HASIL ANAK INSEMINASI DAN BAYI TABUNG



 Filed under: Hukum Islam — 50 Komentar
30- Mei- 2008


HASIL ANAK INSEMINASI DAN BAYI TABUNG

A. pengertian

Inseminasi bauatan merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan ataua tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata latin. Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. artificial insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Dalam kamus تلقيح الصناعى, seperti dalam kitab al-fatawa karangan mahmud syaltut.

Jadi, insiminasi buatan adalah penghamilan buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB). Yang dimaksud dengan bati taqbung (Test tubebaby) adalah bayi yang di dapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan, bayi tabung karena benih laki-laki yang disedut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu tabung.

Untuk menjalani proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu disediakan ovom (sel telur dan sperma). Jika saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur) terdapat sel-sel yang masak maka sel telur itu di hisab dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut, kemudian di taruh dalam suatu taqbung kimia, lalu di simpan di laboratorium yang di beri suhu seperti panas badan seorang wanita. Kedua sel kelamin tersebut bercampur (zygote) dalam tabung sehingga terjadinya fertilasi. Zygote berkembang menjadi morulla lalu dinidasikan ke dalam rahim seorang wanita. Akhirnya wanita itu akan hamil. Inseminasi permainan (pembuahan) buatan telah dilakukan oleh para sahabat nabi terhadap pohon korma. Bank sperma atau di sebut juga bank ayah mulai tumbuh pada awal tahun 1970.


B. motivasi di lakukan inseminasi buatan

Inseminasi buatan yang dilakukan untuk menolong pasangan yang mandul, untuk mengembang biakan manusia secara cepat, untuk menciptakan manusia jenius, ideal sesuai dengan keinginan, sebagai alternative bagi manusia yang ingin punya anak tetapi tidak mau menikah dan untuk percobaan ilmiah

C. hukum inseminasi buatan

Inseminasi buatan dilihat dari asal sperma yang dipakai dapat dibagi dua:
inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (artificial insemination husband)
inseminasi buatan yang bukan sperma suami atau di sebut donor atau AID (artificial insemination donor)

untuk inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri di bolehkan bila keadaannya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadinya perceraian) sesuai dengan kaidah usul fiqh…………..

الحاجة تنزل منزلة الضرورة

“hajat itu keperluan yang sangat penting dilakukan seperti keadaan darurat”.

Adapun tentang inseminasi buatan dengan bukan sperma suami atau sperma donor para ulama mengharamkannya seperti pendapat Yusuf Al-Qardlawi yang menyatakan bahwa islam juga mengharamkan pencakukan sperma (bayi tabung). Apabila pencakukan itu bukan dari sperma suami.

Mahmud Syaltut mengatakan bahwa penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukan mani’ orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’.

Pada inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri tidak menimbulkan masalah pada semua aspeknya, sedangkan inseminasi buatan dengan sperma donor banyak menimbulkan masalah di antaranya masalah nasab.


Bayi Tabung


Embrio


Proses Inseminasi
Tags: HASIL ANAK INSEMINASI DAN BAYI TABUNG
Komentar
Perlukah Menarik Zakat dengan Cara Paksa?
 Filed under: Hukum Islam — 1 Komentar
27- Mei- 2008

Perlukah Menarik Zakat dengan Cara Paksa?

Oleh : H. MANGARAHON DONGORAN

Penyunting dan Editor : Fat Hurrahman


ZAKAT merupakan rukun Islam ketiga dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syaratnya, wajib mengeluarkan zakat. Zakat begitu penting, sehingga jika diibaratkan sebuah bangunan rumah, zakat adalah dindingnya, setelah shahadat menjadi Pondasi, salat menjadi tiang, puasa menjadi atap, dan haji menjadi taman yang indah (bagi yang memiliki halaman luas),


Presiden Megawati Soekarnoputri ketika memberikan sambutan pada pembukaan Rakornas Pertama Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Amil Zakat Seluruh Indonesia menyebutkan, “Berbagi rasa dan harta kekayaan yang dititipkan oleh Tuhan bukan saja menumbuhkan kebahagiaan tersendiri, melainkan juga bentuk nyata dari keimanan seseorang.”


Pernyataan Megawati itu semakin mengingatkan kepada kaum Muslimin akan kewajibannya mengeluarkan zakat.


Tidak berjalan mulus


Lalu kalau begitu mengapa masalah zakat ini tidak berjalan mulus sesuai harapan? Apakah ada yang perlu dibenahi? Apa perlu zakat itu dikelola sebuah badan khusus, atau jika memungkinkan ditangani Kementerian Negara? Tidak seperti penanganan sekarang, zakat hanya berada di bawah Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama.


