mengatahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi. Bagi anak didik yang menyadari betapa besarnya sebuah nilai prestasi belajar akan meningkatkan intensitas belajarnya guna mendapatkan prestasi belajar yang melebihi prestasi belajar diketahui sebelumnya. Prestasi belajar yang rendah menjadikan anak didik giat belajar untuk memperbaikinya. Sikap seperti itu bisa terjadi bila anak didik merasa rugi mendapat prestasi belajar yang tidak sesuai dengan harapan.
Pujian

Ujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai alat motivasi. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Guru bisa memanfaatkan pujian untuk memuji keberhasilan anak didik dalam mengerjakan pekerjaan sekolah. Pujian diberikan sesuai dengan hasil kerja, bukan dibuat-buat atau bertentangan sama sekali dengan hasil kerjaan anak didik.
Hukuman

Meski hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi bila dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi yang baik dan efiktif. Hukuman akan merupakan alat motivasi bila dilakukan dengan pendekatan edukatif, bukan karena dendam. Pedekatan edukatif dimaksud di sini sebagai hukuman yang mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap perbuatan anak didik yang dianggap salah. Sehingga dengan hukuman yang diberikan itu anak didik tidak mengulangi kesalahan atau pelanggaran. Minimal mengurangi frekuensi pelanggaran. Akan lebih baik bila anak didik berhenti melakukannya dihari mendatang.
Hasrat Untuk Belajar

Hasrat untuk belajar adalah gejala psikologis yang tidak berdiri sendiri, tetapi berhubungan dengan kebutuhan anak didik untuk mengetahui sesuatu dari objek yang akan dipelajarinya. Kebutuhan itulah yang akan menjadi dasar aktivitas anak didik dalam belajar. Tiada kebutuhan berarti tiada ada hasrat untuk belajar. Itu sama saja tidak ada minat untuk belajar.
Minat

Minat adalah kecendrungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Dengan kata lain, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat tidak hanya diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan anak didik lebih menyukai sesuatu dari pada yang lainnya, tetapi dapat juga diimplementasikan melalui partisipasi aktif dalam suatu kegiatan. Anak didik yang berminat terhadap sesuatu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminat itu dan sama sekali tidak menghiraukan sesuatu yang lain. Minat terhadap sesuatu itu dipelajari dan dapat mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi penerimaan minat-minat baru. Jadi, minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan cenderung mendukung aktivitas belajar berikutnya.

Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Anak didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Anak didik mudah menghafal pelajaran yang menarik minatnya. Minat merupakan alat motivasi yang utama yang dapat membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam rentangan waktu tertentu. Oleh karena itu, guru perlu membangkitkan minat anak didik agar pelajaran yang diberikan mudah anak didik pahami.

PENUTUP


Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Motivasi dapat dibedakan kedalam motivasi intrinsic dan ekstrinsik. Motivasi intrinsic merupakan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya untuk belajar,misalnya perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut,apakah untuk kehidupannya masa depan siswa yang bersangkutan atau untuk yang lain. motivasi ekstrinsik merupakan keadaan yang dating dari individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah,peraturan atau tata tertib sekolah, keteladanan orangtua, guru merupakan contoh-contoh kongkret motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.

Kekurangan atau ketiadaan motivasi baik yang intrinsic maupun ektrinsik akan menyebabkan siswa kurang bersemangat untuk melakukan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di rumah. Dampak lanjutnya adalah pencapaian hasil belajar yang kurang memuaskan

Motif atau keinginan untuk berprestasi sangat menentukan prestasi yang dicapainya.dengan demikian,keinginan seseorang atau siswa untuk berhasil dalam belajar juga akan menentukan hasil belajarnya motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai.untuk mencapai suatu tujuan perlu dibuat sesuatu. Yang menyebabkan seseorang berbuat adalah motifnya. Dengan demikian, motif berfungsi sebagai daya penggerak atau pendorong.

Dalam perspektif islam, berkenaan dengan motif belajar atau menuntut ilmu,hendaklah motifnya semata-mata mencari ilmu, bukan mencari pangkat atau pekerjaan. Sebab, apabila motifnya mencari ilmu, pangkat, dan pekerjaan akan mengiringinya, tetapi apabila motifnya mencari pangkat atau pekerjaan, ilmu belum tentu diperoleh dan pekerjaan pun belum tentu didapat.itulah tujuan belajar atau menuntut ilmu secara ideal didalam perspektif islam.

Perhatian, minat, bakat,dan motif atau motivasi siswa terhadap bahan pelajaran akan membentuk sikapnya dalam belajar. Oleh karena itu, sikap juga mempengaruhi belajar atau hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA


Djamarah, Syaiful Bahri., Psikologi Belajar. Cet I. Jakarta: Rineka Cipta. 2002

A. M. Sardiman., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Cet V. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1994

Psikologi Pembrlajaran Pendidikan Agama Islam. Hal. 122

Posting Komentar

0 Komentar