Rapuhnya Sebuah Perjalanan Cinta; Cerita Bersambung I

“…the ships which travel to the same journey
one by one were sinking without trace…”
Kalimat itu tertera dalam status Hasan di facebook. Aku kurang mengerti. Kubaca beberapa komentar di bawahnya. Hmmm… rata-rata komentar yang sama, menanyakan maksud status itu dan beberapa komentar nggak penting. Hanya komentar dari Ardi yang membuatku tertarik…
Aku tahu lho, yang kamu maksud. Apakah aku termasuk salah satu di antaranya? Satu dari gundhi, satu di Randusari, satu di jalan Solo dan satu di kedungjati. Apa benar??
Aku menyerngitkan kening. Maksudnya?? Satu dari gundhi, satu dari Randusari, satu dari jalan solo, satu dari Kedungjati?? Aku mencoba menerka-nerka apa yang Hasan maksud dengan kapal yang tenggelam itu dan coba menghubungkannya dengan komentar yang dilontarkan Ardi. Hmm, jangan-jangan….. Ardi bilang dia salah satu di antaranya, kapal-kapal yang tenggelam, aha! Ardi kosannya di jalan gundhi, terus apa Surya ya yang maksudnya dari Randusari, ehm…Rifki di jalan Solo dan…. siapa Kedungjati? Aku berusaha mengingat. Ah, Dedi. Tepat! Ooo, itu ternyata yang dia maksud.
Aku tersenyum sendiri. Hasan sudah di ambang kestressan! Memikirkan kawan-kawan seperjuangan dalam belajar agama, teman-teman ngajiku satu persatu gugur. Kini tinggal Hasan, aku, Syaiful dan Yusuf. Jadi takut, ternyata menjaga keistiqomahan itu sulit. Semoga aku tidak menjadi salah satu kapal yang tenggelam itu, sampai tiba di pulau tujuan, pulau impian itu. Surga ….
*   *   *
Suasana kelas jam ini sangat amat ramai. Kuliah semester delapan yang kian hari kian tidak jelas karena hampir tiap jam penuh dengan kekosongan, dan karena jiwa kreatif mahasiswa yang tak ingin menyia-nyiakan waktu luang maka mereka pun mengisi kekosongan tersebut dengan beragam kegiatan: nonton film bareng, ngobrol ngalor-ngidul, para narsisistik yang sibuk berfoto ria, hingga sekumpulan mahasiswa yang kembali ke masa kecil; asyik dengan game yang populer di kalangan masa SD dulu. Maka tidak heran jika kakak kelas mengatakan bahwa semester 8 adalah semester ‘kutukan’, karena setelah lulus dari semester ini mahasiswa jadi lupa bagaimana cara belajar, padahal co-ass, masa saat mahasiswa kedokteran praktik di Rumah Sakit dengan kuliahnya langsung berhadapan dengan pasien yang hari-harinya dapat dikatakan dituntut untuk tidak pernah lepas dari buku tengah menanti.
          Suara anak-anak itu lebih mirip dengungan lebah yang hanya bisa diam tatkala dosen masuk. Tapi itu juga tidak bertahan lama, seiring waktu yang berlalu, dengungan itu kembali terdengar memenuhi ruangan. Hampir satu jam sudah dari jadwal yang sudah ditentukan, dosen belum juga hadir. Kepalaku mulai pusing karena dengungan lebah itu telah melebihi ambang adaptasi pendengaranku. Buku bacaan yang kupegang sedari tadi hanya kubolak balik, karena meski kubaca, aku tidak mengerti apa yang telah kubaca. Bingung dengan apa yang harus kulakukan, akhirnya aku berpindah tempat duduk di samping Hasan sahabatku yang tengah duduk dengan pose berpikir keras (sebenarnya lebih mirip melamun sih). Melihatku datang, ia mulai membuka mulutnya, mengajak bicara.