Masalah inilah yang mencuat dalam Dialog Nasional yang menampilkan pembicara A.M.Fatwa, Marwah Daud Ibrahim, Zainulbahal Noor, Umar Shihab, dan Muslimin Nasution. Para pembicara dan peserta dialog sepakat masalah zakat ini harus ditangani oleh badan yang lebih tinggi dari sekarang. Setidaknya, penanganannya harus Direktorat Jenderal (paling rendah) atau kalau memungkinkan ditangani Menteri Negara Urusan Zakat, seperti halnya di beberapa Negara Islam.


Keinginan agar zakat ini ditangani sebuah badan sebenarnya mengacu pada apa yang dicontohkan Rasulullah Saw. Sekarang ini, di sejumlah negara Islam, pengelolaan zakat juga ditangani pemerintah melalui lembaga amil yang didukung sistem yang mapan. Malaysia memiliki lembaga profesional dalam pengelolaan dana zakat. Di Negeri Sembilan, misalnya — salah satu dari 13 negara bagian Malaysia– telah memiliki sebuah lembaga pengelola zakat, yaitu Pusat Zakat Negeri Sembilan.





Amendemen UU Zakat


Itu adalah contoh negara yang patut ditiru Indonesia dalam pengelolaan zakatnya. Meski Indo-nesia sudah hampir lima tahun memiliki UU, tetapi UU tersebut dirasa masih kurang memadai. Malah, dalam diskusi tersebut terbetik keinginan agar UU tersebut segera diamendemen, sehingga pengelolaan zakat bisa lebih baik lagi dari sekarang.


Sebenarnya, potensi zakat dari umat Islam Indonesia mencapai Rp 7,4 triliun per tahun. Perkiraan yang dikemukakan Menteri Agama Said Aqil Al-Munawar itu didasarkan pada asumsi Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan 90 persen penduduk Indonesia beragama Islam atau 40 juta keluarga, dan sebagian dari itu atau sekira 32 juta keluarga merupakan penduduk sejahtera berpenghasilan Rp 10 juta sampai Rp 1 miliar per keluarga per tahun. Dengan kewajiban zakat 2,5 persen dari batas nisab (setara 85 gram emas), maka angka Rp 7,5 triliun diperoleh. Itu baru dari zakat mal.


Namun, kenyataannya dana yang berhasil dikelola selama ini sangat jauh dari nilainya bila diukur dari besarnya jumlah Muslim di Tanah Air. Menurut Data yang dikeluarkan Departeman Agama, tahun 2002, ZIS (Zakat Infak dan Sadekah) yang dihasilkan tidak menyentuh angka Rp 1 triliun. Dari zakat fitrah hanya dikantongi dana Rp 208,2 miliar, zakat mal Rp 25,7 miliar, infaq Rp 13,8 miliar dan sedekah Rp 144 miliar. Angka ini masih sangat jauh jika dibandingkan dengan yang dikemukakan Menteri Agama itu. Namun, jika dilihat lebih jauh dan lebih nyata, angka Rp 7,5 triliun yang dikemukakan Menag itu mungkin masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan potensi dana umat Islam yang sebenarnya.


Apa yang menyebabkan kaum Muslim masih enggan mengeluarkan zakatnya? Mengapa yang baru tergali belum sampai 10% dari angka yang dikemukakan Menag? Adakah ini menyangkut ketidak percayaan masyarakat Muslim terhadap penyelenggara pengelola zakat itu? Atau memang karena dianggap kurang menguntungkan.


Takut dikorup


Masyarakat masih enggan membayar zakat, karena khawatir dananya dikorup, seperti uang pajak yang mereka bayarkan. Sebab, bukan rahasia lagi, dalam pengelolaan zakat sendiri masih banyak terjadi kebocoran. Masih banyak dana zakat yang dikeluarkan kepada mereka yang bukan semestinya menerima. Hal-hal semacam inilah yang kemudian membuat masyarakat enggan mengeluarkan zakatnya — selain tentu sebagian masyarakat merasa kurang mengetahui tata cara mengeluarkan zakat itu sendiri. Takut seperti dana Haji yang hingga sekarang masih belum jelas keberadaannya.


Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. Umar Shihab menyebutkan, salah satu faktor mengapa lembaga-lembaga amil zakat masih belum bisa optimal dalam menghimpun dana dari masyarakat, tidak lain karena masyarakat masih menganggap bahwa membayar zakat itu hanya di bulan Ramadan. Yang lebih naif lagi, ma-sih ada yang menganggap, fakir miskin yang datang meminta-minta pada saat hari raya adalah sasaran zakatnya. Jadi, masyarakat masih banyak yang terbelenggu dengan kebiasaan seperti itu.


Yang berhak menerima zakat sudah ditegaskan Allah Swt dalam Alqur’an Surat At-Taubah ayat 60. Jika dirinci, yang menerima itu adalah fakir, miskin, amil (panitia/petugas zakat), mualaf, budak, orang yang berutang, fii sabilillah (bisa untuk pembangunan sarana ibadah, sekolah) dan ibnu sabil.


Melihat masih minimnya kesadaran membayar zakat ini pula, Zainulbahar Noor mengusulkan agar penarikannya dilakukan secara paksa sebagaimana dilakukan pada zaman Khalifah Abubakar. “Kalau memang tujuannya untuk membangkitkan potensi ekonomi umat, maka harus dilakukan secara paksa, seperti halnya dalam pajak. Hanya, yang memaksa itu tentu dari lembaga yang dibuat pemerintah,” tegasnya.


Sebenarnya, tanpa paksaan pun zakat itu sudah mestinya dikeluarkan, karena merupakan rukun Islam. Umat Islam jangan ragu-ragu mengeluarkan zakatnya, sebab itu tidak akan mengurangi hartanya, tetapi malah sebaliknya.


“Zakat itu adalah harta titipan atau yang diutangkan pada Allah Swt. Zakat itu, meski diutangkan, tetapi tidak mengenal bunga seperti yang berlaku pada bank-bank. Tetapi, pasti dapat ganti berlipat ganda. Zakat yang dikeluarkan tidak akan hilang, tetapi akan berlipat ganda. Zakat yang dikeluarkan itu disimpan di BCA (Bank Central Akhirat),” kata K.H.Mohammad Zeny, dari Dewan Syariah Majelis Syuro DPP Front Pembela Islam (FPI).***


Penulis, wartawan Pikiran Rakyar Bandung

————————————————

Pengentasan Kemiskinan Lewat Peradaban Zakat


Oleh : Irfan Syauqi Beik*


Perkembangan pengelolaan zakat, infak dan shadaqah (ZIS) di Indonesia semakin menunjukkan peningkatan yang berarti, baik dari segi penghimpunan, pengelolaan, pendayagunaan, maupun pertanggungjawaban. Kesadaran masyarakat untuk membayar zakat pun semakin meningkat. Sebagai contoh, dana zakat yang terkumpul pada tahun 2005 lalu mencapai angka Rp 820 miliar, atau naik sebesar 173 persen dari perolehan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 300 miliar (Baznas, 2006).


Masyarakat semakin menunjukkan keyakinan bahwa dana ZIS ini memiliki potensi untuk mengentaskan problematika kemiskinan yang saat ini tengah dihadapi bangsa Indonesia. Bahkan, dalam sebuah penelitian Ketua Baznas, Didin Hafidhuddin, pada Mei-Juni 2006 lalu di wilayah Jadebotabek, terungkap bahwa sebanyak 86 persen muzakki/munfiq memiliki keyakinan dana ZIS akan mampu mengentaskan kemiskinan.


Untuk mencapai hal tersebut, mereka berpendapat bahwa dana ZIS ini harus dikelola melalui lembaga yang amanah dan profesional (67 persen). Jika tidak, maka dampak ZIS tidak akan signifikan. Sungguh ini merupakan sinyalemen yang sangat menggembirakan.


Kita pun melihat bahwa lembaga zakat, baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ), memiliki peran dan kontribusi yang sangat signifikan di dalam penanganan daerah-daerah bencana. Dapat dikatakan bahwa BAZ dan LAZ ini merupakan representasi partisipasi umat Islam dalam membantu mereka yang memerlukan pertolongan, tanpa menafikan peran ormas-ormas Islam dan individu-individu Muslim. Kinerja mereka cukup optimal sehingga dampaknya dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat, meskipun jumlah dana bantuan yang diberikan masih sangat sedikit dan terbatas.


Kondisi demikian seharusnya semakin menyadarkan para pengambil kebijakan negeri ini untuk senantiasa berupaya menjadikan pengembangan ZIS sebagai agenda nasional. Tanpa adanya dukungan kuat dari pemerintah dan DPR, maka instrumen ZIS ini tidak akan tumbuh secara cepat dan kuat. Penulis berpendapat jika kita ingin menjadikan zakat dan instrumen-instrumen ekonomi syariah lainnya sebagai fondasi perekonomian bangsa, maka dukungan dan komitmen yang kuat dari pemerintah dan DPR menjadi sebuah keharusan. Salah satu sebab mengapa ekonomi kapitalis menguasai dunia adalah karena dukungan yang kuat dari pemerintahan negara-negara yang menjadikan kapitalisme sebagai landasan perekonomiannya. Sehingga, mau tidak mau, political economic menjadi gelanggang yang harus dimasuki oleh ekonomi syariah.