“ Aku nggak habis pikir, gimana bisa si Surya itu nembak cewek. Whats wrong with him??”
Krik krik krik…. Aku yang baru saja duduk di sampingnya hanya nyengir mendengar kesuper-heranan Hasan.
“ Mana cewek yang ditembak cewek yang habis putus lagi. Kayak ngambil kesempatan dalam kesempitan!”, Hasan makin menggeleng-gelengkan kepala.
Dan aku makin nyengir. Aku juga sempat shock saat lusa lalu, ketika pulang dari mengajar TPA melihat dari kejauhan Surya yang biasanya rajin mengajakku untuk ikut taklim tiba-tiba menjemput seorang cewek yang tak lain adalah teman seangkatan kami. Memastikan apa yang kulihat, aku mengirim sebuah sms pada Surya dengan maksud menyindir;
“ Assalamu’alaikum, Surya, sepertinya tadi aku melihatmu membawa beban berat di boncengan motormu. Ada apa ya? MENCURIGAKAN!”
Berharap mendapat jawaban penyangkalan, karena aku tidak yakin seratus persen bahwa yang kulihat itu Surya, aku berpikir mungkin minus di mataku bertambah sehingga salah lihat. Namun, yang kudapat justru jawaban sms yang tidak disangka-sangka dari Surya;
“ Tia, emang knapa??”
Yups, double shock!!
Beberapa minggu lalu memang Surya mulai menunjukkan gerak gerik mencurigakan, mulai dari memasang foto-fotonya di facebook dengan bertelanjang dada dan kelihatan pusarnya dengan berpose memamerkan otot-ototnya, berjudulkan ‘Gue banget!’.
Aku mendapat laporan itu dari Ardi yang juga tak kalah herannya. Aku mencoba mengeceknya langsung, mungkin ekspresiku tidak seperti Ardi yang keheranan, aku justru setengah ngakak, lihat tingkah temanku itu, kok bisa-bisanya ni anak!?
“ Ngapain kamu masang foto-foto nggak jelas kayak gitu di facebook?”, tanyaku di kala itu. Dan jawaban Surya singkat “ Hehe …”.
Akhir-akhir ini Surya juga jadi agak jarang mengajakku taklim, kehadirannya pun tidak serajin dulu. Tapi kucoba berpikir ‘positif’, halah paling sedang futur!
Namun, satu hal ini yang tidak bisa ditoleransi oleh keherananku dan terlalu mencurigakan adalah kedekatannya yang kurang lazim dengan seorang cewek yang kian hari kian dekat. Dan semua kecurigaan itu kini terjawab, dengan dideklarasikannya sebuah janji; Jadian. Kemarin spontan Surya mengganti status di FBnya menjadi “ In a relationship with Tia Nandita”, dan memasang gambar aneh di profilnya, kartun cewek dan cowok bergandengan tangan yang ‘Nggak Surya banget!!’. Ditambah dengan ucapan-ucapan selamat dari teman-teman, plus doa semoga langgeng… Sementara di sisi lain, cowok mantan pacar Tia memasang gambar profil kartun pengantin dengan tulisan di bawahnya GAME OVER. Ironis!
Hal itulah yang membuat aku dan teman-teman ngajiku yang biasanya selalu berangkat taklim bareng, benar-benar dibuat heran dan tidak mengerti dengan apa yang telah dilakukan Surya.
“Yang aku nggak habis pikir lagi… Si Rifki! Gimana bisa dia itu juga tiba-tiba jadian sama cewek? bukannya dia itu pernah debat sampai hampir berantem sama Benny gara-gara dia keukeh bilang kalau pacaran itu haram ya? Sekarang kok malah dia melakukannya sendiri?”, Hasan kembali menggerutu.
“ Memang fitnah wanita itu benar-benar berbahaya!”
Ziiinnnkkk…. Serasa sebuah golok tiba-tiba menancap di ulu hatiku. Aku tertohok!  

Bersambung Zzzzz,,,

Posting Komentar

0 Komentar