Fondasi Peradaban

Sesungguhnya, kalau kita cermati sejarah umat Islam, maka peradaban Islam tidak dapat dilepaskan dari zakat. Bahkan, menurut Ahmad Juwaeni –salah seorang dinamisator zakat Indonesia– tidak mungkin peradaban Islam akan tegak tanpa optimalnya pengelolaan zakat. Menurut Ahmad Juwaeni, adanya sekelompok orang yang memiliki dedikasi tinggi sebagai amil zakat merupakan prasyarat agar kegemilangan peradaban masa lalu dapat kembali diwujudkan di masa yang akan datang.


Penulis menyadari bahwa untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah. Banyak ekonom yang berpendapat bahwa zakat tidak memiliki pengaruh yang signifikan karena persentasenya sangat kecil, yaitu hanya 2,5 persen. Bagaimana mungkin zakat akan mampu mempengaruhi, misalnya, pertumbuhan ekonomi suatu negara dengan persentase sebesar itu.


Munculnya keragu-raguan tersebut adalah karena hingga saat ini belum ada satu negara Muslim pun yang dapat dijadikan sebagai model yang tepat. Malaysia sebagai contoh, memiliki keunggulan dalam hal penghimpunan zakat dibandingkan Indonesia. Namun demikian, dalam hal pendayagunaan zakat, penulis melihat justru Indonesia yang lebih unggul dibandingkan Malaysia. Indonesia memiliki kreativitas yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara Muslim lainnya dalam hal pemberdayaan dana ZIS. Tetapi karena dana zakat yang ada di Indonesia jumlahnya masih sangat kecil, yaitu kurang dari 1 persen dari total GDP, maka ‘seolah-olah’ ada tidak-adanya zakat tidak mempengaruhi perekonomian kita secara makro. Tentu saja itu adalah anggapan yang salah.


Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Al Ashbahani, telah bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan Muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan Muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih”.


Berdasarkan hadis tersebut yang kita yakini kebenarannya secara mutlak, maka zakat merupakan solusi untuk menjawab kemiskinan. Satu hal yang sangat menarik adalah Allah SWT membandingkan antara zakat dan riba. Zakat, meskipun secara nominal mengurangi harta, tetapi pada hakikatnya menambah harta di sisi Allah SWT. Sedangkan riba, meskipun secara nominal menambah harta, namun pada hakikatnya justru mengurangi harta di sisi Allah SWT (QS Ar Ruum:39).


Penulis berkeyakinan bahwa pasti ada rahasia di balik perbandingan ini. Kalau kita cermati, boleh jadi Islam menginginkan umatnya untuk memiliki paradigma bahwa zakat sesungguhnya bukan sekadar charity atau kedermawanan sosial. Ia merupakan bentuk investasi yang bersifat ukhrawi dan duniawi. Bertambahnya harta yang dikeluarkan zakatnya di sisi Allah SWT menunjukkan bahwa ia pada hakikatnya merupakan investasi yang bersifat ukhrawi. Sedangkan yang bersifat duniawi adalah zakat dapat mendorong pembukaan lapangan pekerjaan baru, sehingga akan meningkatkan pendapatan dan daya beli kaum dhuafa. Peningkatan tersebut pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya perekonomian masyarakat.


Dengan paradigma demikian, diharapkan akan muncul kesadaran dan orientasi masyarakat yang lebih mencintai untuk memberi daripada menerima. Dengan semangat ini pula, masyarakat akan terpacu untuk meningkatkan produktivitasnya dan mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya, sebab bagaimana mungkin ia akan mampu memberi dan berinvestasi jika ia tidak produktif menghasilkan sesuatu. Tipe masyarakat yang produktif inilah yang sesungguhnya menjadi dasar pembangunan peradaban Islam di masa depan.


Agenda ke Depan


Ada dua agenda yang sangat penting. Pertama, memperkuat sistem zakat nasional. Kedua, mengembangkan jaringan dan kerja sama internasional dengan negara-negara Muslim lainnya. Pertemuan Dewan Zakat Asia Tenggara di Kuala Lumpur pada Maret 2006 diharapkan menjadi stimulus bagi pengembangan wadah-wadah serupa di tingkat regional di berbagai belahan dunia lainnya.


Wacana pembentukan baitulmal internasional harus segera direalisasikan. Lembaga inilah yang nantinya diharapkan menjadi pusat zakat internasional. Dia bertugas mengatur aliran dana dari negara surplus zakat kepada negara minus zakat, serta menjadi sumber rujukan internasional dalam penghimpunan dan pendayagunaan sumber daya zakat bagi kepentingan strategis umat Islam sedunia.


Melalui cara inilah diharapkan kesadaran umat Islam untuk berzakat, berinfak, dan bershadaqah akan muncul, sehingga kekuatan umat secara kolektif akan tumbuh dan berkembang. Jika 80 persen saja umat Islam mau membayar zakat, maka sebagaimana yang dinyatakan oleh Didin Hafidhuddin dan Ahmad Juwaeni, munculnya kegemilangan peradaban zakat jilid dua tinggal menunggu waktu saja. Namun, bilakah hal itu tiba? Semuanya kembali terpulang pada kerja keras kita bersama. (Republika/dn)


*Dosen FEM IPB dan Peneliti Islamic Economic Forum for Indonesian Development


Fakta Angka

Rp 820 miliar - Dana zakat yang terkumpul pada tahun 2005

173 persen – Pertumbuhan perolehan zakat pada periode 2004-2005
Tags: Penarikan Zakat
Komentar
HUDUD
 Filed under: Hukum Islam — Tinggalkan komentar
13- April- 2008

BAB I
 HUKUMAN BAGI PENZINA YANG MUHSAN DAN GHAIRU MUHSAN
 عن ابي هريرة وزيد بن خالد, انهما قالا, ان رجلا من الاعراب اتى رسول الله صلى الله عليه وسلم, فقال: يارسول الله, انشدك الله الا قضيت لى بكتاب الله, وقال الخصم الخر- وهو افقه منه: نعم, فاقض بيننا بكتاب الله وائذن لي, فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم, قل قال: ان ابني كان عسيفا على هذا افزني بامرته, واني اخبرت ان علي ابني الرجم فاقتديت منه بمائة شاة ووليدة, فسالت اهل العلم, فاخبروني ان علي ابني جلد مائة وتغريب عام, وان على امراة هذاالرجم: فقال رسول الله صلي الله عليه وسلم,, والذي نفسى بيده لاقضين بينكما بكتاب الله: الوليدة والغنم رد. وعلى ابنك جلد مائة وتغريب عام, واغد ياانيس لرجل من اسلم. الى امراة هذا. فان اعترفت فارجمها قال: فغداعليها, فاعترفت فامربها رسول الله صلى الله عليه وسلم فرجمت. رواه الجماعة
 Dari Abu Hurairah dan Zaid bin khalid, mereka berkata, Bahwa ada seorang laki-laki Baduwi datang ketempat rasulullah saw. Seraya berkata; Ya Rasulullah! Demi Allah, sungguh aku meminta kepadamu kiranya engkau dapat memutuskan hukum untukku dengan kitabullah, sedang lawannya berkata – padahal yang kedua ini lebih pintar daripada dia – Ya, putuskanlah hukum antara kami berdua ini menurut kitabullah, dan izinkanlah aku (untuk berkata), lalu Rasulullah saw menjawab, “Silakan”., Maka berkatalah orang kedua itu, Bahwa anakku bekerja kepada orang inilalu ia berzina dengan istrinya, sedang aku sendiri sudah diberitahu, bahwa anakku itu harus dirajam lalu aku akan menebusnya dengan seratus kambing dan seorang hamba perempuan (walidah) lalu aku bertanya kepada orang-orang yang pintar, maka jawabnya, bahwa anakku harus didera seratus kali dan diasingkan (di penjara) selama setahun, sedang istri orang ini harus dirajam. Maka jawab Rasulullah saw, “ Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, sungguh aku akan putuskan kalian dengan kitabullah, yaitu : Hamba danm kambing itu dikembalikan (kepadamu), sedang anakmu harus didera seratus kali dan diasingkan selama setahun”, Dan engkau hai Unais, pergilah – bertemu dengan seorang dari Aslam – untuk bersama-sama ketempat istri orang ini, dan tanyakan, jika dia mengaku (berzina), maka rajamlah dia”. Abu Hurairah berkata berkata, dan perempuan itupun mengaku, lalu oleh rasulullah saw. Diperintahkan untuk dirajam, kemudian ia pun dirajam. (HR.Jamaah).

Firman Allah : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman (QS. An-Nur 2 )

 Imam Malik berkata bahwa hadist ini pulalah yang dijadikan hujjah oleh orang yang berpendapat, bahwa hukum zina itu bisa ditetapkan berdasar pengakuan ; juga oleh orang yang berpendapat adanya hukum rajam . Dan para pemutus hukum pun wajib mengecek dan meneliti akan kebenaran pengakuan seseorang dan syaratnya adalah pengakuan berzina itu harus empat kali

4014. dan dari Abu Hurairah juga, bahwa Nabi saw. Pernah memutuskan hukuman orang yang berzina tetapi tidak muhsan, yaitu dengan diasingkan selama setahun dan dikenakan hukuman dera. (HR. Ahmad dan Bukhari)

4015. Dan dari Sya’bi, bahwa Ali ‘alaihis salam – ketika merajam seorang perempuan – ia menderanya lebih dahulu yang dilakukan pada hari kamis dan dirajamnya pada hari jum’at seraya berkata, kudera dia berdasar Kitabullah dan kurajam dia berdasar sunnah Rasulullah saw.
 (HR. Ahmad dan Bukhari)

 Perkataan “ Anakmu harus didera seratus kali dan diasingkan setahun” itu, Syarih Rahimahullah berkata, ini menunjukkan adanya hukuman pengasingan (termasuk penjara) yang merupakan suatu keharusan terhadap diri seorang yang berzina tidak muhsan. Sedang menurut zahirnya hadist-hadist perihal pengasingan ini adalah berlaku untuk pria dan wanita. Dan begitulah pendapat Syafi’i. Sedang menurut pendapat Malik dan Auza’i, bahwa pengasingan itu tidak berlaku untuk perempuan karena wanita adalah aurat. Dan itu pula yang diriwayatkan sebagai pendapat dari Ali ra.
 Perkataan “kudera dia berdasar kitabullah dan kurajam dia berdasar sunnah rasul” menunjukkan, bahwa orang yang berzina muhsan itu didera dan dirajam. Ini adalah suatu keharusan seperti pendepat sekelompok ulama. Berlainan dengan Malik, Ulama Hanafiyah. Ulama Syafi’iyyah .
 Dan begitu juga dengan orang Yahudi ahludz-dzimmah karena berbuat zina maka akan dirajam bagi yang muhsan . Dan pendapat Ahmad dan Ishaq – “ jikalau kafir Ahli kitab berselisih dan mengajukan kepada hakim-hakim islam, maka putusilah mereka dengan kitab, sunnah dan hukum-hukum islam” . Hukuman untuk hamba sahaya adalah separuhnya seperti firman Allah :

Artinya :hukuman atas hamba-hamba perempuan itu separuh dari perempuan-perempuan merdeka (QS an-Nisa’ 24).

Dan Hadist :
 Dan dari Abdullah bin ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi, ia berkata, aku pernah diperintahkan oleh Umar bin Khaththab tentang kasus sekelompok anak muda (hamba sahaya) dari Quraisy lalu kami dera hamba sahaya itu sebanyak 50 kali, 50 kali dalam kasus perzinahan. (HR Malik dalam Muwatha’).

Dan tidak ada yang mengatakan adanya perbedaan antara hamba laki-laki dan hamba perempuan .
 Menarik kembali pengakuan itu dapat dibenarkan dan hukuman pun bisa gugur, demikian pendapat Ahmad, golongan syafi’iyah, golongan hanafiyah. Sedangkan Ibnu Abi Laila, Betti, Abu Tsaur bahwa menarik kembali pengakuan itu tidak dapat diterima sesudah data-data komplit, sebagaimana halnya pengakuan-pengakuan yang lainnya. Dan hukuman itu tidak dapat dijatuhkan hanya karena suatu tuduhan .

jkf
 BAB II
 PELAKSANAAN HUKUMAN RAJAM BAGI WANITA HAMIL KARENA ZINA
 عن سليمان بن بريدة عن ابيه ان النبى صلى الله عليه وسلم جاءته امراة من غامد من الازد فقالت: يارسول الله طهرنى فقال ويحك ارجعى فاستغفرى الله وتوبي اليه فقال: اراك تريد ان ترددنى كما رددت ماعز بن مالك, قال: وما ذاك؟ قالت انها حبلى من الزنا قال: انت؟ قالت: نعم فقال لها: حتي تضعى ما في بطنك قال فكفلها رجل من الانصار حتى وضعت قال فاتى النبى صلى الله عليه وسلم فقال قد وضعت الغامدية فقال اذن لا ترجمها و ندع ولدها صغيرا ليس له من يرضعه فقال رجل من الانصار فقال الى رضاعه يا نبي الله قال فرجمها. رواه مسلم والدار قطني وقال : هذا حديث صحيح

Dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, bahwa Nabi saw. Pernah didatangi seorang perempuan Ghamid dari suku al-Azdi, ia berkata, Ya rasulullah! Bersihkanlah aku. Lalu Nabi saw. Bersabda, “Celaka engkau, pergilah, dan minta ampunlah kepada Allah serta tobatlah kepada-Nya”. Lalu perempuan itu berkata, kuduga engkau meragukan aku sebagaimana halnya engkau meragukan Ma’iz bin Malik. Nabi kemudian bertanya, “Apa yang engkau maksud?” Ia menjawab bahwa dia kini hamil kerena berzina. Nabi bertanya lagi, “Engkau sendiri?” Ia menjawab, Ya. Kemudian Nabi bersabda, “Hingga engkau melahirkan anak yang dalam kandunganmu itu”. Sulaiman berkata, lalu perempuan itu diasuh oleh seorang laki-laki Anshar sampai ia melahirkan, maka jawab Nabi, “Kalau begitu jangan dulu engkau rajam dia, biarkan dulu anaknya yang masih kecil (disusui), sebab tidak ada orang lain yang menyusuinya. Lalu si laki-laki Anshar itu berdiri, seraya berkata, biar serahkan aku tentang menyusuinya itu, ya Nabiyallah. Sulaiman berkata, lalu ia dirajam. (HR Muslim dan Daruquthni ; dan Daruquthni berkata : Haadist ini shahih).

 Berdasar kisah perempuan Ghamidiyah ini, maka menangguhkan hukuman terhadap seorang yang hamil sampai menyapih. Tetapi menurut – al-Hadawiyah, menangguhkan hukuman itu tidak sampai menyapih, kecuali kalau si bayi itu benar-benar tidak ada yang menangani masalah itu, maka tidak boleh ditangguhkan. Ini berdasarkan pada hadis Buraidah .

Jhdisa

hidiosa
 BAB III
 KADAR HARTA CURIAN YANG BERAKIBAT HUKUMAN POTONG TANGAN
 حديث عائشة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال تقطع يد السارق في ربع دينار.
 Hadist ‘Aisyah, dari nabi saw. Dimana beliau bersabda : “Tangan pencuri itu dipotong, karena (mencuri) seperempat dinar .

Allah berfirman : “Pencuri pria dan wanita, maka potonglah kedua tangannya”
 (QS. Al-Maidah 38)
 عن عائشة قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقطع السارق في ربع دينار فصاعدا
 Dari ‘Aisyah r.a., darai Rasulullah saw., sabdanya : “Jangan dipotong tangan pencuri, melainkan jika ia mencuri seperempat dinar atau lebih” .

 Keputusan dipotongnya tangan kerena mencuri barang seharga seperempat dinar (ada juga hadist tiga dirham bunyinya : Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi saw pernah memotong tangan pencuri karena mancuri perisai seharga tiga dirham. HR. Jama’ah) berdasarkan atas hadist tersebut. Namun mereka juga berbeda pendapat perihal barang yang dicuri itu yang pada suatu negara tidak mempergunakan standar emas atau perak. Maka menurut yang masyhur dari pendapat malik, yaitu harus dipergunakan standar dirham (perak), bukan dengan standar dinar, apabila nilai harga itu berbeda. Sedang asy-Safi’i berkata, pokok standar nilai harga adalah emas, karena dialah pokok barang berharga dibumi ini semuanya.
 Dan bagi pencuri buah-buahan dan bahan makanan tidak dikenakan hukuman potong tangan yang asalnya itu mubah, seperti binatang buruan dan rumput demikian pendapat abu Hanifah. Al Hadawiyah ujuga berpendapat demikian selama barang-barang tersebut belum disimpan, jika barang-barang tersebut sudah disimpan maka wajib untuk memotong tangannya, adapun dasar dari harus ditempat penyimpanan ialah hadist ‘Amr bin Syua’ib ”Barang siapa mengambil buah-buahan yang masih terkandung sekedar untuk dimakan (dengan mulutnya), dan tidak dijadikan sebagai barang simpanan, maka tidak ada potong tangan atasnya” dan seterusnya.
 Dasar dari tempat penyimpanan adalah hadist dari Nasai dan Ahmad yang kutipannya adalah “apabila diambil (dicuri) dari tempat penyimpanannya, maka dalam hal ini ada (hukuman) potong (tangan) apabila yang diambil itu telah mencapai seharga perisai” .

gasjdkfksa
 BAB IV
 HUKUMAN ORANG MINUM KHAMAR
 حديث انس قال جلد النبي صلي الله عليه وسلم في الخمر بالجريد والنعال وجلد ابوبكر اربعين.
 Hadist Anas, dimana ia berkata : “Nabi saw. Menerapkan hukuman cambuk terhadap orang yang meminum khamar (minuman keras) dengan pelepah kurma dan sandal. Dan Abu Bakar menerapkan hukuman cambuk itu sebanyak empat puluh kali” .

Firman Allah : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan (QS. Al-Maa-idah 90).

 Ibnu Taimiyah berkata dalam al-Ikhtisyarat : Yang betul tentang masalah hukuman minum arak itu ialah salah satu dari dua riwayat yang juga sesuai dengan madzhab Syafi’i , bahwa lebih dari 40 kali sampai 80 kali itu sama sekali tidak wajib, bahkan ketetapannya harus dikembalikan kepada ijtihadnya imam (penguasa), sebagaimana kami juga memperkenankan imam itu untuk berijtihad dalam bentuk pemukulan itu, misalnya dengan kayu, sandal, maupun ujung-ujung baju, dalam berbagai macam hukuman .

gadiua
 BAB V
 LARANGAN MINTA PEMBEBASAN HUKUMAN DAN HUKUMAN MERUPAKAN KAFARAT BAGI PELAKUNYA
 حديث عا ئشة رضى الله عنها ان قريشا اهمهم شان المراة المخزومية التى سرقت فقال ومن يكلم فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ فقالوا ومن يجترئ عليه الا اسامة بن زيد حب رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ قكلمه اسامة فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اتسفع في حد حدود ؟ ثم قام فاختطب ثم قال انما اهلك الذين قبلكم انهم كانوا اذا سرف فيهم الشريف تركوه واذا سرف فيهم الضعيف اقاموا عليه الحد وايم الله ! لوان فاطمة ابنة محمد سرقت لقطعت يدها
 Hadist ‘Aisyah ra. Bahwasanya orang Quraisy yang paling menyedihkan bagi mereka adalah kasus seorang wanita dari Bani Makhzum yang mencuri, ada seseorang yang berkata : “Dan siapa yang berani kecuali : Usamah bin Zaid, kecintaan Rasulullah saw ?”, maka Usamah membicarakan kepada beliau. Lantas Rasulullah saw, bertanya : “Apakah kamu menolong (menyelamatkan) hukuman dari hukuman-hukman Allah ?” kemudian beliau berdiri lalu berpidato, bersabda : “sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalahapabila seorang yang terhormat diantara mereka mencuri, mereka abaikan (biarkan). Tetapi apabila seorang yang lemah diantara mereka mencuri, mereka tegakkan hukuman atasnya. Demi Allah! Kalau saja Fatimah putri Muhammad mencuri, sungguh saya potong tangannya .
 حديث عبا دة بن الصامت رضىالله عنه وكان شهد بدرا وهو احدالنقبة ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال وحوله عصابة من اصحابه بايعو نى على ان لا نشركوا بالله شيئا ولا تسركوا ولاتقتلوااولادكم ولاتاتواببهتان تفترونه بين ايديكم وارجلكم ولاتعصوافى معرف فمن وفى منكم فاجره على الله ومن اصاب من ذلك شيئا فعوقب فى الدنيا فهو كفارة له ومن اصاب من ذلك شيئا ثم ستره الله فهو الى الله ان شاء عفا عنه وان شاءعاقبه فبايعناه علي ذلك.
 Artinya : Hadist ‘Ubadah bin Shamit ra, dan ia mengikuti perang Badar, sedang ia termasuk salah seorang ketua suatu kaum (kelompok) pada malam bai’at di ‘Aqabah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda yang disekitarnya ada sekelompok sahabat : “Berbai’atlah kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, dan janganlah mencuri, janganlah berzina, janganlah membunuh anak-anakmu, janganlah berbuat kedustaan yang kamu membohonginya diantara tanganmu dan kakimu, dan jangan pula mendurhakai (berbuat maksiat) terhadap perihal ma’ruf (kebajikan). Maka barang siapa diantara kamu menepati (ketentuan-ketentuan itu), maka pahalanya bergantung pada Allah. Barang siapa membinasakan sesuatu dari ketentuan-ketentuan itu lalu ia disiksa didunia maka ia merupakan kafarat (penebus dosa) baginya, barang siapa membinasakan sesuatu dari ketentuan itu kemudian Allah menutupinya, maka ia diserahkan kepada Allah, boleh jadi Allah memaafkan dan boleh jadi Allah menyiksanya, kemudian kami (para sahabat) berbai’at kepada beliau terhadap ketentuan-ketentuan itu .

Firman Allah : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari, yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya) (QS. Al-Maa-idah 89)

BAB VI
 PENUTUP
 Inilah hukum islam yang dikatakan oleh para orientalis kafir sebagai hukum orang-orang Bar-bar yang tidak berperikemanusiaan. Tapi kalau dipahami secara betul-betul hukum Islam itu mudah, tidak sesulit yang dibayangkan. Dan bdengan hukum KUHP di Indonesia ambil contoh adalah kasus pencurian dengan ancaman pidana penjara di mulai lima tahun sampai dua belas tahun penjara.
 Didalam makalah ini penulis lebih banyak mengemukakan pendapat para ulama seperti Ibnu Taimiyah, Syafi’i, Abu hanifah.

Posting Komentar

0 Komentar